Busana |
Busana
Busana adalah kebutuhan primer di samping kebutuhan pangan dan tempat
tinggal. Memiliki corak yang selalu berubah, berkembang sesuai dengan
perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu dipergunakan
manusia sebagai pelindung tubuh dari rasa dingin, panas, dan gigitan binatang
atau serangga. Pada zaman prasejarah orang menutupi tubuhnya dengan daun-
daunan maupun kulit pohon. Di masa kini, pakaian tidak lagi sebagai penutup
tubuh, melainkan dibuat dengan desain menarik yang membutuhkan daya cipta,
rasa karsa dan karya sebagai hasil kreativitas manusia.
Berbusana bukan hanya sekedar mengenakan pakaian, pilihan busana yang
tepat sesuai dengan kesempatan dan kepribadian pemakainya menjadikan
penampilan wanita lebih mengesankan (Hartatiati Sulistio, 2004 : 5).
Pengembangan atau perubahan bentuk dan model busana juga menyesuaikan
dengan kesempatan pemakaian. Berdasarkan kesempatan pemakaiannya busana
dapat dijelaskan antara lain, busana untuk sekolah, busana santai, busana untuk
pesta dan busana untuk kerja. Sesuai perkembangan zaman, banyak wanita yang
sudah bekerja terutama bekerja di perkantoran sehingga permintaan akan busana
kerja makin hari makin meningkat tentunya dengan model busana yang semakin
beragam.
Selama ini busana dengan segala model dan bentuk banyak didominasi
kaum wanita karena selain memperhatikan penampilan, wanita suka hal yang
indah dan setiap orang mempunyai gaya pribadi dalam berbusana yang erat
kaitannya dengan selera dan cita rasa mode yang dimilikinya, tidak dipaksakan
dan sangat unik. Seorang wanita terlebih lagi akan merasa memiliki kebanggaan
tersendiri apabila dapat tampil dengan busana yang indah, dijahit secara halus
yang diselesaikan secara tailoring. Tailoring merupakan salah satu teknik
menjahit halus dengan mutu tinggi, maka bagian luar dan dalam busana tersebut
sama rapinya (Goet Poespo, 2009 : 7 ). Busana tailoring dapat membentuk tubuh
sipemakai menjadi lebih baik, menutupi bagian-bagian yang kurang seperti,
bentuk dada dan pinggang yang terlalu kecil. Busana tailoring untuk wanita
bermacam-macam bentuknya, salah satunya adalah blazer. Teknik jahitan yang
digunakan untuk menjahit blazer lebih banyak menggunakan teknik tailoring
sehingga dalam pembuatan blazer memerlukan waktu yang tidak singkat.
Memperhatikan proses pembuatan blazer yang menggunakan teknik tailoring dan
membutuhkan waktu yang cukup lama, cukup mahal, sehingga pemakainya
berasal dari kalangan menengah keatas.
Blazer adalah jaket ringan yang longgar tetapi mengikuti bentuk potongan
badan wanita (Porrie Muliawan, 2012 : 113). Penggunaan blazer dapat dipadu
padankan dengan gaun, rok dan celana panjang yang dapat dilengkapi dengan blus
dalam ataupun tidak. Blazer ini banyak digunakan untuk busana kerja atau sebagai
busana resmi. Ciri-ciri blazer adalah model yang menggunakan kerah, garis hias,
belahan kancing, saku dalam paspoille.
Kualitas blazer yang baik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor
yang paling utama mempengaruhi kualitas blazer adalah teknik pembuatannya.
Teknik yang baik digunakan dalam pembuatan blazer adalah dengan teknik
tailoring. Teknik ini sangat baik karena semua jahitan diselesaikan dengan halus
bagian luar dan dalamnya sama rapi. Agar menghasilkan blazer yang baik
digunakan bahan pelapis sebagai pembentuk. Penggunaan bahan pelapis dalam
pembuatan blazer harus diperhatikan penempatannya, misalnya bahan pelapis
untuk pembentuk dan bahan pelapis sebagai penyelesaian akhir semuanya harus
sesuai dengan kegunaan dan penempatannya agar terlihat lebih rapi.
Penggunaan bahan pelapis yang umum digunakan oleh penjahit biasanya
adalah pelapis vliseline (Non Woven) karena pelapis tersebut harganya terjangkau
jadi dianggap lebih ekonomis. Namun adapun penjahit yang lebih mementingkan
hasil jahitan yang lebih baik dengan menggunakan interfacing yang kualitasnya
lebih baik seperti cufner (woven) dan kain gula (Non Woven). Penggunaan pelapis
yang berbeda akan mendapatkan hasil yang berbeda pula, karena bahan pelapis
yang satu dengan yang lain memiliki tekstur, perekat dan sifat yang berbeda pula.
Cufner (woven) bertekstur halus bahannya tipis hingga tebal dan berperekat
sedangkan kain gula (Non Woven) bertekstur lembut maupun kasar dan
mempunyai perekat. Kedua jenis bahan pelapis terdapat perbedaan sehingga ada
kemungkinan dalam penggunaannya akan mendapatkan hasil yang berbeda pula.
Semua jenis bahan pelapis dapat digunakan dalam pembuatan blazer, namun
masing-masing bahan pelapis memiliki ciri-ciri, kualitas dan hasilnyapun
dimungkinkan berbeda. Tujuan pemberian bahan pelapis adalah memberikan
bentuk busana menjadi lebih bagus, rapi dan menghasilkan busana yang lebih baik
kualitasnya, sehingga dapat menaikan nilai jual dari busana itu sendiri.
Bahan pelapis non woven dan woven yang digunakan dapat
mempengaruhi tekstur kain, baik kain yang dari jenis katun, polyester, kain
tembus terang, kain batik, dan teknik pengepresan. Penggunaan kain gula dan
cufner sama-sama digunakan pada kain katun hasilnya berbeda, kain katun yang
menggunakan cufner hasilnya lebih lembut dan lebih lentur dibandingkan dengan
kain katun yang menggunakan pelapis kain gula teksturnya menjadi kaku.
Kemudian ketika dipegang kain yang diberi cufner lebih nyaman sedangkan yang
menggunakan kain gula dipegang terasa panas begitu pula dengan jenis kain yang
lainnya. Jenis pelapis woven yang umum digunakan selain cufner yaitu hasel,
memiliki kesamaan yaitu berperekat dan lembut namun tenunannya lebih jarang,
berbulu dan lebih tipis, digunakan sebagai pelapis pada kain dan hasilnya sama
dengan cufner lebih lembut dibandingkan kain gula. Namun dari bentuk pakaian
yang menggunakan pelapis kain gula bentuknya lebih bagus dan lebih tegas pada
bagian-bagian tertentu misalnya, pada garis patah kerah dan bentuk saku klep.
Selain itu pembuatan blazer juga mengalami proses pengepresan,
pengepresan dilakukan setiap selesai menjahit bagian-bagian tertentu dan
terutama ketika memberi atau memasang bahan pelapis. Karena pada umumnya
bahan pelapis yang digunakan memiliki perekat sehingga perlu dipress terlebih
dahulu. Pengepresan dapat dilakukan dengan menggunakan setrika biasa, setrika
uap dan mesin press. Pengpresan bahan pelapis dengan menggunakan mesin pres
akan mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan
setrika biasa, karena semua bagian yang akan diberikan pelapis dimasukan secara
bersamaan kedalam mesin press dan suhu yang digunakan bisa diatur sesuai
dengan jenis bahan yang akan dipress dan waktu yang digunakan untuk
mengepress lebih singkat. Namun tidak menutup kemungkinan juga untuk
menggunakan setrika biasa sebagai alat press, karena tidak semua penjahit
mempunyai mesin press. Berdasarkan eksperimen awal ditemukan bahwa
mengepress interfacing menggunakan langsung dengan setrika tanpa ditutup
dengan alas untuk bahan pelapis kain gula akan memberikan hasil yang kurang
baik, karena interfacing akan berkerut ketika terkena panas setrika langsung.
Berbeda dengan interfacing woven apabila disetrika langsung tanpa ditutup alas
tidak akan terjadi mengkerut. Namun lebih baik ketika mengepress kedua jenis
pelapis tersebut dengan menggunakan atau menyemprotkan air pada permukaan
pelapis terlebih dahulu sebelum disetrika, karena akan memberikan hasil lekat
yang lebih kuat dan sulit untuk dilepaskan.
Melakukan pengepresan dengan menggunakan dua jenis bahan pelapis
yang berbeda tentunya mengalami perlakuan yang berbeda pula. Namun dalam
penelitian ini proses pengepresan menggunakan setrika biasa seperti pada
umumnya yang digunakan oleh penjahit. Kedua jenis bahan pelapis tersebut (kain
gula dan cufner) sama-sama memiliki perekat namun memiliki daya elastisitas
yang berbeda, sehingga dalam penggunaannya mengalami perlakuan yang
berbeda mulai dari saat memotong sampai mengepres. Bahan pelapis yang
memiliki daya elastisitas kurang ketika memotong sudah sesuai ukuran namun
ketika sudah dipres ukuran jadi berkurang karena mengalami penyusutan dan ada
kemungkinan ketika dikenakan kurang memberikan rasa nyaman.
0 komentar:
Post a Comment