model kebaya
hegemoni budaya barat, melalui multi media informasi, eksistensi kebaya berkembang
pesat seiring dengan trend fashion global. Kemampuan kebaya untuk berkolaboratif
dalam padu-padan membuat eksistensinya tidak usang ditelan zaman. Terlebih dengan
semakin terbukanya pemahaman terhadap makna desain visual kebaya, menambah
cakrawala baru dalam pilihan kebaya. Kesan ”gender” dalam makna visual desain
kebaya menjadi salah satu dari akibat perkembangannya, seperti kebaya yang memiliki
kesan maskulin dan kebaya kesan feminin.
Kata kunci: Kebaya, Abad 21, Gender
PENDAHULUAN
contoh model kebaya |
seribu keprihatinan atas keadaan yang menimpa kaum hawa saat itu yang berada dalam
keterbelakangan peran di segala aspek kehidupan, telah mampu memberikan angin segar
bagi dibukanya jendela penyadaran dan keterbukaan berfikir eksistensi diri wanita dalam
menggapai persamaan hak dan peranan sosial. Konotasi wanita dalam perkembangannya
tidak lagi sekedar merupakan ”konco wingking” yang meski tunduk siang-malam
”miturut manut” tanpa dapat menyuarakan alternatif pilihan batin dan cita-citanya.
Landasan segala pemikiran modern Kartini yang sudah digelorakan sejak awal abad 20
itu memberi picuan wanita modern Indonesia untuk menggeser, merubah, merobek
patron, memberikan makna baru, makna beda terhadap kemapanan eksistensi pria yang
selama itu menghegemoninya. Dalam pemikiran barunya, ada kekuatan menembus celah
patron nilai eksistensi laki-perempuan tidak dalam keadaan yang kontras berhadaphadapan,
tetapi dalam perspektif yang seimbang, bahkan dalam situasi tertentu terkadang
eksistensi itu dapat berubah, tumpang tindih akibat perkembangan peranan yang
dijalankannya.
Sejarah panjang masa lampau, sebelum Kartini muncul dengan jargon
”emansipasi wanita”nya, sebenarnya peranan wanita dalam politik maupun usaha sudah
terlihat, seperti munculnya banyak ratu di Jawa seperti Ratu Sima, Ratu Kalinyamat, Ratu
Tribuana Tungga yang cukup memiliki peranan, dan sempat mengukir prestasi sejarah
Nusantara dimasa lampau. Di Jawa gelar kebangsawanan dapat diturunkan baik lewat
wanita maupun pria. Masyarakat Indonesia bagian timur sering menyebut adanya
pembagian tugas dan kekuasaan yang merata antara kedua jenis kelamin. Perihal peranan
wanita itu juga terlihat dalam salah satu seni pertunjukan wayang yang merupakan
manivestasi budaya Jawa, yakni dengan memunculkanya tokoh Sri Kandi yang memiliki
kecanggihan memegang senjata panah dalam peperangan Denys Lombard 2005.
Ilustrasi itu memberikan petunjuk bahwa peranan wanita dalam kehidupan sehari-hari
bukan semata-mata dihasilkan dari keterpengaruhan dengan budaya barat yang modern,
tetapi justru budaya luhur kita telah mampu memberikan ”pitutur”.
0 komentar:
Post a Comment