Motif Sekar Jagad
Motif Sekar Jagad |
contoh motif batik - Kegunaan :
Digunakan orang tua mempelai pada upacara pernikahan.
Makna filosofis :
Agar hatinya gembira.
Motif Pamiluto
Kegunaan :
Dipakai pada saat upacara pertunangan.
Makna filosofis :
Pamilut = Perekat.
Agar pasangan merasa saling terikat.
Motif Ciptoning
Kegunaan :
Untuk acara resmi.
Makna filosofis :
Agar si pemakai menjadi orang bijak dan mampu memberikan petunjuk jalan yang benar.
Motif Wahyu Tumurun Cantel
Kegunaan :
Dipakai pengantin pada waktu temu pengantin.
Makna filosofis :
Wahyu = Anugrah, Tumurun = Turun.
Dengan menggunakan kedua kain ini, kedua pengantin diharapkan mendapatkan anugrah Tuhan YME berupa kehidupan yang bahagia dan sejahtera serta mendapatkan petunjuk-Nya.
Motif Wahyu Tumurun
Kegunaan :
Busana daerah.
Makna filosofis :
Agar si pemakai mendapatkan wahyu atau anugrah.
Motif Udan Liris
Kegunaan :
Busana daerah
Makna filosofis :
Agar si pemakai diharapkan dapat menghindari hal-hal yang kurang baik.
Motif Truntum Sri Kuncoro
Kegunaan :
Digunakan oleh orang tua pengantin pada waktu temu pengantin.
Makna filosofis :
Truntum = Menuntun.
Sebagai orang tua berkewajiban menuntun kedua mempelai memasuki hidup baru yang banyak liku-liku.
2
Motif Tritik Jumputan
Kegunaan :
Busana daerah.
Makna filosofis :
Agar si pemakai terlihat luwes dan serasi.
1
Motif Tirta Teja
Kegunaan :
Pakaian.
Makna filosofis :
Tirta = Air, Teja = Cahaya.
Agar si pemakai terlihat lebih bercahaya.
1
Motif Tambal Kanoman
Kegunaan :
Dipakai oleh golongan muda.
Makna filosofis :
Agar si pemakai terlihat serasi dan mendapatkan banyak rejeki.
1
Motif Soko Rini
Kegunaan :
Upacara tujuh bulanan.
Sebagai alat untuk menggendong bayi.
Makna filosofis :
Agar si pemakai mendapatkan kesenangan yang kokoh dan abadi.
1
Motif Slobog
Kegunaan :
Upacara kematian.
Upacara pelantikan para pejabat pemerintah.
Makna filosofis :
Melambangkan harapan agar arwah yang meninggal mendapatkan kemudahan dan kelancaran dalam perjalanan menghadap Tuhan YME, sedangkan keluarga yang ditinggalkan juga diberikan kesabaran dalam menerima musibah kehilangan salah satu keluarganya.
Selain itu juga memiliki arti lain yaitu, melambangkan harapan agar selalu diberi petunjuk dan kelancaran dalam menjalankan semua tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
1
Motif Sido Mukti Luhur
Kegunaan :
Upacara tujuh bulanan.
Sebagai alat untuk menggendong bayi.
Makna filosofis :
Sido Mukti = Gembira, kebahagiaan.
Sehingga bayi yang di gendong merasa tenang dan mendapat kebahagiaan.
Motif Sido Mukti Ukel Lembat
Kegunaan :
Upacara bertemunya pengantin.
Makna filosofis :
Orang yang memakai akan menjadi mukti.
Tidak ada
Motif Sido Asih Sungut
Kegunaan :
Bertemunya mempelai.
Makna filosofis :
Sido = Jadi, Asih = Sayang.
Agar hidup dalam rumah tangganya dipenuhi rasa kasih sayang.
Tidak ada
Motif Sido Asih Kemoda Sungging
Kegunaan :
Upacara tujuh bulanan
Sebagai alat untuk menggendong bayi.
Makna filosofis :
Agar disayangi setiap orang.
1
Motif Sido Asih
Kegunaan :
Bebas.
Makna filosofis :
Agar si pemakai disenangi banyak orang.
Tidak ada
Motif Semen Romo Sawat Gurdo Cantel
Kegunaan :
Upacara tujuh bulanan.
Pakaian pesta.
Makna filosofis :
Agar si pemakai selalu mendapatkan berkah Tuhan.
Tidak ada
Motif Semen Romo Sawat Gurdo
Kegunaan :
Busana daerah.
Makna filosofis :
Agar si pemakai terlihat menjadi lebih menarik.
Tidak ada
Motif Semen Mentul
Kegunaan :
Pakaian sehari-hari.
Makna filosofis :
Orang yang memakai pada umumnya tidak mempunyai keinginan yang pasti.
Tidak ada
Motif Semen Gurdo
Kegunaan :
Untuk pesta dan busana daerah.
Makna filosofis :
Agar si pemakai mendapatkan berkah dan terlihat berwibawa.
1
Motif Semen Kuncoro
Kegunaan :
Pakaian harian keraton.
Makna filosofis :
Agar si pemakai akan memancarkan kebahagiaan.
Tidak ada
Motif Sekar Polo
Kegunaan :
Untuk pakaian sehari-hari
Makna filosofis :
Agar si pemakai akan dapat memberikan dorongan atau pengaruh terhadap orang lain.
Tidak ada
Motif Sekar Manggis
Kegunaan :
Upacara tradisional Jawa
Makna filosofis :
Agar si pemakai diharapkan akan memberikan kesan serasi bagi si pemakai.
Tidak ada
Motif Sekar Keben
Kegunaan :
Pakaian harian kalangan abdi dalam keraton.
Makna filosofis :
Agar si pemakai memiliki pandangan yang luas dan berpikiran kedepan.
Tidak ada
Motif Sekar Asem
Kegunaan :
Pakaian upacara adat Jawa.
Makna filosofis :
Asem = Senyum (Jawa : Mesem).
Orang yang memakai akan selalu hidup bahagia dan bersifat ramah.
Tidak ada
Motif Sapit Urang
Kegunaan :
Sebagai koleksi dari lingkungan keraton.
Makna filosofis :
Orang yang menggenakannya diharapkan mempunyai kepribadian yang baik dan hidupnya tidak sembrono.
Tidak ada
Motif Prabu Anom Parang Tuding
Kegunaan :
Upacara tujuh bulanan.
Makna filosofis :
Agar si pemakai mendapatkan kedudukan yang baik, awet muda dan simpatik.
Tidak ada
Motif Kurung
Kegunaan :
Busana daerah.
Makna filosofis :
Orang yang menggenakannya diharapkan menjadi gagah dan berwibawa serta memiliki kepribadian yang kuat.
Tidak ada
Motif Parang Tuding
Kegunaan :
Upacara tujuh bulanan.
Digunakan untuk menggendong bayi.
Makna filosofis :
Parang = Batu Karang, Tuding = Menuding (Jawa : Menunjuk).
Menunjukkan hal-hal yang baik dan menimbulkan kebaikan.
Tidak ada
Motif Parang Grompol
Kegunaan :
Busana daerah.
Makna Filosofis :
Si pemakai diharapkan akan mempunyai banyak rejeki.
Tidak ada
Motif Parang Kusumo Ceplok Mangkoro
Kegunaan :
Berbusana pria dan wanita.
Makna Filosofis :
Parang Kusumo = Bangsawan, Mangkoro = Mahkota.
Si pemakai mendapat kedudukan, keluhuran dan dijauhkan dari mara bahaya.
Tidak ada
Motif Parang Curigo, Ceplok Kepet
Kegunaan :
Menghadiri pesta.
Makna Filosofis :
Curigo = Keris, Kepet = Isis.
Si pemakai diharapkan memiliki kecerdasan, kewibawaan, serta ketenangan.
Tidak ada
Motif Parang Barong
Kegunaan :
Dipakai oleh Sultan atau Raja.
Makna Filosofis :
Kekuasaan atau kewibawaan seorang Sultan atau Raja.
Tidak ada
Motif Parang Bligon, Ceplok Nitik Kembang Randu
Kegunaan :
Menghadiri pesta.
Makna Filosofis :
Parang Bligo = bentuk bulat berarti kemantapan hati.
Kembang Randu = melambangkan si pemakai memiliki kemantapan dalam hidup dan banyak rejeki.
Tidak ada
Motif Lerek Parang Centung
Kegunaan :
Upacara tujuh bulanan (Jawa : Mitoni).
Dipakai perempuan pada acara pesta.
Makna Filosofis :
Parang Centung = Sudah Pandai Ber-rias (Jawa : Wis ceto macak), Kalau dipakai akan terlihat cantik.
Tidak ada
Motif Nogosari
Kegunaan :
Upacara tujuh bulanan (mitoni).
Makna Filosofis :
Nogosari adalah nama sejenis pohon. Motif ini melambangkan kesuburan dan kemakmuran.
Tidak ada
Motif Nitik Ketongkeng
Kegunaan :
Bebas.
Makna Filosofis :
Biasanya dipakai oleh orang tua untuk mendapatkan rejeki dan serasi.
Tidak ada
Motif Nogo Gini
Kegunaan :
Upacara temanten Jawa.
Makna Filosofis :
Apabila memakai kain tersebut diharapkan bisa memberikan barokah (rejeki) pada sang pemakai.
Tidak ada
Motif Nitik
Kegunaan :
Digunakan pada acara resmi.
Makna Filosofis :
Orang yang memakai diharapkan menjadi bijaksana dan dapat menilai orang lain dengan tepat.
Tidak ada
Motif Lung Kangkung
Kegunaan :
Sebagai pakaian sehari-hari.
Makna Filosofis :
Diharapkan akan mendapatkan pulung (rejeki).
Tidak ada
Motif Latar Putih Cantel Sawat Gurdo
Kegunaan :
Di gunakan untuk dipakai di acara resmi.
Makna Filosofis :
Menunjukkan suatu kewibawaan.
Tidak ada
Motif Klitik
Kegunaan :
Digunakan untuk dipakai di acara resmi.
Makna Filosofis :
Menunjukkan suatu kewibawaan.
Tidak ada
Motif Kembang Temu Latar Putih
Kegunaan :
Untuk berpergian dan untuk ber-pesta.
Makna Filosofis :
Kembang Temu = Kebapakan. Maka orang yang memakai akan memiliki sifat dewasa.
Tidak ada
Motif Kawung Picis
Kegunaan :
Digunakan di kalangan kerajaan.
Makna Filosofis :
Motif ini melambangkan harapan agar manusia selalu ingat akan asal-usulnya. Motif Kawung Picis juga melambangkan empat penjuru (pemimpin harus dapat berperan sebagai pengendali perbuatan baik). Juga melambangkan bahwa hati nurani sebagai pusat pengendali nafsu yang terdapat pada diri manusia, sehingga ada keseimbangan pada diri manusia.
2
Motif Kesatrian
Kegunaan :
Dipakai pengiring waktu upacara pengiringan pengantin.
Makna Filosofis :
Agar pemakai terlihat gagah dan memiliki sifat seperti ksatria.
Tidak ada
Motif Jawah Liris Seling Sawat Gurdo
Kegunaan :
Digunakan untuk berbusana sehari-hari.
Makna Filosofis :
Pemakai Batik ini diharapkan dalam kesehariannya akan dihujani rizky.
Tidak ada
Motif Jalu Mampang
Kegunaan :
Untuk menghadiri upacara pernikahan.
Makna Filosofis :
Memberikan dorongan semangat kehidupan dan memberikan restu bagi pengantin.
Tidak ada
Motif Harjuno Manah
Kegunaan :
Upacara Pisowanan (menghadap raja bagi kalangan kraton).
Makna Filosofis :
Diharapkan orang yang memakai, apabila mempunyai keinginan akan dapat terwujud.
Tidak ada
Motif Grompol
Kegunaan :
Di pakai oleh Ibu mempelai putri pada saat siraman.
Makna Filosofis :
Grompol, bermakna berkumpul/bersatu. Memakai Batik jenis ini diharapkan berkumpulnya segala sesuatu yang baik-baik, seperti rizky, keturunan, serta kebahagiaan hidup.
Batik merupakan kesenian tradisional yang memiliki nilai sangat tinggi di mata Global,harus kita perhatikan dan lestarikan. kami hanya tim pecinta batik yang berusaha untuk mengukir suatu sejarah kesenian batik dimata Global.
Sejarah Batik Yogyakarta
Kesenian Batik merupakan kesenian tradisional yang sudah ada di tanah Jawa sejak beberapa abad yang lalu. Perkembangan batik pun dimulai di Jawa Tengah, dan batik Yogyakarta merupakan salah satu kepingan dari perkembangan batik yang ada pada saat ini.
Perjalanan Batik Yogyakarta tidak bisa lepas dari perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Begitu terjadi perpecahan pada kerajaan Mataram, dan berdirinya Keraton Ngayogyakarta Hardiningrat. Busana dari Kerajaan Mataram dibawa dari Surakarta ke Ngayogyakarta, maka Sri Susuhunan Pakubuwono II merancang busana baru yang menjadi pakaian adat Keraton Surakarta yang berbeda dengan busana Ngayogyakarta.
Perundingan itu berlangsung di desa Giyanti, yang hasilnya antara lain :
Daerah atau wilayah Mataram dibagi menjadi dua, satu bagian dibawah kekuasaan Sri Paku Buwono II di Surakarta Hardiningrat, dan sebagian lagi bi bawah kekuasaan Kanjeng Pangeran Mangkubumi yang setelah dinobatkan sebagai raja bergelar Ngersa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalogo Ngabdul Rachman Sayidin Panatagama Kalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I, yang kemudian keratonnya dinamakan Ngayogyakarta Hardiningrat.
Semua pusakan dan benda-benda keraton juga dibagi dua. Busana Mataram di bawa ke Yogyakarta, karena Kanjeng Pangeran Mangkubumi yang berkehendak melestarikannya. Oleh karena itu Surakarta dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan Paku Buwono III merancang tata busana baru dan berhasil membuat busana adat Keraton Surakarta seperti yang kita lihat sampai sekarang ini.
Dengan adanya informasi yang kami sajikan tentang contoh motif batik
, harapan kami semoga anda dapat terbantu dan menjadi sebuah rujukan anda. Atau juga anda bisa melihat referensi lain kami juga yang lain dimana tidak kalah bagusnya tentang Membuat Batik Teknik Jumputan (Ikat Celup)
. Sekian dan kami ucapkan terima kasih atas kunjungannya.
buka mesin jahit : http://batikthokmotifkhasyogyakarta.blogspot.co.id/
0 komentar:
Post a Comment