, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

baju pengantin

 baju pengantin














Rancangan busana pengantin wanita gaya barat

dengan corak Sido Mulyo untuk resepsi

Pengantar Karya Tugas Akhir


 
Kemajuan jaman dan teknologi memberi berbagai pilihan produk untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Salah satu diantaranya kemajuan yang terjadi di
dunia pakaian. Awalnya pakaian yang dikenakan manusia untuk penutup tubuh
agar terlindung dari cuaca dingin dan panas, serta menghindari gangguan
hewan. Waktu itu penutup tubuh dapat berupa lembaran dedaunan, kulit pohon,
atau kulit hewan, yaitu segala sesuatu yang ada di alam sekitarnya. Dalam
perkembangannya fungsi pakaian mengalami perubahan, tidak hanya untuk
menutup tubuh tapi juga sebagai penentu status tingkat sosial dan pergaulan di
masyarakat.

Di Indonesia masalah mode baru terpikirkan jauh setelah masa
kemerdekaan. Dapat dikatakan selama 350 tahun di jajah, meski dunia sudah
mulai berbicara masalah mode, tetapi Indonesia masih harus berjuang untuk
dapat berpakaian. Keadaan saat ini wajar saja mengingatkan selama masa
perjuangan untuk dapat menghirup udara merdeka manusia Indonesia sudah
merasa cukup apabila unsur kesopanan dan kesehatan melalui berpakaian
minimal terpenuhi. Namun demikian pada masa itu ternyata sudah ada
kelompok masyarakat yang berkesempatan untuk bergaya cara barat dan
meninggalkan kostum tradisional sebagai busana sehari–hari. (TH. Widyastuti,2000, h : 84). Hal ini tampak pada tahun 1811 mode barat dengan resmi dikenakan di Indonesia. (Moh. Alim Zaman, 2001, h : 3).

Setiap suku daerah selalu memiliki tata kostum yang berbeda, antara lain:
kostum kebesaran, upacara, dan sehari–hari. Di Indonesia kostum yang
dikenakan sebagian besar berupa lembaran kain yang di motif, salah satu
contoh kain dari kota Solo yang proses pembuatan motifnya dengan di batik
yaitu menutup sebagian permukaan kain dengan lilin (malam) sebagai
pembatas kemudian dicelup dengan pewarna batik. Corak Sido Mulyo
merupakan salah satu corak yang dikenakan dengan busana pengantin
tradisional bergaya Solo Putri, yang memiliki arti Sido : terus–menerus dan
Mulyo adalah mulia. Corak Sido Mulyo memiliki arti yang sama dengan corak
Sido Luhur ataupun Sido Mukti, yaitu corak yang dipakai pengantin wanita dan
pria pada upacara perkawinan dinamakan kembaran (sepasang). Jadi dapat
disimpulkan bahwa ragam hias ini melambangkan harapan masa depan yang
baik penuh kebahagiaan yang kekal untuk kedua mempelai. (Nian S.Djoemena, 1990, h : 12).

Sebelum masyarakat Indonesia mengenal busana yang bergaya, negara
lain sudah mengenakan busana dengan berbagai gaya lebih dari 5.000 tahun
yang lalu, salah satunya adalah gaya Biedermeyer yang hadir pada tahun 1815
sampai 1841 yang menghadirkan perempuan romantis dan sosok ibu rumah
tangga. Perpaduan antara rok yang lebar, pinggang ramping, dan bagian atas
yang sangat bervolume menghadirkan “siluet jam pasir”, siluet khas kostum
Biedermeyer. (Moh. Alim Zaman, 2001, h : 128)

Dari kedua gaya ini penulis ingin menyatukannya ke dalam busana
pengantin bergaya barat. Dari hasil perbaduan itu mewujudkan garis desain
yang modern bernuansa tradisi. Untuk menyempurnakan keseluruhan dari
penampilan berbusana pengantin, tata rias wajah dan rambut diarahkan ke gaya
modern dengan tidak meninggalkan nuansa tradisi.

0 komentar:

Post a Comment