MODEL KOPONTREN PRODUKTIF
MODEL KOPONTREN PRODUKTIF |
cara membuat pola baju kutu baru - PENGELOLA UNIT USAHA AGRIBISNIS MELINJO
Diabstraksikan oleh
Prof Dr Ir Soemarno MS
Bahan kajian dalam MK. Metode Penrencanaan Wilayah
PM-PSLP PPSUB 2010
I. PENDAHULUAN
Tanaman melinjo dapat tumbuh pada berbagai kondisi agroklimat, tersebar pada ketinggian tempat 0-1.200 m dpl. Dengan demikian, tanaman melinjo dapat tumbuh di pegunungan berhawa lembab, juga didataran rendah yang relatif kering. Namun agar dapat berproduksi secara maksimal, melinjo sebaiknya ditanam di dataran rendah yang ketinggiannya tidak lebih dari 400 m dpl dan dengan curah hujan sekitar 3.000-5.000 mm/tahun merata sepanjang tahun.
Pohon melinjo sudah dapat dipanen setelah berumur 5-6 tahun. Panen dilakukan dua kali setahun. Panen besar sekitar bulan Mei-Juli, sedangkan panen kecil sekitar bulan Oktober-Desember. Sedangkan pemungutan bunga dan daun muda dapat dilakukan kapan saja. Hasil melinjo per pohon untuk tanaman melinjo yang sudah dewasa bervariasi antara 15.000-20.000 biji. Menurut petani, tanaman melinjo umur 15 tahun hasil produksi buahnya mencapai 50 kg klatak (buah yang telah dikupas kulitnya) sekali panen, berarti produksi yang diperoleh klatak 100 kg/pohon/tahun. Berbagai bagian dari pohon melinjo dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Diantaranya, daun, biji melinjo dan kulit biji melinjo sering dimanfaatkan sebagai bahan untuk sayur. Selain itu, bijinya juga dapat diolah menjadi emping.
Emping melinjo adalah sejenis keripik yang dibuat dari biji melinjo yang telah tua. Proses pembuatan emping tidak sulit dan dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat sederhana. Emping melinjo merupakan salah satu komoditi pengolahan hasil pertanian yang memiliki nilai tinggi, baik karena harga jual yang relatif tinggi maupun sebagai komoditi ekspor yang dapat mendatangkan devisa. Sejauh ini, emping-melionjo dapat diekspor ke negara-negara tetangga di antaranya ke Singapura, Malaysia dan Brunei. Bahkan, pasar ekspor yang potensial menjangkau Jepang, Eropa dan Amerika.
Wilayah Jawa Timur memiliki lahan pekarangan yang sangat luas sekitar 530.200 ha, tanahnya subur dengan kondisi iklim yang mendukung untuk tumbuhnya tanaman melinjo dan berbagai jenis tanaman penunjangnya yang bernilai ekonomis tinggi. Sebagian dari potensi sumberdaya lahan ini sekarang masih belum digarap secara intensif dan sebagian lainnya termasuk lahan kritis yang terancam oleh bahaya erosi yang sangat tinggi. Salah satu kendala serius yang saat ini dihadapi oleh pemilik lahan adalah keterbatasan modal usaha dan tingginya harga harga sarana produksi pertanian.
Wilayah pedesaan biasanya memiliki tenaga kerja yang sangat banyak dengan kualifikasi agraris yang cukup baik. Sebagian besar dari mereka ini sekarang sedang mengalami dampak krisis ekonomi, yaitu kesulitan mendapatkan pekerjaan di luar sektor agrokompleks dan terbatasnya kesempatan kerja di sektor pertanian tradisional.
Di Jawa Timur terdapat potensi Perguruan Tinggi bidang agrokompleks sangat besar, terutama sebagai sumber informasi agroteknologi dan sumberdaya keahlian. Salah satu perguruan tinggi yang mengembangkan bidang-bidang yang ada kaitannya dengan pembangunan masyarakat desa adalah Universitas Brawijaya. Dalam rangka program Tri Darma Perguruan Tinggi, telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan seperti penelitian-penelitian, KKN (Kuliah Kerja Nyata), Praktek Kerja Lapangan (PKL), Peneli¬tian Skripsi Mahasiswa, Program Kaji Tindak Penerapan Teknol¬ogi Tepat Guna, Kegiatan Penyuluhan Lapangan, Praktek Lapan¬gan Mahasiswa, dan lainnya. Kegiatan-kegiatan ini merupakan peluang untuk dimanfaatkan dalam program kemitraan yang melibatkan petani, buruh tani serta kelembagaan sosial tradisional yang ada di wilayah pedesaan, seperti KOPERASI dan PONPES.
Potensi KOPONTREN di Kabupaten Ponorogo sangat besar; tidak kurang dari 2500 buah PONPES besar dan kecil tersebar di hampir seluruh wilayah Jawa Timur. PONPES ini mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kehidupan masyarakat pede¬saan di sekitarnya. Melalui berbagai aktivitas yang dilakukan oleh para santri dan para Kyai yang melibatkan majelis maje¬lis ta’lim, PONPES mempunyai peran yang sangat besar sebagai agent pembaharu dalam lingkungan masyarakat pedesaan.
Memperhatikan potensi potensi yang ada di daerah-daerah seperti yang disajikan di atas, maka perlu dijalin kerjasama kemitraan antara Petani/buruh tani - KOPONTREN - Perguruan Tinggi - Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan segenap jajarannya, dalam memanfaatkan potensi lahan pekarangan untuk memproduksi komoditas melinjo yang bernilai ekonomis tinggi dan sekaligus melestarikan sumberdaya lahan. Model kemitraan seperti ini dapat dirumuskan dalam “PEMBERDAYAAN KOPERASI PONDOK PESANTREN (KOPONTREN) SEBAGAI PENGELOLA HUTAN RAKYAT BERBASIS AGRIBISNIS MELINJO - LEBAH MADU melalui pola-pola kemitraan”.
Hutan rakyat Desa Bumiayu merupakan salah satu hasil program penghijauan oleh pemerintah yang mampu memberikan manfaat bagi masyarakat baik dari segi ekonomi maupun ekologi. Dalam pemberian bibit-bibit pohon penghijauan, pemerintah seringkali mengabaikan kepentingan masyarakat, yang pada akhirnya terjadi ketidaksesuaian jenis pohon yang diberikan dengan kesukaan masyarakat. Preferensi masyarakat terhadap jenis pohon yang ditanam di hutan rakyat ditentukan oleh motivasi ekonomi. Jenis pohon yang banyak disukai masyarakat untuk ditanam di hutan rakyat adalah: melinjo (Gnetum gnemon) dengan persentase hingga 90% dan memiliki jumlah pohon terbanyak, kemudian petai (Parkia speciosa) dengan persentase 100%, karet (Hovea brasiliensis) dengan persentase 75%, dan yang paling sedikit disukai untuk ditanam adalah cempaka (Michelia champaca) dengan persentase 10%. Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi antara lain: faktor ekonomi, faktor ekologi, dan faktor kebijakan pemerintah. Adapun faktor yang paling besar mempengaruhi preferensi adalah faktor ekonomi, karena nilai ekonomi jenis pohon yang ditanam akan berpengaruh pendapatan masyarakat.
II. TUJUAN KEMITRAAN
Tujuan utama dari model kemitraan ini ialah mengembangkan Sistem Hutan Rakyat berbasis Melinjo - Lebah madu yang dikelola oleh KOPERASI Pesantren sebagai lembaga ekonomi rakyat yang mandiri dan mengakar di masyarakat. Secara lebih spesifik tujuan kemitraan dapat dirinci sbb:
1. Meningkatkan produksi komoditas melinjo dan komoditas penunjangnya seperti tanaman pangan (jagung, sayuran dan ubi-ubian-garut), komoditas ternak (lebah madu), komoditas hutan rakyat (lamtoro gung, sengon, akasia, kaliandra, randu, gleriside), melalui penggarapan lahan lahan pekarangan yang belum digarap secara intensif (termasuk lahan kering kritis) yang dikoordinasi oleh KOPONTREN. Target areal melinjo pekarangan untuk setiap unit KOPPONTREN adalah 100 ha dengan jumlah stup lebah madu sekitar 1000 - 1500 stup.
2. Meningkatkan pendapatan petani kecil/buruh tani dan masya¬rakat pedesaan melalui program Kemitraan KOPPONTREN dengan komoditi disain:
(a). Model HURA Melinjo + Lebah Madu + Lamtoro gung
(b). Model HURA Mejinjo + Lebah Madu + Acacia mangium
(c). Model HURA Melinjo + Lebah Madu + Kaliandra
(d). Model HURA Melinjo + Lebah Madu + Sengon
(e). Model HURA Melinjo + Lebah Madu + Aneka buah-buahan
3. Menciptakan lapangan usaha dan kesempatan kerja yang dapat diakses oleh angkatan kerja pedesaan yang kehilangan pekerjaan akibat dampak krisis ekonomi. Penyerapan tenagakerja pedesaan dalam kurun waktu setahun untuk setiap unit KOPONTREN (100 ha) sekitar 10.000 - 15.000 HOK.
4. Meningkatkan peran serta KOPONTREN dan Perguruan Tinggi dalam ikut serta memberdayakan ekonomi rakyat, khususnya di wilayah pedesaan sekitar Pesantren.
5. Meningkatkan kualifikasi KOPONTREN yang ada untuk mampu mengelola unit-unit usaha agrobisnis melinjo pada lahan pekarangan dengan komponen penunjangnya lebah madu.
III. RUANG LINGKUP KONSEP KEMITRAAN
AGRIBISNIS MELINJO BERBASIS HUTAN RAKYAT
3.1. Konsep Hutan Rakyat
“Hutan rakyat didefinisikan sebagai "Sebidang lahan (milik masyarakat dan/atau pribadi) dengan batas-batas tertentu, yang ada bangunan tempat tinggal dan /atau tanaman hutan rakyat serta mempun¬yai hubungan fungsional baik ekonomi, biofisik serta sosial budaya dengan masyarakat sekitarnya ".
Luas lahan potensial untuk hutan rakyat di Jawa Timur diperkirakan mencapai lebih 4000 ha. Apabila dikaitkan dengan wilayah desa miskin di daerah pede¬saan yang di Jawa Timur tercatat tersebar hampir di seluruh daerah Tingkat II dan 22 daerah Tingkat II (dari 37 Daerah Tk II di Jawa Timur) termasuk wilayah yang mempunyai desa miskin lebih dari 50%.
Ciri-ciri lahan kering potensial di wilayah Jawa Timur identik dengan ciri lahan kritis, yaitu keadaan fisio¬grafis lahan yang beragam mulai dari kelerengannya, struktur tanah, kedalaman solum, kesuburan tanah serta cara-cara pengelolaan petani yang seadanya, tanpa atau sedikit penggunaan pupuk organik mapun anorganik. Sehingga hasil tanaman pangan (ubi kayu, jagung, kacang- kacangan dan sayuran) dan tanaman keras (kelapa, mangga, kopi) yang dihasilkan dikategorikan rendah.
Tata ruang petani terhadap pekarangan mereka umumnya masih memprihatinkan, hal ini dapat ditandai rumah yang jadi satu dengan kandang ternak, tempat pembuangan kotoran yang terlalu dekat dengan sumur atau rumah, tidak terdapatnya parit atau saluran pembuang air, sampah-sampah yang tidak terkumpul, sistem tanam yang tidak teratur disatu pihak terlalu rapat, di tempat lain masih jarang tanamannya serta keadaan tanaman yang secara agronomis kurang menguntungkan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa jenis tanaman yang dibudida¬yakan petani di pekarangan mereka cukup beragam dengan hasil yang relatif rendah seperti tanaman tahunan jeruk, pete, kelapa, mangga, rambutan, sengon, mahoni, akasia, pisang. Jenis lain berupa tanaman pagar seperti Flemingia, Gliricidae, Turi (Sesbania). Sedangkan tana¬man pangan dan sayuran yang diusahakan adalah jagung, ubi kayu, kedele, kacang tanah, koro-koroan, kacang-kacangan dan rerumputan pakan ternak seperti rumput gajah, rumput setaria, kolomento dan wuluhan.
Berbagai jenis ternak juga diupayakan seperti sapi, kambing dan ayam buras, dalam jumlah yang relatif kecil dan umumnya untuk ternak besar bukanlah milik mereka tetapi memeliharakan ternaknya orang lain dengan sistem "gaduhan" yaitu pembagian keuntungan yang antara pemilik dan pemelihara ternak.
Sistem pengelolaan lahan (pekarangan dan tegal) kurang memp-erhatikan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air terutama untuk tanh-tanah miring (tanpa gulud, teras, rorak-rorak, saluran pembuan¬gan air maupun saluran diversi) sehingga masih perlu penanganan lebih intensif, terarah dan berkesinambungan. Di satu sisi pada musim kemarau air kurang tersedia, pada musim penghujan air berleb¬ihan dan membawa akibat negatif seperti banjir, erosi maupun tanah longsor.
Jenis-jenis tanaman yang mampu bertahan dan dapat berpro¬duksi dengan kondisi lahan pekarangan adalah tanaman kelapa, mangga, melinjo, mente, nangka, petai dan tanaman hutan seperti Acasia mangium, albizia, glirici¬dae, kaliandra , lamtoro gung, dan tanaman lain yang tahan adalah ubi kayu, kacang tunggak, pepaya dan pisang. Sehingga pemilihan jenis tanaman yang tepat sesuai dengan kondisi lahan petani diharapkan dapat membantu penyediaan pangan, gizi dan peningkatan pendapatan walaupun di wilayah tersebut sedang dalam keadaan kema¬rau.
Berdasarkan uraian-uraian di atas permasalahan pemanfaatan pekarangan yang kurang menunjang kehidupan petani pemiliknya adalah :
(1). Masalah kekurangan air pada musim kemarau .
(2). Masalah kelebihan air selama musim penghujan, sehingga limpasan air menyebabkan erosi terutama pada lahan-lahan yang miring.
(3). Masalah cara pemanfaatan lahan pekarangan pada saat tersedia air (air hujan) belum optimal.
(4). Masalah lingkungan hidup yang kurang sehat yang dikaitkan dengan tata ruang bangunan induk dan bangunan penunjang lainnya maupun macam kegiatan di pekarangan.
(5). Masalah terbatasnya kualitas sumberdaya manusia, penguasaan pengetahuan dan ketrampilan masih perlu ditingkatkan.
(6). Masalah modal dan manajemen yang masih sangat lemah sehingga potensi pekarangan tidak dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.
(7). Masalah kelembagaan dan peranannya dalam peningkatan pendapa¬tan penduduk, peningkatan modal yang tertanam di desa miskin, produktivitas lahan dan kelestarian usaha produksi maupun lingkungan dan sumberdaya alam.
3.2. Konsep Unit Usaha Agribisnis
Sistem agrobisnis melingkupi kegiatan kompleks yang dimulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai pemasaran produk usahatani dan/atau agroindustri yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam agrobisnis terdapat beberapa subsistem: (a) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya pertanian, (b) subsistem produksi pertanian atau usahatani, (c) subsistem pengolahan hasil hasil pertanian atau agroindustri dan (d) subsistem pemasaran hasil pertanian.
Penyediaan dan penyaluran sarana produksi mencakup semua kegiatan yang meliputi perencanaan, pengolahan, pengadaan dan penyaluran sarana produksi untuk memperlancar penerapan teknologi dalam usahatani dan memanfaatkan sumberdaya perta¬nian secara optimal. Teknologi yang dimaksud adalah teknik bercocok tanam, penggunaan bibit baru yang lebih baik, penggunaan pupuk dan pestisida. Untuk mendorong terciptanya sistem agrobisnis yang dinamis, khusus¬nya yang menunjang terlaksananya usahatani yang baik dan menjamin pemasaran hasil pertanian serta pengolahan hasil pertanian, diperlukan jasa dari pemerintah seperti jasa transportasi, jasa keuangan, jasa penyaluran dan perdagangan serta jasa penyuluhan. Sektor jasa akan menghu¬bungkan aktivitas subsistem yang terkait dalam agrobisnis.
Pengembangan agrobisnis haruslah diawali dengan perencanaan yang terdiri dari perencanaan lokasi, komoditas, teknologi, pola usahatani beserta skala usahanya untuk mencapai tingkat produksi yang optimal. Dalam pada itu tingkat pengola¬han hasil, harus diperluas dan diperbaiki mulai dari pengolahan sederhana hingga menjadi pengolahan lanjut yang mampu menembus segmen pasar lebih luas. Dalam subsistem pemasaranpun harus berubah yaitu dari pemasaran tradisional lokal, diperluas sampai ke region¬al dan ekspor. Untuk maksud tersebut diperlukan ketrampilan manajemen pemasaran, informasi pasar dan promosi.
Dalam kegiatan agrobisnis haruslah banyak banyak menerima informasi pasar untuk input maupun output. Agrobisnis merubah dan meningkatkan usahatani yang bersifat lokal, mikro menjadi usahatani yang lebih besar dan luas berskala usaha yang lebih besar; dapat menjangkau ruang lingkup yang lebih luas. Se¬hingga membutuhkan modal yang besar dan ini akan bersaing dengan usaha lain. Agrobisnis yang masih dalam tahap awal dan perkembangan membutuhkan dukungan dan pembinaan berupa pen¬didikan dan pelatihan serta kemitraan usaha. Tersedianya sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumber¬daya buatan manusia, sebagai modal dasar dalam mengembangkan agrobisnis. Kecukupan akan sumberdaya, maka pengembangan agrobisnis tergantung pada kemampuan manusia untuk memanfaat¬kannya. Kemampuan itu diwujudkan dalam bentuk teknologi yang diciptakannya.
3.3. Kelompok Usaha Bersama (KUBA) dan Kopontren
Secara garis besar tujuan KUBA dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
(1). Tujuan intern KUBA dan (2). Tujuan ekstern KUBA.
Tujuan intern KUBA yaitu :
(a) memenuhi kebutuhan para anggo¬tanya;
(b) menyediakan kesempatan kerja;
(c) meningkatkan pendapatan para anggotanya ;
(d) menghemat biaya pemasaran;
(e) media pendidikan untuk para anggotanya;
(f) mengurangi kerugian para anggota (efisien);
(g) mengembang¬kan cita cita para anggotanya;
(h) sebagai media pendidikan bagi para anggotanya dibidang usaha;
(i) KUBA dapat menyebar luaskan hasil hasil pembangunan dan dapat meningkatkan parti¬sipasi masyarakat dalam pembangunan.
Tujuan ekstern yaitu KUBA dapat memberi manfaat bagi masyarakat sekitarnya, dan dapat mengangkat tingkat perekonomian masyarakat kecil menja¬di tingkat perekonomian lebih atas.
Dari tujuan tersebut maka kegiatan KUBA hendaklah sejalan dengan pola pembangunan bidang agro-kompleks pada umumnya, yang mengandung 3 aspek pokok, yaitu :
(1) Wilayah terpadu yaitu keterpaduan antar sektoral, subsektoral pusat dan daerah; dan antar badan usaha, petani KUBA dengan Badan Usaha Swasta, petani KUBA dengan Badan Usaha Negara;
(2) Komoditas terpadu, yang didasarkan pada skala prioritas komoditas di suatu wilayah dengan mempertimbangkan keterpa¬duan dengan penyediaan sarana produksi proses produksi, penanganan pasca panen, pengolahan agroindustri pemasaran;
(3) Usaha terpadu, yaitu keterpaduan yang diarahkan pada usahatani dalam satu kesatuan kelompok, petani, kesatuan hamparan wilayah yang memenuhi skala ekonomi yang menguntung¬kan, keterpaduan komoditas dalam rangka mencapai tingkat pendapatan dan kesejahteraan pelaku usaha yang layak.
PETANI
plasma plasma
KOPERASI/
KOPPONTREN
PETANI (SEBAGAI INTI) PETANI
plasma plasma
PETANI (MAJELIS TA’LIM)
PENGUSAHA ASOSIASI
SARJANA PERG.TINGGI
BARU LULUS UNIBRAW
BURUHTANI PEMERINTAH DAERAH/PUSAT
(BRLKT, DINAS PKT, DISBUN
KANDEP KOPERASI &PKM
KANDEP DEPAG
KANDEP PERINDAG
DIPERTA)
KOPERASI /
KOPPONTREN
KUBA KUBA KUBA KELOMPOK
USAHA
PENDAMPING
PETANI/KELOMPOK TANI / MAJELIS TA’LIM
Perguruan Tinggi mengadakan pembinaan kepada KUBA yang dalam hal ini para pengurus dan anggotanya menurut bidang usaha masing masing. Petani maju/kontak tani sebagai kader pemban¬gunan (pertanian) berfungsi sebagai pendamping masyarakat sekitarnya.
Petani anggota KUBA sebagai plasma yang menerima teknologi dari KUBA. Perguruan Tinggi juga dapat mengadakan monitoring dan mengadakan evaluasi keberhasilan Program dengan mengguna¬kan ukuran ukuran tertentu.
BEBERAPA KENDALA INDUSTRI EMPING MELINJO
Dalam sebuah promosi potensi agroindustri emping melinjo di suatu daerah, beberapa orang peserta menampakkan pesimismenya bahwa emping melinjo berkaitan dnegan asam-urat. Tampaknya persepsi bahwa emping identik dengan asam urat sudah demikian merasuk dan menyebar ke masrakarat luas.
Melinjo (Gnetum gnemon), adalah tanaman asli Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Habitat tumbuhan ini tersebar dari Assam (India) sampai ke Fiji (Pasifik). Tanaman ini bisa tumbuh mulai dari dataran rendah sampai tinggi (0 sd. 1.200 m. dpl.) Bentuk tanaman berupa pohon setinggi 20 m. dan berbatang lurus.
Produk melinjo yang bernilai ekonomis adalah biji buah tuanya untuk emping; buah muda, bunga dan daun muda untuk sayur asam dan lodeh. Kulit buah tua juga memiliki nilai komersial cukupbaik untuk dikonsumsi sebagai bahan sayur.
Satu pohon melinjo yang sudah berumur di atas 5 tahun dan terawat baik, mampu menghasilkan biji melinjo sebanyak 50 kg. per pohon per tahun. Dengan harga Rp 5.000,- per kg. maka dari satu pohon melinjo dpat diperoleh pendapatan Rp 250.000,- Kalau populasi tanaman dalam satu hektar 400 pohon (jarak dalam 5 X 5 m.), maka hasil dari tiap hektar kebun melinjo adalah 20 ton melinjo senilai Rp 100.000.000,-
Pendapatan ini masih akan bertambah kalau kita memanen daun muda dan bunga jantannya. Sebab tanaman melinjo memang ada yang berumah satu (bunga jantan dan betina ada dalam satu pohon), ada juga yang berumah dua (bunga jantan dan betina terpisah dalam dua pohon). Jenis melinjo unggul yang selama ini banyak dikembangkan masyarakat secara komersial adalah melinjo medan yang bunga jantan serta betinanya terpisah pada pohon yang berbeda.
Kendala utama pengembangan agroindustri emping melinjo adalah kurangnya pasokan bahan baku. Beberapa sentra industri emping besar di Indonesia adalah Kec. Limpung di Kab. Batang, Jateng; dan Kec. Menes, Kab. Pandeglang, Banten. Irinisnya, di Kec. Limpung boleh dikatakan tidak ada tanaman melinjo. Di Menes dan Kab. Pandeglang pada umumnya, populasi tanaman melinjo masih cukup banyak. Meskipun bukan termasuk jenis melinjo unggul. Sentra-sentra emping lain yang tersebar di Jateng, DIY dan Jatim, relatif kecil jika dibandingkan dengan Limpung dan Menes. Namun kalau kita bicara populasi tanaman melinjo terbanyak, justru ada di Lampung. Sebenarnya bukan hanya lampung, melainkan seluruh pulau Sumatera. Karena pintu keluar melinjo Sumatera ini adalah Provinsi Lampung, maka dikenallah melinjo Sumatera ini sebagai melinjo lampung. Dari pelabuhan penyeberangan Bakauhuni ke Merak, melinjo lampung ini akan didistribusikan ke sentra-sentra emping yang tersebar di Jawa. Terutama ke Menes dan Limpung. Sebab meskipun populasi tanaman melinjo di Pandeglang bahkan Banten pada umumnya masih tinggi, namun populasi tersebut tetap tidak dapat mengimbangi permintaan industri emping. Karena suplai dari Lampung tetam sangat diandalkan oleh Menes. Hingga kadang-kadang ada hal yang tidak masuk akal. Melinjo sumatera itu sudah diangkut ke Batang di Jawa Tengah. tetapi karena ada informasi bahwa harga di Pandeglang jauh lebih tinggi, maka melinjo lampung yang sudah terlanjur masuk Jateng itu kembali dibawa ke Banten.
Sentra industri emping di Menes memang cukup besar. Ekspor ke Timur Tengah dan Eropa tersendat bukan karena kurangnya permintaan, tetapi justru karena pasokan melinjo segar yang selalu tertinggal. Para produsen dan padagang emping sendiri memang kurang begitu bergairah untuk melayani permintaan ekspor. Sebab, “main di pasar lokal pun masih sangat longgar, menguntungkan dan tidak repot.” Selain itu memang ada perbedaan jenis emping antara pasar lokal dengan ekspor. Pasar lokal lebih menghendaki emping tipis berukuran kecil (@ 2 – 3 biji melinjo). Sementara pasar ekspor menginginkan emping setengah utuh yang hanya terdiri dari satu biji melinjo dan dalam kondisi siap konsumsi. Kerepotan untuk melayani pasar ekspor memang sangat beralasan. Eksportir dari Menes yang mengirim ke Timur Tengah dan Eropa, sebenarnya masih dalam volume yang sangat kecil berupa emping tipis. Yang akan mengkonsumsi emping demikian hanyalah bangsa kita sendiri yang sedang merantau menjadi TKI atau para mahasiswa kita yang sedang belajar di Eropa sana. Karenanya persyaratan standar mutu produk lalu menjadi kurang penting. Kalau kita serius melayani permintaan emping setengah utuh tersebut, maka persyaratan standar mutu produk (Codex) dan standar Sanitary serta Pythosanitary (SPS) menjadi sangat penting. Adanya persyaratan yang ketat inilah antara lain yang juga menjadi alasan keengganan pelaku emping kita untuk melakukan ekspor.
Kendala psikologis dari para penentu keijakan (soal asam urat); kendala pasokan bahan mentah dan kendala persyaratan mutu (teknik produksi emping); adalah tiga permasalahan yang telah menghambat pertumbuhan agroindustri emping di Indonesia.
Melinjo adalah komoditas yang saat ini hanya berkambang baik di Indonesia, tidak ada di India dan Srilanka, tidak ada pula di negara Asean lainnya. Dalam konteks pengembangan produk ini, pertama-tama yang harus dilakukan adalah memutus hambatan psikologis dari para penentu kebijakan. Kalau ada orang anti emping-melinjo karena menderita sakit asam urat, bukan berarti penanaman melinjo harus dilarang dan industri emping berhenti. Ke dua, pengembangan areal pertanaman melinjo secara besar-besaran layak untuk dilakukan oleh daerah-daerah. Para penangkar benih di berbagai daerah telah siap dengan bibit melinjo unggul dalam jumlah jutaan batang per tahun. Balai Besar Industri Hasil Pertanian (BBIHP) di Bogor telah siap untuk mendisain mesin-mesin sederhana yang bisa memproduksi emping setengah utuh. Pasar sejak dulu sudah siap untuk menampungnya. Namun istilah “pasar yang sudah sejak dulu siap untuk menampungnya” ini jangan diartikan secara sederhana.
Kemudian pertanyaan yang muncul adalah, siapa yang memerlukan, berapa volumenya, mana teleponnya dan sebagainya. Sebab pengertian pasar dalam konteks ini adalah adanya peluang kebutuhan emping. Tetapi siapa yang akan menjadi grosir di kota-kota besar dan bahkan importir di luar negeri, masih perlu penggarapan yang akan makan waktu, biaya dan juga tenaga.
Agroindustri emping adalah bisnis yang sangat-sangat padat karya. Mulai dari panen, pengupasan kulit buah, proses pembuatan emping, pemasakan (oven) dan pengemasan, semuanya memerlukan tenaga kerja dalam jumlah yang sangat banyak. Memang agroindustri ini juga memerlukan modal besar. Namun nilai investasi tersebut relatif kecil jika dibanding dengan jumlahtenaga kerja yang bakal bisa diserap olehnya. Lain dengan aroindustri udang yang sangat padat modal.
Melinjo adalah komoditas yang sangat strategis bukan hanya untuk menghidupkan perekonomian rakyat, melainkan juga untuk prestise bangsa.
3.4. Faktor Pemberdayaan Unit Usaha Agribisnis
Membina KUBA berarti memberikan teknologi (IPTEK) baru yang diharapkan dapat diterima dan diterapkan oleh para anggota dan pengurus KUBA . Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepa¬tan proses penerimaan innovasi adalah : 1) sifat innovasi, 2) saluran komunikasi yang digunakan, 3) keadaan masyarakat (KUBA) yang akan menerima innovasi, 4) peran penyuluh, 5) jenis pengambilan keputusan. Teknologi innovasi yang akan di innovasikan kepada KUBA hendaklah mempertimbangkan persyara¬tan yaitu dari segi teknis, sosial dan ekonomi. Segi teknis bahwa teknologi mudah dilaksanakan oleh penerima; segi so¬sial, tidak bertentangan dengan kaidah kaidah atau norma masyarakat yang ada dan segi ekonomi, memberi keuntungan.
Saluran komunikasi mempengaruhi cepat lambatnya teknologi itu sampai pada obyek dengan metoda komunikasi yang tepat maka pesan itu dengan mudah diterima. Metoda komunikasi yang tepat di daerah pedesaan adala face to face atau kunjungan lang¬sung ke obyeknya. Kondisi masyarakat di lingkungan KUBA mempunyai karakteristik tersendiri sehingga diperlu¬kan metoda tertentu agar pesan (teknologi) itu mudah diteri-ma. Dalam pada itu peranan penyuluh mutlak. Dengan penyuluh yang berkualitas maka akan lebih mudah meyakinkan pesan yang diberikan kepada obyeknya.
Penyuluh lapangan sebagai pembina hendaklah memenuhi persyaratan :
(1) Menguasai ilmu pengetahuan (IPTEK),
(2) Pandai bergaul dengan meng¬hormati norma-norma yang ada,
(3) Mempunyai tekad dan ideal¬isme yang tinggi untuk mensukseskan programnya.
(3). Penyuluh hendaknya dapat dengan cepat mampu menganalisis situasi dan dapat membaca problema yang dihadapi oleh obyek dan segera mengambil langkah langkah untuk mengatasinya.
Pengambilan keputusan untuk menerima teknologi baru dilakukan oleh klien (petani) dengan cara individual atau berkelompok atau berdasarkan instruksi dari pejabat yang berwenang; bahkan oleh pemimpin non formal. Oleh karena itu perlu diper¬timbangkan saluran mana yang lebih efektif agar teknologi itu dapat segera diterima oleh klien (petani).
3.5. Strategi Mengatasi Masalah Kemitraan
Pengembangan program Kemitraan denga melibatkan KOPONTREN sebagai pengelola Hutan Kemasyarakatan dengan komoditi unggulan melinjo dan penunjangnya lebah madu diarahkan untuk tujuan ganda, yaitu (1) meningkatkan pendapatan masyarakat secara langsung melalui hasil-hasil melinjo, lebah-madu dan hasil tanaman penunjangnya, (2) mendorong berkembangnya kelembagaan KOPONTREN yang mandiri dan mengakar di masyarakat, dan (3) diharapkan mampu ikut menjaga kelestarian sumberdaya hutan. Salah satu langkah strategis adalah peningkatan pengetahuan dan ketrampilan budidaya melinjo dan beternak lebah madu. Untuk itu diperlukan pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
1. Aspek kognitif, yaitu mengupayakan tambahan pengetahuan, khususnya mengenai Sistem Agrobisnis Melinjo + lebah madu di lahan pekarangan: tanaman melinjo, pakan lebah, budidaya lebah madu, dan penanganan pasca-panen .
2. Aspek psikomotorik, yaitu mengupayakan masyarakat agar berminat dan mampu melahirkan inovasi baru dengan cara beternak lebah madu; Penyuluhan, percontohan/demonstrasi dan peninjauan komparasi.
3. Mencari pangsa pasar baru yang mampu menampung hasil usaha agrobisnis pekarangan Melinjo + lebah madu melalui berbagai terobosan dalam pemasaran.
3.6. Kelompok /Khalayak Sasaran
Sasaran petani yang dikehendaki adalah:
1. Petani/penduduk desa yang memiliki lahan pekarangan satu hamparan sehingga memungkinkan untuk pembentukan Kelomppk usaha mitra kerja Kopontren
2. Pondok pesantren yang berinteraksi dengan masyarkat sekitar melalui majelis-majelis ta’lim dan para santrinya, sehingga memungkinkan bagi pengembangan unit usaha agribisnis
3. Swasta nasional/lokal yang terkait di dalam memberikan atau mempermudah dalam penyediaan input produksi dan output fisik untuk meningkatkan pembangunan hutan kemasyarakatan.
4. Konsumen pengguna produk melinjo dan lebah-madu yang telah diusahakan.
3.7. Instansi Terkait
1. Pemkab Ponorogo
a. Mengkoordinasikan dengan instansi terkait di daerah.
b. Pengadaan lahan (dapat lahan tidur atau lahan milik petani gurem calon anggota KUBA, atau lahan milik ponpes)
c. Pengadaan sarana dan prasarana antara lain : Jalan menuju lokasi, Transportasi, Saluran air, Dan lain lain
2. Kantor Koperasi, Pengusaha Kecil & Menengah
Mengkoordinasikan perijinan pembentukan KOPPONTREN
Membina Manajerial Koperasi Agrobisnis
Pembinaan Manajerial perkreditan
3. Kantor Dinas teknis terkait: Pertanian-kehutanan, Industri
Pengadaan informasi mengenai Agrobisnis Melinjo + lebah madu
Pengadaan tenaga fasilitator/petugas lapangan
Membantu Pemilihan lokasi yang cocok dengan jenis tanaman
Budidaya /pengelolaan unit usaha agribisnis melinjo+lebah madu
4. Perguruan Tinggi terdekat
a. Bantuan tenaga sarjana baru sebagai pendamping/mitra usaha bagi KUBA
b. Bantuan teknis dan manajerial dalam pengelolaan usaha
c. Memfasilitasi forum komunikasi antar pihak (FORKA : Forum Komunikasi Agrobisnis) dalam pelaksanaan program
d. Membantu pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program.
6. Pengusaha Suasta /Asosiasi
a. Menampung hasil produksi petani/pengusaha kecil/menengah
b. Pengolahan hasil panen
c. Membantu alih teknologi/manajemen
d. Membina para petani/pengusaha
e. Bantuan pengadaan bibit
PASAR PASAR
LOKAL EKSPOR
LEMBAGA FORKA PEMERINTAH
PERHUTANI (SUMBER INVESTASI)
BRLKT
DEPHUTBUN
DEPT. LAIN Modal kerja
Bantuan teknis
Bantuan bibit
Alih teknologi/
manajemen
Pemasaran
Pembentukan KUBA Modal
KOPERASI PONPES
Pembinaan Saprodi/Alsin
Modal Pengemas
Rekruitmen petani
PETANI PETANI SAPRODI/
BIBIT PRODUKSI ALSINTAN
PEMDA MASYARAKAT DEPHUTBUN
PEDESAAN PERHUTANI
LEMBAGA KUBA
LAIN PONPES SUASTA PASAR
LOKAL
EKSPOR
PETANI PETANI
BIBIT PRODUKSI
3.8. Strategi Pelaksanaan Kegiatan
Pokok-pokok kegiatan meliputi :
1. Tahap persiapan.
a. Inventarisasi, identifikasi dan registrasi sumberdaya di lokasi terpilih
b. Pembentukan forum komunikasi
c. Persiapan administrasi
2. Tahap Perencanaan:
a. Pemilihan Lokasi: Desa-desa lokasi; Rumah Tangga Petani (RTP), risalah lapangan dengan pemetaan sederhana
b. Penyusunan rencana Kegiatan (Konsep HUTANMAS Komoditas Melinjo + Lebah Madu dengan Komoditas penunjangnya masing-masing
c. Penyusunan Pedoman/JUKNIS/JUKLAK bagi pelaksanaan operasional di lapangan (Konsep mengenai Unit Usaha Otonom KOPAGRIB, KUBA dan Pendampingan)
d. Penyiapan prakondisi: Penyuluhan dan penerangan masyarakat.
3. Tahap pelaksanaan
a. Sosialisasi (Konsep HUTANMAS Melinjo)
b. Sosialisasi (Konsep KOPERASI sebagai Lembaga Keuangan Bagi Kelompok Usaha Bersama)
c. DIKLAT (Konsep Pelatihan manajemen HUTANMAS Komoditas Melinjo + Lebah Madu)
d. Penyiapan lapangan: Lahan, SDM, dan kelembagaan penunjang
e. Penyiapan/pengadaan material dan peralatan; bibit tanaman/ternak
f. Penanaman tanaman (sesuai dengan rancangan)
g. Pemeliharaan komoditi (tanaman dan /atau ternak)
h Pengelolaan hasil panen: Sistem bagi hasil dan alih kelola.
4. Tahap pengawasan dan pengendalian
a. Forum komunikasi
b. Pendampingan dalam upaya pemberdayaan (Konsep Tenaga Pendamping Unit Usaha AGRIBISNIS Melinjo + Lebah Madu)
c. Pelaporan.
d. Perguliran.
PRODUKSI EMPING MELINJO
Emping melinjo adalah sejenis keripik yang dibuat dari buah melinjo yang telah tua. Pembuatan emping tidak sulit dan dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat sederhana. Emping melinjo merupakan salah satu komoditi pengolahan hasil pertanian yang tinggi harganya. Komoditi ini dapat diekspor ke negara-negara tetangga (Singapura, Malaysia dan Brunei).
Emping melinjo dapat dibagi digolongkan sebagai emping tipis dan emping tebal. Emping tipis dibuat dengan memukul biji melinjo tanpa kulit keras beberapa kali sampai cukup tipis (tebal 0,5-1,5 mm). Emping tebal dibuat dengan memukul biji melinjo tanpa kulit keras hanya 1-2 kali sekedar mengurangi ketebalan biji utuh. Emping nyang bermutu tinggi adalah emping yang tipis sehingga kelihatan agak benig dengan diameter seragam kering sehingga dapat digoreng langsung. Emping dengan mutu yang lebih rendah mempunyai ciri: Lebih tebal, diameter kurang seragam, dan kadang-kadang masih harus dijemur sebelum digoreng. Sampai sekarang, pembuatan emping yang bermutu tinggi masih belum dapat dilakukan dengan bantuan alat mekanis pemipih. Emping ini masih harus dipipihkan secara manual oleh pengrajin emping yang telah berpengalaman.
Bahan baku pembuatan empoing melinjo adalah biji melinjo yang telah tua.
Peralatannya relatif sederhana, yaitu wajan dan pengaduknya yang digunakan untuk menyanggrai buah melinjo. Landasan pemipih dan pemukul, digunakan untuk memipihkan biji melinjo pada pengolahan tradisional. Landasan pemipih dapat berupa batu keras yang licin dan datar. Pemukul juga dapat terbuat dari batu, besi dan kayu. Alat mekanis pemipih, alat ini digunakan untuk memipih biji melinjo secara semi mekanis. Dengan alat ini, pemipihan berlangsung lebih cepat. Saat ini, sangar sedikit produsen emping melinjo yang menggunkan alat ini. Seng atau lembar alumunium, untuk mengambil lapisan tipis emping melinjo yang masih basah yang menempel pada landasan pemipih. Tempat penjemur untuk menjemur emping basah sampai kering. Alat terdiri dari balai-balai dan tampah dari anyaman bambu.
CARA PEMBUATAN emping melinjo
(1). Pengupasan kulit buah. Kulit buahdisayat dengan pisau, atau dikelupaskan dengan tangan, kemudian dilepaskan sehingga diperoleh binji melinjo tanpa kulit. Pengupasan juga dapat dilakukan dengan alat pengupas. Biji yang telah dikupas dapat dikeringkan, kemudian disimpan beberapa hari sebelum diolah lebih lanjut.
(2) Penyangraian. Biji disangrai di dalam wajan bersama pasir sambil diadukaduk sampai matang (selama 10~15 menit). Penyaringan dapat dilakukan di dalam wajan. Alat mekanis untuk menyangrai kacang tanah dapat juga untuk menyangrai biji melinjo. Biji melinjo yang telah matang tetap dipertahankan dalam keadaan panas sampai saat akan dipipihkan.
(3) Pemisahan kulit keras biji. Ketika masih sangat panas, biji dikeluarkan dari wajan, kemudian dipukul untuk memecahkan kulit keras dri biji. Pemukulan harus hati-hati agar isi biji tidak rusak
Emping Melinjo Tipis
1) Pemipihan.
Biji yang telah dilepaskan kulit kerasnya dan masih panas secepat mungkin dipipihkan menjadi emping melinjo. Pemipihan dapat dilakukan secara manual tanpa bantuan alat mekanis memerlukan keteampilan yang khusus yang hanya diperoleh melalai latihan dan pengalaman yang cukup lama. Pemipihan dengan menggunakan alat mekanis, meskipun lebih cepat, mutu emping yang dihasilakan tidak sebaik yang emping yang dipipihkan tanpa bantuan. Kadang-kadang, lapisan emping juga menempel pada ujung pemukul. Untuk menghindarinya, ujung pemukul dapat dibungkus dengan kantong palstik.
2) Penjemuran.
Lapisan tipis emping melinjo dilepaskan dari landasan pemipih dengan menggunakan serokan seng atau alumunium. Setelah itu, emping basah ini dijemur sampai kering (kadar air kurang dari 90%) sehingga diperioleh emping melinjo kering.
3) Penggorengan.
Emping melinjo tipis yang telah kering digoreng terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Penggorengan dilakukan didalam minyak goreng panas (170oC)
4) Pengemasan.
Emping tipis yang belum atau telah digoreng dikemas di dalam wadah yang tertutup rapat. Agar produk juga terhindar dari kerusakan mekanis, pecah, retak, atau hancur, dianjurkan menggunakn wadah dari kotak kaleng atau karton.
Emping Melinjo Tebal
1) Pemipihan. Biji yang telah dilepaskan kulit kerasnya dan masih panas, secepat mungkin dipipihkan menjadi emping melinjo. Pemipihan dilakukan seara manual tanpa bantuan alat mekanis. Biji dipipihkan dengan memukul biji di atas landasan pemipih 1~2 kali sehingga ketebalannya menjadi setengah dari semula.
2) Penggorengan. Emping tebal yang baru selesai dipipihkan segera digoreng di dalam minyak panas (suhu 1700C) sampai matang dan garing (5~10 menit).
3) Pengemasan. Emping tebal yan telah digoreng ini dikemas didalam wadah tertutup rapat. Untuk itu dapat digunakan kantong plastik polietilen.
Jalur pemasaran produk emping melinjo secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:
Jalur pemasaran yang paling dominan yaitu jalur pemasaran yang melalui pedagang besar. Namun demikian, jalur pemasaran yang memberikan keuntungan terbesar yaitu jalur pemasaran langsung ke konsumen, hal ini karena frekuensinya sering dan pembayarannya dilakukan secara tunai sehingga pengusaha bisa lebih cepat memutarkan uangnya kembali. Sedangkan untuk jalur pemasaran melalui pedagang besar volumenya relative besar dan pembayarannya dilakukan secara kredit antara 2 minggu sampai 1 bulan setelah transaksi. Dampaknya, pengusaha tidak dapat dengan cepat memutarkan uangnya kembali. Hal ini membawa konsekuensi pada kebutuhan modal yang besar.
Kendala Pemasaran
1. Desain kemasan produk kurang menarik. Pelatihan mengenai pembuatan desain kemasan produk masih kurang sekali, sehingga para pengusaha tidak tahu bagaimana cara membuat desain kemasan produk yang menarik.
2. Persepsi masyarakat tentang bahaya mengkonsumsi emping melinjo, yaitu bisa terkena asam urat dan darah tinggi. Persepsi tersebut mengakibatkan promosi emping melinjo terhambat.
Pemilihan Pola Usaha
Pola usaha yang dipilih adalah usaha emping melinjo yang memproduksi emping mentah di daeerah sentyra produksi melinjo. Penyajian analisis keuangan industri emping melinjo diharapkan dapat memberikan gambaran baik kepada perbankan tentang kelayakan pembiayaan terhadap usaha yang bersangkutan maupun pengusaha/pe-merhati usaha emping melinjo terhadap nilai tambah yang dihasilkan melalui kegiatan usaha ini.
Produk utama yang dihasilkan adalah emping mentah kualitas 1 dan emping mentah kualitas 2. Teknologi yang digunakan adalah tradisional/manual yaitu menggunakan tenaga manusia. Kapasitas produksi ± 97.500 kg emping setiap tahunnya, atau dengan tenaga kerja sekitar 65 orang dan rata-rata produktifitas tenaga kerja adalah ± 5 kg emping per hari.
Perhitungan analisis kelayakan ini didasarkan pada kelayakan usaha emping melinjo skala industri kecil. Model kelayakan usaha ini merupakan pengembangan usaha emping melinjo yang telah berjalan dan untuk menumbuhkan kemandirian usaha serta upaya replikasi usaha di wilayah lain.
Rangkuman
Industri emping merupakan industri yang menggunakan peralatan sederhana sehingga mudah untuk replikasi di wilayah lain, terutama yang mempunyai potensi bahan baku. Ini karena hampir semua tahapan dalam proses produksi masih menggunakan tenaga manusia kecuali pada tahap pengemasan.
Industri emping merupakan industri padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam industri ini tidak memerlukan kualifikasi khusus, sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja. Ini berpotensi untuk menyerap pengangguran di wilayah pedesaan.
Industri emping melinjo merupakan industri yang mempunyai prospek yang bagus serta pangsa pasar yang masih luas bahkan ke pasar ekspor.
Kinerja unit usaha ini dapat dilihat dari aspek keuangannya, usaha emping melinjo cukup menguntungkan dengan profit margin rata-rata sebesar 9,03% per tahun. Usaha ini juga dinilai layak untuk dilakukan karena memiliki IRR sebesar 70,88%, lebih tinggi dibandingkan asumsi discount factor yang digunakan yaitu 15%. Dari analisa sensitifitasnya, usaha emping melinjo ini sensitif terhadap adanya perubahan pada tingkat pendapatan dan biaya operasional.
Usaha emping melinjo merupakan usaha yang menguntukan, oleh karena itu bank-bank setempat sudah mencairkan kredit untuk pengembangan usaha ini.
Industri emping melinjo ini tidak menimbulkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan sekitar/ramah lingkungan.
Mesin Emping melinjo
Sumber: indonetwork.or.id/bahagiajaya/pr...tem%3D20
V. UNIT AGRIBISNIS MELINJO - LEBAH MADU
Rancangan teknis hutanmas Melinjo - lebah-madu dengan komoditas penunjangnya masing-masing harus disajikan secara spesifik. Target unit areal seluas 100 ha terbagi menjadi unit-unit pengelolaan oleh KUBA. Setiap Unit 10 ha yang pengelolaannya dikoordinasikan oleh KUBA dirancang dengan beberapa jenis tanaman pakan lebah (misalnya lamtoro gung, kaliandra, Akasia, Alizia, dan lainnya); didukung oleh tanaman sela jagung atau sorghum (saat tanaman pokok masih kecil) dan garut (saat naungan telah cukup berat), tanaman pagar kayu-kayuan atau perdu hijauan seperti paitan dan bunga matahari. Pemilihan komoditi ini semuanya dilakukan dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan, aspirasi masyarakat dan prospek pasarnya.
Jadwal musim berbunga tanaman pakan lebah:
No Tanaman Bulan Berbunga
Pakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Lamtoro
2. Lantana camara
3. Kaliandra
4. Mahoni
5. Mangga
6. Durian
7 Kapuk Randu
8. Turi
9. Kopi
10. Jambu mete
11. Jambu air
12. Alpokad
13. Jagung tergantung musim tanam
14. Pepaya
15. Bunga Matahari tergantung musim tanam
16. Sorghum tergantung musim tanam
16 Wedusan
17 N. lappaceum
18 Euphorbiaceae
19 P. falcataria
20 S. polyantum
BUDIDAYA TERNAK LEBAH
SEJARAH SINGKAT
Lebah merupakan insekta penghasil madu yang telah lama dikenal manusia. Sejak zaman purba manusia berburu sarang lebah di goa-goa, di lubang-lubang pohon dan tempat-tempat lain untuk diambil madunya. Lebah juga menghasilkan produk yang yang sangat dibutuhkan untuk dunia kesehatan yaitu royal jelly, pollen, malam (lilin) dan sebagainya. Selanjutnya manusia mulai membudidayakan dengan memakai gelodog kayu dan pada saat ini dengan sistem stup.
Di Indonesia lebah ini mempunyai nama bermacam-macam, di Jawa disebut tawon gung, gambreng, di Sumatera barat disebut labah gadang, gantuang, kabau, jawi dan sebagainya. Di Tapanuli disebut harinuan, di Kalimantan disebut wani dan di tataran Sunda orang menyebutnya tawon Odeng.
SENTRA PRODUKSI
Di Indonesia sentra perlebahan masih ada di sekitar Jawa meliputi daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dengan jumlah produksi sekitar 2000–2500 Ton untuk lebah budidaya. Kalimantan dan Sumbawa merupakan sentra untuk madu dari perburuan lebah di hutan. Sedang untuk sentra perlebahan dunia ada di CIS (Negara Pecahan Soviet), Jerman, Australia, Jepang dan Italia.
JENIS-JENIS LEBAH
Lebah termasuk hewan yang masuk dalam kelas insekta famili Apini dan genus Apis. Spesiesnya bermacam-macam, yang banyak terdapat di Indonesia adalah A. cerana, A. Dorsata A. Florea. Jenis unggul yang sering dibudidayakan adalah jenis A. mellifera. Menurut asal-usulnya lebah dibagi 4 jenis berdasar penyebarannya:
1. Apis cerana, diduga berasal dari daratan Asia menyebar sampai Afghanistan, Cina maupun Jepang.
2. Apis mellifera, banyak dijumpai di daratan Eropa, misalnya Prancis, Yunani dan Italia serta di daerah sekitar Mediterania.
3. Apis Dorsata, memiliki ukuran tubuh paling besar dengan daerah penyebaran sub tropis dan tropis Asia seperti Indonesia, Philipina dan sekitarnya. Penyebarannya di Indonesia merata mulai dari Sumatera sampai Irian.
4. Apis Florea merupakan spesies terkecil tersebar mulai dari Timur Tengah, India sampai Indonesia. Di Indonesia orang menyebutnya dengan tawon
klanceng.
MANFAAT LEBAH MADU
Produk yang dihasilkan madu adalah:
1. Madu sebagai produk utama berasal dari nektar bunga merupakan makanan yang sangat berguna bagi pemeliharaan kesehatan, kosmetika dan farmasi.
2. Royal jelly dimanfaatkan untuk stamina dan penyembuhan penyakit, sebagai bahan campuran kosmetika, bahan campuran obat-obatan.
3. Pollen (tepung sari) dimanfaatkan untuk campuran bahan obat-obatan/ kepentingan farmasi.
4. Lilin lebah (malam) dimanfaatkan untuk industri farmasi dan kosmetika sebagai pelengkap bahan campuran.
5. Propolis (perekat lebah) untuk penyembuhan luka, penyakit kulit dan membunuh virus influensa.
Keuntungan lain dari beternak lebah madu adalah membantu dalam proses penyerbukan bunga tanaman sehingga didapat hasil yang lebih maksimal.
PERSYARATAN LOKASI
Suhu ideal yang cocok bagi lebah adalah sekitar 26 derajat C, pada suhu ini lebah dapat beraktifitas normal. Suhu di atas 10 derajat C lebah masih beraktifitas. Di lereng pegunungan/dataran tinggi yang bersuhu normal (25 derajat C) seperti Malang dan Bandung lebah madu masih ideal dibudidayakan. Lokasi yang disukai lebah adalah tempat terbuka, jauh dari keramaian dan banyak terdapat bunga sebagai pakannya.
PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
Dalam pembudidayaan lebah madu yang perlu dipersiapkan yaitu: Lokasi budidaya, kandang lebah modern (stup), pakaian kerja dan peralatan Syarat yang utama yang harus yang dipenuhi dalam budidaya lebah adalah ada seekor ratu lebah dan ribuan ekor lebah pekerja serta lebah jantan. Dalam satu koloni tidak boleh lebih dari satu ratu karena antar ratu akan saling bunuh untuk memimpin koloni.
1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Perkandangan
a. Suhu
Perubahan suhu dalam stup hendaknya tidak terlalu cepat, oleh karena itu ketebalan dinding perlu diperhatikan untuk menjaga agar suhu dalam stup tetap stabil. Yang umum digunakan adalah kayu empuk setebal 2,5 cm.
b. Ketahanan terhadap iklim
Bahan yang dipakai harus tahan terhadap pengaruh hujan, panas, cuaca yang selalu berubah, kokoh dan tidak mudah hancur atau rusak.
c. Konstruksi
Konstruksi kandang tradisional dengan menggunakan gelodok dari bambu, secara modern menggunakan stup kotak yang lengkap dengan
framenya.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam budidaya lebah terdiri dari: masker, pakaian kerja dan sarung tangan, pengasap, penyekat ratu, sangkar ratu, sapu dan sikat, tempat makan, pondamen sarang, alat-alat kecil, peralatan berternak ratu dan lain-lain.
2. Pembibitan
1. Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Bibit lebah unggul yang di Indonesia ada dua jenis yaitu A. cerana (lokal) dan A. mellifera (impor). Ratu lebah merupakan inti dari pembentukan koloni lebah, oleh karena itu pemilihan jenis unggul ini bertujuan agar dalam satu koloni lebah dapat produksi maksimal. ratu A. cerana mampu bertelur 500- 900 butir per hari dan ratu A. mellifera mampu bertelur 1500 butir per hari. Untuk mendapatkan bibit unggul ini sekarang tersedia tiga paket pembelian bibit lebah:
a. paket lebah ratu terdiri dari 1 ratu dengan 5 lebah pekerja.
b. paket lebah terdiri dari 1 ratu dengan 10.000 lebah pekerja.
c. paket keluarga inti terdiri dari 1 ratu dan 10.000 lebah pekerja lengkap dengan 3 sisiran sarang.
2. Perawatan Bibit dan Calon Induk
Lebah yang baru dibeli dirawat khusus. Satu hari setelah dibeli, ratu dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam stup yang telah disiapkan. Selama 6 hari lebah-lebah tersebut tidak dapat diganggu karena masih pada masa adaptasi sehingga lebih peka terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Setelah itu baru dapat dilaksanakan untuk perawatan dan pemeliharaan rutin.
3. Sistem Pemulia-biakan
Pemuliabiakan pada lebah adalah menciptakan ratu baru sebagai upaya pengembangan koloni. Cara yang sudah umum dilaksanakan adalah dengan pembuatan mangkokan buatan untuk calon ratu yang diletakkan dalam sisiran. Tetapi sekarang ini sudah dikembangkan inseminasi buatan pada ratu lebah untuk mendapatkan calon ratu dan lebah pekerja unggul. Pemuliabiakan lebah ini telah berhasil dikembangkan oleh KUD Batu Kabupaten Malang.
4. Reproduksi dan Perkawinan
Dalam setiap koloni terdapat tiga jenis lebah masing-masing lebah ratu, lebah pekerja dan lebah jantan. Alat reproduksi lebah pekerja berupa kelamin betina yang tidak berkembang sehingga tidak berfungsi, sedangkan alat reproduksi berkembang lebah ratu sempurna dan berfungsi untuk reproduksi.
Proses Perkawinan terjadi diawali musim bunga. Ratu lebah terbang keluar sarang diikuti oleh semua pejantan yang akan mengawininya. Perkawinan terjadi di udara, setelah perkawinan pejantan akan mati dan sperma akan disimpan dalam spermatheca (kantung sperma) yang terdapat pada ratu lebah kemudian ratu kembali ke sarang. Selama perkawinan lebah pekerja menyiapkan sarang untuk ratu bertelur.
5. Proses Penetasan
Setelah kawin, lebah ratu akan mengelilingi sarang untuk mencari sel-sel yang masih kosong dalam sisiran. Sebutir telur diletakkan di dasar sel. Tabung sel yang telah yang berisi telur akan diisi madu dan tepung sari oleh lebah pekerja dan setelah penuh akan ditutup lapisan tipis yang nantinya dapat ditembus oleh penghuni dewasa. Untuk mengeluarkan sebutir telur diperlukan waktu sekitar 0,5 menit, setelah mengeluarkan 30 butir telur, ratu akan istirahat 6 detik untuk makan. Jenis tabung sel dalam sisiran adalah:
a. Sel calon ratu, berukuran paling besar, tak teratur dan biasanya terletak di pinggir sarang.
b. Sel calon pejantan, ditandai dengan tutup menonjol dan terdapat titik hitam di tengahnya.
c. Sel calon pekerja, berukuran kecil, tutup rata dan paling banyak jumlahnya.
Lebah madu merupakan serangga dengan 4 tingkatan kehidupan yaitu telur, larva, pupa dan serangga dewasa. Lama dalam setiap tingkatan punya perbedaan waktu yang bervariasi. Rata-rata waktu perkembangan lebah:
a. Lebah ratu: menetas 3 hari, larva 5 hari, terbentuk benang penutup 1 hari, iatirahat 2 hari, Perubahan larva jadi pupa 1 hari, Pupa/kepompong 3 hari, total waktu jadi lebah 15 hari.
b. Lebah pekerja: menetas 3 hari, larva 5 hari, terbentuk benang penutup 2 hari, iatirahat 3 hari, Perubahan larva jadi pupa 1 hari, Pupa/kepompong 7 hari, total waktu jadi lebah 21 hari.
c. Lebah pejantan: menetas 3 hari, larva 6 hari, terbentuk benang penutup 3 hari, iatirahat 4 hari, Perubahan larva jadi pupa 1 hari, Pupa/kepompong 7 hari, total waktu jadi lebah 24 hari. Selama dalam periode larva, larva-larva dalam tabung akan makan madu dan tepung sari sebanyak-banyaknya. Periode ini disebut masa aktif, kemudian larva menjadi kepompong (pupa). Pada masa kepompong lebah tidak makan dan minum, di masa ini terjadi perubahan dalam tubuh pupa untuk menjadi lebah sempurna. Setelah sempurna lebah akan keluar sel menjadi lebah muda sesuai asal selnya.
3. Pemeliharaan
1. Sanitasi, Tindakan Preventif dan Perawatan
Pada pengelolaan lebah secara modern lebah ditempatkan pada kandang berupa kotak yang biasa disebut stup. Di dalam stup terdapat ruang untuk beberapa frame atau sisiran. Dengan sistem ini peternak dapat harus rajin memeriksa, menjaga dan membersihkan bagian-bagian stup seperti membersihkan dasar stup dari kotoran yang ada, mencegah semut/serangga masuk dengan memberi tatakan air di kaki stup dan mencegah masuknya binatang pengganggu.
2. Pengontrolan Penyakit
Pengontrolan ini meliputi menyingkirkan lebah dan sisiran sarang abnormal serta menjaga kebersihan stup.
3. Pemberian Pakan
Cara pemberian pakan lebah adalah dengan menggembala lebah ke tempat di mana banyak bunga. Jadi disesuaikan dengan musim bunga yang ada. Dalam penggembalaan yang perlu diperhatikan adalah :
a. Perpindahan lokasi dilakukan malam hari saat lebah tidak aktif.
b. Bila jarak jauh perlu makanan tambahan (buatan).
c. Jarak antar lokasi penggembalaan minimum 3 km.
d. Luas areal, jenis tanaman yang berbunga dan waktu musim bunga.
Tujuan utama dari penggembalaan ini adalah untuk menjaga kesinambungan produksi agar tidak menurun secara drastis. Pemberian pakan tambahan di luar pakan pokok bertujuan untuk mengatasi kekurangan pakan akibat musim paceklik/saat melakukan pemindahan stup saat penggeembalaan. Pakan tambahan tidak dapat meningkatkan produksi, tetapi hanya berfungsi untuk mempertahankan kehidupan lebah. Pakan tambahan dapat dibuat dari bahan gula dan air dengan perbandingan 1:1 dan adonan tepung dari campuran bahan ragi, tepung kedelai dan susu kering dengan perbandingan 1:3:1 ditambah madu secukupnya.
HAMA DAN PENYAKIT
1. Penyakit
Di daerah tropis penyakit lebah jarang terjadi dibandingkan dengan daerah sub tropis/daerah beriklim salju. Iklim tropis merupakan penghalang terjalarnya penyakit lebah. Kelalaian kebersihan mendatangkan penyakit. Beberapa penyakit pada lebah dan penyebabnya antara lain:
1. Foul Brood ; ada dua macam penyakit ini yaitu American Foul Brood disebabkan oleh Bacillus larva dan European Foul Brood. Penyebab: Streptococcus pluton. Penyakit ini menyerang sisiran dan tempayak lebah.
2. Chalk Brood
Penyebab: jamur Pericustis Apis. Jamur ini tumbuh pada tempayak dan menutupnya hingga mati.
3. Stone Brood
Penyebab: jamur Aspergillus flavus Link ex Fr dan Aspergillus fumigatus Fress. Tempayak yang diserang berubah menjadi seperti batu yang keras.
4. Addled Brood
Penyebab: telur ratu yang cacat dari dalam dan kesalahan pada ratu.
5. Acarine
Penyebab: kutu Acarapis woodi Rennie yang hidup dalam batang tenggorokkan lebah hingga lebah mengalami kesulitan terbang.
6. Nosema dan Amoeba
Penyebab: Nosema Apis Zander yang hidup dalam perut lebah dan parasit Malpighamoeba mellificae Prell yang hidup dalam pembuluh malpighi lebah dan akan menuju usus.
2. Hama
Hama yang sering mengganggu lebah antara lain:
1. Burung, sebagai hewan yang juga pemakan serangga menjadikan lebah sebagai salah satu makanannya.
2. Kadal dan Katak, gangguan yang ditimbulkan sama dengan yang dilakukan oleh burung.
3. Semut, membangun sarang dalam stup dan merampas makanan lebah.
4. Kupu-kupu, telur kupu-kupu yang menetas dalam sisiran menjadi ulat yang dapat merusak sisiran.
5. Tikus, merampas madu dan merusak sisiran.
3. Pencegahan Serangan Penyakit dan Hama
Upaya mencegah serangan penyakit dan hama tindakan yang perlu adalah:
1. Pembersihan stup setiap hari.
2. Memperhatikan abnormalitas tempayak, sisiran dan kondisi lebah.
3. Kaki-kaki stup harus diberi air untuk mencegah serangan semut.
4. Pintu masuk dibuat seukuran lebah.
8. PANEN
1. Hasil Utama
Madu merupakan hasil utama dari lebah yang begitu banyak manfaatnya dan bernilai ekonomi tinggi.
2. Hasil Tambahan
Hasil tambahan yang punya nilai dan manfaat adalah royal jelly (susu ratu), pollen (tepungsari), lilin lebah (malam) dan propolis (perekat lebah).
3. Pengambilan madu
Panen madu dilaksanakan pada 1-2 minggu setelah musim bunga. Ciri-ciri madu siap dipanen adalah sisiran telah tertutup oleh lapisan lilin tipis. Sisiran yang akan dipanen dibersihkan dulu dari lebah yang masih menempel kemudian lapisan penutup sisiran dikupas. Setelah itu sisiran diekstraksi untuk diambil madunya.
Urutan proses panen:
1. Mengambil dan mencuci sisiran yang siap panen, lapisan penutup dikupas dengan pisau.
2. Sisiran yang telah dikupas diekstraksi dalam ekstraktor madu.
3. Hasil disaring dan dilakukan penyortiran.
4. Disimpan dalam suhu kamar untuk menghilangkan gelembung udara.
5. Pengemasan madu dalam botol.
ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
Perkiraan analisis budidaya lebah madu dengan jumlah 100 koloni lebah dalam satu tahun pada tahun 1999 adalah sebagai berikut:
No Perincian Jumlah (Rupiah)
1) Biaya Produksi
a. Penyusutan kamar madu 16 m2 (0,05xRp.1.600.000,-) 80.000
b Penyusutan rumah lebah 100 m2 (0,1xRp.2.500.000,-) 250.000
c Paket lebah 100 buah @ Rp. 100.000,- 10.000.000
d Penyusutan ekstraktor 1 buah (0,1xRp. 225.000,-) 22.500
e Penyusutan pengasap 2 buah (0,5xRp. 50.000,-) 25.000
f Penyusutan stup 100 buah (0,2xRp.2.500.000,-) 500.000
g Perawatan bangunan (2%xRp.4.100.000,-) 82.000
h Gaji 2 orang @ Rp. 200.000,-x12 4.800.000
i Pakaian, sarung tangan, dll 250.000
j Makanan 100.000
k Botol dan lain-lain 400.000
Jumlah biaya produksi 16.509.500
2) Pendapatan
Madu 1200 kg @ Rp. 13.000,- 15.600.000
Paket lebah 30 buah @ Rp. 150.000,- 4.500.000
Jumlah pendapatan Rp. 20.100.000
3) Keuntungandalam satu tahun 3.590.500
4) Parameter kelayakan usaha
a. B/C ratio 1,22
Gambaran Peluang Agribisnis
Beternak lebah madu memiliki prospek sangat cerah, karena kebutuhan madu dalam negeri sampai saat ini masih belum mencukupi. Harga dari produk lebah yang tinggi, biaya produksi yang relatif murah, tatalaksana pemeliharaan yang mudah dan kondisi lingkungan yang mendukung merupakan peluang emas yang perlu mendapat perhatian.
VI. METODE IMPLEMENTASI, POLA USAHA DAN PEMBINAAN
4.1. STRATEGI IMPLEMENTASI
Kegiatan kemitraan agribisnis berbasis melinjo-lebah madu ini dilakukan dengan menggu¬nakan dua macam pola, yaitu Pola Kemitraan pada Lahan milik KOPONTREN dan Pola Kemitraan pada lahan-lahan milik Negara. Abstraksi kedua pola ini adalah sbb:
PENGEMBANGAN HUTAN-RAKYAT MELINJO
POLA KEMITRAAN LAHAN POLA KEMITRAAN LAHAN
MILIK KOPONTREN MILIK NEGARA
Wilayah Kecamatan Wilayah Kecamatan
( Satu Pewakil) (Satu Pewakil)
DEPT HUTBUN
Pola Kemitraan KUBA: Pola Kemitraan KUBA :
0. Luas Lahan: 5 HA 0. Luas lahan: 5 ha
1. Ketua: SANTRI PONPES 1. Ketua: TOKOH MASYARAKAT
2. Pendamping teknis: Mahasiswa 2. Pendamping teknis: Mahasiswa
3. Koordinator Lapangan: 3. Koordinator lapangan:
Santri yang dipilih Petani maju/kontak tani
4. Buruh tani/buruh buruh lain 4. Anggota KUBA: petani gurem
dengan upah harian UMR (lahan 0.25 -0.5 ha) sebanyak
dibantu personil santri 10-20 orang
5. Pedagang palawija sbg MITRA 5. Tenagakerja tambahan: buruh tani
KERJA /ASOSIASI buruh lain dengan UMR dibantu
6. Konsultan: Pamong desa, tokoh MASYARAKAT
masyarakat, Instansi teknis 6. Pedagang palawija/koperasi sbg
mitra pemasaran /ASOSIASI
7. Pamong desa,tokoh masyarakat
dan instansi teknis sbg konsultan
SATGAS Pengendali dan Pemantauan Pusat Informasi dan Penyuluhan
Pola Kemitraan KOPERASI DI Jawa Timur
Tahapan kegiatan: Program kegiatan ini dilakukan dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan selama tiga tahun dan dikelompokkan menjadi 3 langkah, yakni:
Langkah I:
(a). Survei identifikasi tentang kendala dan pemetaan sumberdaya lahan di lokasi .
(b). Melakukan analisis kebutuhan informasi, material dan instrumental penunjang kegiatan agrobisnis melinjo - lebah madu.
Langkah II:
(1). Perekayasaan kelembagaan dan manajerial KUBA ;
(2) Orientasi dan pelatihan bagi anggota KUBA
Langkah III:
(1). Implementasi penanaman dan perawatan tanaman .
(2). Manajemen budidaya melinjo + lebah madu
(3). Manajemen panen-pascapanen, dan pemasaran hasil
(4). Pengendalian, pemantauan dan evaluasi
IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN KEMITRAAN AGRIBISNIS MELINJO
PERSIAPAN DATABASE:
1. Pemetaan Calon lokasi
2. Identifikasi WILSAR dan POKSAR
3. Audiensi dengan pamong dan masyarakat
2 bulan 4. Pendaftaran /sensus
5. Pembentukan calon organisasi/kelembagaan KUBA
6.DIKLAT singkat SANTRI / PEMUDA DESA
LANGKAH I
PERSIAPAN OPERASIONAL:
1.ORIENTASI manajerial: KUBA
2.Persiapan Manajemen: Administrasi dan Keuangan
1 bulan 3. Persiapan lapangan/LAHAN USAHA:
Rencana alokasi pertanaman
4.Pemantauan/peninjauan lapangan
PENYUSUNAN RENCANA KERJA USAHA
1 bulan HUTANMAS MELINJO + LEBAH MADU
INTI dan PLASMA ----- KUBA - KOPPONTREN
LANGKAH II
Operasional I :
1. ORIENTASI teknis silvikultur / budidaya
2. Pengadaan material / instrumental
3 bulan 3. Persiapan lahan 4. Penanaman bibit tanaman
5. Pengawasan melekat oleh KUBA
LANGKAH III Operasional II:
1. Perawatan dan pemeliharaan tanaman
2. Pengendalian dan pemantauan
3. Pelaporan
4.2. Pola Usaha
Agar pelaksanaan program kemitraan sesuai dengan kebutuhan maka dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut :
Tahap I : (satu periode musim tanam)
Tiap 10 hektar lahan dikelola oleh satu KUBA (Kelompok Usaha bersama) dipimpin oleh seorang SANTRI senior sebagai penanggung jawab, didampingi oleh seorang pendamping teknis (PPL/PKL), kegiatan lapangan dikoordinir oleh seorang petani maju/kontak tani dan didukung oleh tenagakerja sekitar 1000 - 2000 HOK (hari orang kerja).
Dilakukan bimbingan dan penyuluhan serta praktek oleh tenaga mahasiswa pertanian bekerjasama dengan PPL dari Dinas PKT.
Setiap minggu dilakukan diskusi kelompok membahas pelaksa¬naan kerja mingguan
Dilakukan evaluasi 2 kali (pertengahan dan terakhir musim)
Selanjutnya masuk tahap II.
Tahap II (musim tanam ke dua).
Identik dengan Tahap I.
Diskusi kelompok untuk membahas hasil hasil pelaksanaan kerja mingguan
Evaluasi 2 kali (pertengahan dan akhir musim tanam)
Diskusi antar kelompok
Selanjutnya masuk tahap ke III.
Tahap III (satu periode musim tanam)
Identik dengna Tahap I
Bimbingan dan penyuluhan serta praktek tenaga ahli dan PPL/PKL .
Tiap minggu diskusi kelompok, Diskusi antar kelompok
Selanjutnya peserta dilepas dan dianggap sudah dapat melaksnakan dengan baik, sebagai pengusaha, penyuluh, petani dan tenaga pengolah.
Monitoring dan konsultasi secara berkala akan dilakukan oleh tenaga dari PETANI dan perguruan tinggi, tenaga penyu¬luh dari BRLKT/DPKT, DEPHUTBUN, Departemen Koperasi dan PKM, Deperindag.
POLA PEMBINAAN USAHA PADA LAHAN MILIK PONPES
TAHUN III HASILNYA
10 ha
TAHUN II KUBA
10 HA PETANI PENGUSAHA
TAHUN I KUBA 10 ha
100 ha SANTRI PETANI
KUBA
TENAGA KERJA
KUBA:*) terampil
1 SANTRI
1 pendamping
1500 2000 HOK 10 HA
(SANTRI- BURUH)
10 ha
KUBA
KUBA
10 ha
KUBA
Keterangan:
*) Organisasi KUBA (Kelompok Usaha Bersama):
1. Satu orang Santri Senior sebagai penanggungjawab keseluruhan kegiatan usaha HUTANMAS pada lahan 10 ha
2. Satu orang pendamping teknis budidaya tanaman (mereka adalah mahasiswa yang sedang Praktek Kerja Lapang (PKL) atau sedang penelitian skripsi) dan didampingi oleh PPL/PKL
3. Seorang petani (kontak tani) sebagai koordinator operasional kerja lapangan sehari hari
4. Tenaga kerja (1000-2000 HOK) selama satu musim tanam, terdiri atas personil santri, buruh tani dan buruh buruh lainnya di pedesaan.
5. Pada tahun ke dua KUBA berkewajiban membina dua unit KUBA baru, dan seterusnya.
POLA PEMBINAAN USAHA PADA LAHAN NEGARA
TAHUN III HASILNYA
10 ha
TAHUN II KUBA
10 ha
PETANI
PENGUSAHA
TAHUN I KUBA 10 ha
WIRA-USAHA
10 ha PETANI
KUBA
SANTRI PETANI
TENAGA KERJA
KUBA:*) terampil
1 SANTRI
1 pendamping
1000-1500 HOK 10 ha 10 ha
(BURUH tani)
KUBA
10 ha
KUBA
Keterangan:
*) Organisasi KUBA (Kelompok Usaha Bersama):
1. Satu orang SANTRI SENIOR sebagai penanggungjawab keseluruhan kegiatan usaha agrobisnis pada lahan 10 ha
2. Seorang sarjana/PPL/PKL sebagai pendamping teknis budidaya tanaman (mereka adalah mahasiswa yang sedang Praktek Kerja Lapang (PKL) atau sedang penelitian skripsi)
3. Seorang petani (kontak tani) sebagai koordinator operasional kerja lapangan sehari hari yang mengkoordinir petani petani gurem pemilik lahan (10-20 orang petani)
4. Tenaga kerja (500-1000 HOK) selama satu musim tanam, terdiri atas personil santri, buruh tani dan buruh buruh lainnya di pedesaan.
4.3 Monitoring dan Evaluasi
Untuk mengetahui sampai seberapa jauh kegiatan yang direncanakan telash dapat dilakukan selama waktu tertentu selama pembinaan, maka dilakukan (1) monitoring dan (2) evaluasi. Monitoring adalah peninjauan lapangan untuk mengamati perkembangan atau menganalisis perkembangan dari jauh melalui laporan aktivitas secara frekuentif dengan mencatat setiap kegiatan dan hasil hasil yang telah dicapai serta permasalahan yang terjadi. Untuk mengetahui hasil dan monitoring dilakukan pencatatan harian (recording) harian dengan mengisi tabel berikut :
Tabel monitoring kegiatan Tahunan
No. Tanggal Jenis Kegiatan Keterangan: Hasil & Masalah
1. ....... ................ ..............................
2. ....... ................ ..............................
3. ....... ................ .............................
4. ....... ................ .............................
dst.
Recording ini diisi oleh koordinator KUBA setiap hari/ming¬guan yang kemudian secara frekuentif dilaporkan ke koordina¬tor yang kemudian diteruskan ke Penanggung jawab KUBA. Dari hasil pengumpulan data, informasi dari monitoring kemud¬ian dianalisis selanjutnya dievaluasi, kemudian diadakan peninjauan lapangan untuk mengetahui keadaan sebenarnya. Tinjauan lapangan dilaksanakan secara periodik sesuai dengan kebutuhan, diupayakan lebih sering ke lapangan.
Koordinator
Anggota
inform inform
K P
kunjungan lapangan
PETANI Penanggungjawab
V. PENUTUP
Model kemitraan agrobisnis melinjo: PEMBERDAYAAN KOPERASI PESANTREN SEBAGAI PENGELOLA UNIT USAHA AGRIBISNIS MELINJO + LEBAH MADU ini mempunyai prospek yang sangat bagus dalam menyediakan kesempatan kerja bagi warga pedesaan, menjadi sumber pendapatan bagi petani dan masyarakat sekitar, menumbuhkan pengusaha pengusaha kecil di pedesaan, dan meningkatkan produksi pangan.
Biaya investasi yang cukup tinggi diperlukan pada tahap pertama, sedangkan pada tahap tahap selanjutnya diharapkan dapat dibiayai sendiri dari hasil panen tahap pertama, dan seterusnya. Sedangkan modal awal selanjutnya dapat digunakan untuk penguatan koperasi.
Informasi yang disajikan dalam makalah ini sebagian dikembangkan dari hasil-hasil penelitian RUT V.1 , RUT V.2 dan RUT V.3 yang dibiayai oleh Proyek Pengembangan RUT-BPPT kerjasama dengan Lembaga Penelitian UNIBRAW. SPK No. 100/SPK/RUT/BPPT/IV/98 tanggal 26 April 1999.
BAHAN BACAAN
Agustinus R. Henry, 1990. Konsep Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Keterkaitannya Terhadap Industrialisasi Pedesaan, Makalah Nasional Pedesaan Pada Dies Natalis XXVII Universitas Brawijaya, Malang.
Anonim. 1987. Laporan Studi Pemanfaatan/Pengolahan hasil Pertanian untuk Pengembangan Industri melinjo di Jawa Tinur. Dinas Perindustrian Daerah Tingkat I Jawa Timur.
Bandura, Albert, 1977. Social Learning Theories, Prentice Hall Inc., New Jersey.
Dhofier, Zamakhasyari, 1994. Tradisi Pesantren; Studi Pandangan Hidup Kyai, LP3ES, Jakarta.
Gertz, Clifford, 1978. Abangan-Santri-Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, Pustaka Jaya, Jakarta.
Ginanjar Kartasasmita, 1995a. Pemberdayaan Masyarakat: Sebuah Tinjauan Administrasi, Makalah Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Administrasi Pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Malang.
Ginanjar Kartasasmita, 1995b. Pengembangan Sumber Daya Manusia: Iptek dan Industrialisasi dalam PJP II, FIA Unibraw, Malang.
Harukoshi, Hiroko, 1987. Kyai dan Perubahan Sosial, (terjemahan), P3M, Jakarta.
Kuntowijoyo, 1987. Menuju Kemandirian, Pesantren dan Pembangunan Desa, PAU-UGM, Yogyakarta.
Prasodjo, S., et.al., 1974. Profil Pesantren; Laporan Hasil Peneli¬tian Al Falah dan Delapan Pesantren Lain Di Bogor, LP3ES, Jakarta.
Pudjihastuti, S. 1983. Studi Tentang Pengaruh tingkat kemasakan Buah mlinjo Terhadap Mutu Empingnya. Jurusan Pengolahan Hasil Pertanian. FTP-UGM. Yogyakarta.
Rahardjo, Dawam, 1985a. Pergulatan Dunia Pesantren, Membangun dari Bawah, P3M, Jakarta.
Rahardjo, Dawam, 1985b. Pesantren dan Pembaharuan, LP3ES, Jakarta.
Rakhmat, Jalaluddin, 1988. Psikologi Komunikasi, Remadja karya, Bandung.
Sigit,K. 1987. Perbaikan Processing Pengolahan Emping Melinjo di Limpung Batang. Balai LITBANG Departemen Perindustrian . Semarang.
Soemarno. 1995. Model Pengembangan Sumberdaya Manusia Pembangunan Melalui Sistem PONPES Inovatif Produktif. Disajikan dalam Silaturahmi dan Konsultasi Regional Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMAPBS) Jawa Timur 1994/95 di Surabaya, 22 hal.
Soemarno. 1995. Model Perencanaan Agroforestry dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. PUSLIT PWD LP UNIBRAW, 1995, 56 hal.
Soemarno. 1995. Pola Pengelolaan Bantuan IDT pada Tingkat Kelompok Masyarakat Miskin. Disajikan dalam Silaturahmi dan Konsultasi Regional Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar Jawa Timur 1994/95 di Surabaya, 6 hal.
Soemarno. 1995. Sistem Pertanian Lahan kering yang Berkelanjutan. Makalah disajikan dalam Forum Pembekalan kemandirian dan Kewirausahaan Kader Pemuda Tani. 5-12 Agustus 1995 HKTI Kab. Malang
Soemarno. dkk. 1995. Model Kaji Tindak PONPES Inovatif-Produktif di Wilayah Pedesaan Jawa Timur. PUSLIT PWD LP UNIBRAW, 1995 20 hal.
Soemarno dan A. Arief. 1996. Potensi Sumberdaya Hutan dan Wana Wisata Bagi Pengembangan Wilayah. 90 hal. ISBN 979-558-000-0. Institut Pertanian Malang (IPM).
Soemarno, B. Setiawan, dan Z. Kusuma. 1996. Strategi Pengembangan Wilayah Pedesaan. Model Pengentasan Kemiskinan.. 180 hal. ISBN. 979-558-003-5. Pusat Penelitian Pembangunan Wilayah Pedesaan; LEMLIT Unibraw; Malang
Soemarno, dan Sukindar, 1996. Model Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan. 364 hal. ISBN . 979-508-025-3. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya; Malang.
Soemarno, I. Syafii, H. Hidayat dan Masrofi. 1997. Peran pondok Pesantren dalam Pengembangan Wilayah dan Masyarakat Pedesaan. Model Rancang Bangun Usaha Produktif.. 133 hal. ISBN. 979-558-005-1. Pusat Penelitian Pembangunan Wilayah Pedesaan; LEMLIT Unibraw; Malang.
Soemarno, N. Hanani, dan B. Setiawan. 1995. Model Badan Kredit Desa Bagi Kelompok masyarakat Miskin di Wilayah Pedesaan. Disajikan dalam Silaturahmi dan Konsultasi Regional Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMAPBS) Jawa Timur 1994/95 di Surabaya, 10 hal.
Soemarno, N. Hanani, Masrofie dan Sukindar. 1996. Ragam Wilayah Pedesaan Miskin dan Upaya Pengentasannya. ISBN. 979-558-001-7; 508 hal. Pusat Penelitian Pembangunan Wilayah Pedesaan; LEMLIT Unibraw.
Sunanto. 1991. Budidaya Melinjo dan Usaha Produksi Emping. Kanisius. Jakarta.
Supriyono. 1991. Kondisi Fisik Buah Melinjo. Lab. Prosessing Hasil Pertanian. Jurusan TP, FP Unibraw. Malang.
Suryadi, 1991. Kyai dan Difusi Inovasi, Laporan Penelitian, Malang.
Suryadi, 1993. Kyai Sebagai Gate Keeper Dalam Penyebaran Arus Inovasi : Laporan Penelitian, Malang.
Wahid, Abdurrahman, 1988. "Pesantren Sebagai Sub kultur" dalam Pesantren dan Perubahan Sosial, LP3ES, Jakarta
Ya'qub, Muhammad, 1984. Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa, Angkasa, Bandung.
Ziemek, Malfred, 1986. Pesantren Dalam Perubahan Sosial, Terjemahan Boetje B. Soendjojo, P3M, Jakarta.
Zuhri, KHS., 1987. Guruku Orang-Orang Pesantren, PT. Alma'arif, Bandung.
Dengan adanya informasi yang kami sajikan tentang cara membuat pola baju kutu baru
, harapan kami semoga anda dapat terbantu dan menjadi sebuah rujukan anda. Atau juga anda bisa melihat referensi lain kami juga yang lain dimana tidak kalah bagusnya tentang Bentuk Dan Ukuran Tubuh Manusia
. Sekian dan kami ucapkan terima kasih atas kunjungannya.
buka mesin jahit : marno.lecture.ub.ac.id/.../MODEL-KOPONTREN-PRODUKTIF-PENGELOLA-AGRI...
0 komentar:
Post a Comment