, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

KONSEP KEPUASAN PELANGGAN

les, indonesia, private, obras, guru, sekolah, belajar, yogyakarta, usaha, jogja, kursus, terbaik, batik, kaos, kebaya, jahit, baju jahit, mesin jahit, konveksi, kursus menjahit
KONSEP KEPUASAN PELANGGAN

KONSEP KEPUASAN PELANGGAN



Dewasa ini perhatian terhadap kepuasan maupun
ketidakpuasan pelanggan telah semakin besar. Semakin banyak pihak
yang menaruh perhatian terhadap hal ini. Pihak yang paling banyak
berhubungan langsung dengan kepuasan/ketidakpuasan pelanggan
adalah pemasar, konsumen, konsumerisme, dan peneliti perilaku
konsumen.
Persaingan yang semakin ketat, di mana semakin banyak
produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan
konsumen, menyebabkan setiap perusahaan harus menempatkan
orientasi pada kepuasan pelanggan sebagai tujuan utama. Hal ini
tercermin dari semakin banyaknya perusahaan yang menyertakan
komitmennya terhadap kepuasan pelanggan dalam pernyataan
misinya, iklan, maupun public relations release. Dewasa ini semakin
diyakini bahwa kunci utama untuk memenangkan persaingan adalah
memberikan nilai dan kepuasan kepada pelanggan melalui
penyampaian produk dan jasa berkualitas dengan harga bersaing.
Dengan semakin banyaknya produsen yang menawarkan
produk dan jasa, maka konsumen memiliki pilihan semakin banyak.
Dengan demikian kekuatan tawar menawar konsumen semakin besar,
terutama aspek keamanan dalam pemakaian barang atau jasa tertentu.
Kini mulai banyak muncul aktivitas-aktivitas kaum konsumeris yang
memperjuangkan hak konsumen, etika bisnis, serta kesadaran dan
kecintaan akan lingkungan. Para peneliti perilaku konsumen juga
semakin banyak yang tertarik dan menekuni topik kepuasan pelanggan
dalam rangka mengupayakan pemecahan yang maksimum dari
pemenuhan kepuasan pelanggan.
Menurut Schnaars (1991), pada dasarnya tujuan dari suatu
bisnis adalah untuk menciptakan para pelanggan yang merasa puas.
Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa

manfaat, di antaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggannya
menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang
dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu
rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan
bagi perusahaan (Tjiptono, 1994). Ada beberapa pakar yang
memberikan definisi mengenaI kepuasan/ketidakpuasan pelanggan.
Day (dalam Tse dan Wilton, 1988) menyatakan bahwa
kepuasan/ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan
terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan
antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja
aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Wilkie (1990)
mendefinisikan sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi
terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Engel, et al.,
(1996) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi
purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau
melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul
apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Kotler, et al., (1996)
menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan
dibandingkan dengan harapannya.
Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan
antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Pengertian ini
didasarkan pada disconfirmation paradigm dari Oliver (dalam Engel, et
al., 1990; Pawitra, 1993).

Meskipun umumnya definisi yang diberikan di atas
menitikberatkan pada kepuasan/ketidakpuasan terhadap produk atau
jasa, pengertian tersebut juga dapat diterapkan dalam penilaian
kepuasan/ketidakpuasan terhadap suatu perusahaan tertentu karena
keduanya berkaitan erat (Peterson dan Wilson, 1992; Pawitra, 1993).
Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap produk, jasa, atau
perusahaan tertentu, konsumen umumnya mengacu pada berbagai
faktor atau dimensi. Faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi
kepuasan terhadap suatu produk manufaktur (Garvin dalam Lovelock,
1994; Peppard dan Rowland, 1995) antara lain meliputi:
1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti
(core product) yang dibeli, misalnya kecepatan, konsumsi bahan
bakar, jumlah penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan
kenyamanan dalam mengemudi, dan sebagainya.

2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik
sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan
eksterior seperti dash board, AC, sound system, door lock, power
steering, dan sebagainya.
3. Keandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami
kerusakan atau gagal dipakai, misalnya mobil tidak sering
macet/rewel/rusak.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications),
yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi
standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya
standar keamanan dan emisi terpenuhi, seperti ukuran as roda
untuk truk tentunya harus lebih besar daripada mobil sedan.
5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk
tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis
maupun umur ekonomis penggunaan mobil. Umumnya daya tahan
mobil buatan Amerika atau Eropa lebih baik daripada mobil buatan
Jepang.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan,
mudah direparasi serta penanganan keluhan yang memuaskan.
Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan,
tetapi juga sela proses penjualan hingga purna jual, yang juga
mencakup pelayanan reparasi dan ketersediaan komponen yang
dibutuhkan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya
bentuk fisik mobil yang menarik, model/desain yang artistik, warna,
dan sebagainya.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan
reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut/ciriciri
produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan
kualitasnya dari aspek harga, nama merek, iklan, reputasi

perusahaan maupun negara pembuatnya. Umumnya orang akan
menganggap merek Mercedez Roll Royce, Porsche, dan BMW
sebagai jaminan mutu
Sementara itu dalam mengevaluasi jasa yang bersifat
intangible, konsumen umumnya menggunakan beberapa atribut atau
faktor berikut (Parasuraman, et al., 1985):
1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,
pegawai, dan sarana komunikasi.
2. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan
yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf dan
karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan
pelayanan dengan tanggap.
4. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan,
kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas
dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami
kebutuhan pelanggan.
Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap suatu perusahaan
tertentu, faktor-faktor penentu yang digunakan bisa berupa kombinasi
dari faktor penentu kepuasan terhadap produk dan jasa. Umumnya
yang sering digunakan konsumen adalah aspek pelayanan dan kualitas
barang atau jasa yang dibeli.

0 komentar:

Post a Comment