CHIC MENGOLAH WASTRA INDONESIA
CHIC MENGOLAH WASTRA INDONESIA TENUN NTT |
TENUN NTT
Tenun NTT
Menenun sebenarnya bukanlah hal
yang “baru” dalam budaya manusia.
Sejak manusia menemukan teknologi
yang bisa mengolah tanaman kapas
menjadi benang, kegiatan menenun juga turut menjadi
bagian dari perjalanan panjang sejarah hidup umat
manusia. Karena setiap suku bangsa memiliki keragaman
budaya, tak mengherankan jika setiap daerah/negara/
budaya memiliki kain tenun dengan kekhasan tersendiri.
Karena itulah, Bumi Pertiwi juga memiliki kekayaan
budaya berupa kain tenun yang luar biasa beragam.
Dan kain tenun asal Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
merupakan salah satunya!
NTT merupakan propinsi kepulauan yang terdiri
atas tiga pulau besar, yaitu Sumbawa, Flores, dan Timor,
serta beberapa pulau kecil seperti Rote, Ndao, Sawu,
dan masih banyak lagi. NTT memiliki keragaman budaya
yang sangat kaya, yaitu terdiri atas puluhan suku dengan
lebih dari 100 dialek bahasa dan beragam adat istiadat.
Perbedaan letak geografis serta beragam budaya yang
“singgah” di tiap-tiap pulau juga memberi pengaruh
besar pada perkembangan budaya di propinsi ini.
Meski memiliki ada istiadat yang berbeda namun
ternyata terdapat satu kesamaan di antara semua suku
yang tersebar di kepulauan NTT, yaitu mereka mewarisi
tradisi membuat kain tenun. Apalagi iklim kepulauan NTT
memungkinkan tanaman kapas yang menjadi bahan
utama pembuatan kain tenun dapat berkembang subur.
Uniknya, ragam hias dari kain tenun yang dihasilkan
setiap suku memiliki ciri khas tersendiri dengan “benang
merah” berupa motif tokoh mitos, hewan, dan tumbuhan
yang ada di sekeliling, serta wujud abstraktif.
Dalam budaya masyarakat NTT, kain tenun memiliki
banyak kegunaan, yaitu sebagai sarung, selimut, dan
selendang.
Sedangkan ditilik dari cara pembuatannya,
kain tenun NTT terbagai atas 3 jenis:
• Tenun Ikat, karena pembentukan motifnya diperoleh
dari proses pengikatan benang yang kemudian dicelup
warna. Bagian yang tidak diikat akan menyerap warna
celupan. Di NTT, benang yang diikat adalah benang
lungsi, sedangkan didaerah lain di Indonesia ada yang
mengikat benang pakannya.
Daerah penyebaran kain tenun ikat hampir merata di
seluruh NTT kecuali daerah Manggarai dan sebagian
daerah Ngada.
• Tenun Buna (berasal dari istilah yang ada di daerah
Timor Tengah Utara), karena proses menenun dalam
membuat ragam hias menggunakan benang yang
telah diwarnai terlebih dahulu. Penyebaran kain tenun
Buna mencakup daerah Kupang, Belu serta Timor
Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara.
• Tenun Lotis/Sotis/Songket, yang proses
pembuatannya mirip dengan pembuatan tenun
Buna, yaitu memakai benang yang telah diwarnai.
Jenis kain tenun ini banyak ditemukan di beberapa
daerah di Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah
Utara, Belu, Alor, Flores Timur, Lembata, Sikka, Ngada,
Manggarai.
Pada masa lampau kain tenun kerap dipergunakan
oleh masyarakat Sumba sebagai alat tukar menukar.
Bahkan kain tenun juga dianggap sebagai benda
bernilai tinggi yang bisa membedakan strata seseorang.
Jenis kain tenun yang terkenal dari Sumba antara lain
adalah Hinggi dan Lau. Hinggi adalah kain panjang
berukuran dua meter yang berfungsi sebagai selimut,
selendang, atau kain yang dililitkan di pinggang kaum
pria. Sedangkan Lau adalah kain tenun beraksen teknik
songket yang dipakai sebagai sarung oleh kaum wanita.
Dalam proses pewarnaan, kain tenun asal Sumba banyak
menggunakan warna biru indigo yang diperoleh dari
daun tarum dan cokelat kemerahan yang diperoleh
dari tanaman mengkudu. Ada juga kain tenun Sumba
bernuansa kuning kemiri yang proses pewarnaanya
diperoleh dari tanaman kemiri dan kunyit. Tenun Sumba
(baik Sumba Barat maupun Sumba Timur) memiliki ciri
Tenun NTT
0 komentar:
Post a Comment