Desainer Idealis dari Bone
Desainer Idealis dari Bone |
gambar pola jahitan baju bodo - Matanya nanar sibuk memilih warna ini, itu. Hampir semua renda-renda cantik di toko Citra Malang, toko renda terbesar disini, semua dia tolak. Menolaknya tidak tanggung-tanggung. Menolak mentah-mentah.
Itulah Abi, seorang pemuda Bone yang sedang melanjutkan studi di Institut Teknologi Nasional Malang. Sesaat ku bertemu dia saat para penari berlatih tari 4 etnis, dia berdiskusi denganku mengenai kostum-kostum yang akan dikenakan para penari ini. Rupanya mereka belum bisa menentukan saat itu, akankan mendatangkan kostum itu dari Makassar, tentunya dengan dana yang cukup besar. Atau menyewa kostum-kostum baju bodo di Malang. Kebetulan banyak salon yang kutau menyewakan baju bodo.
Baju BodoNamun tidak dengan kostum Toraja. Baju ini beda dengan semua baju bodo yang dikenakan penari yang lain, Mandar, Bugis, Makassar. Banyak sekali detil-detil etnik berupa manik-manik bergantung dan menempel di kostum penari Toraja. Hingga kemudian mereka menentukan akan mendatangkan kostum Toraja ini dari Makassar. Ada salon yang menawarkan sewa tanpa ongkir sebesar 1,2jt. Saya terperanjat mendengar harga tersebut. Bagaimana tidak untuk pementasan ini ada 3 tari yang akan mereka suguhkan, Tari Padupa, Tari 4 Etnis, Tari Kipas, diperlukan dana segitu untuk satu penari saja, penari Toraja. Sangat runyam kedengarannya.
Akhirnya saya tawarkan bagaimana kalau kita jahit sendiri, kebetulan mereka banyak sekali foto-foto dan video penari dan tarian-tarian dari Youtube. Youtube lah yang melatih mereka menari di sanggar latihan sementara di kampus Institut Teknologi Nasional. Abi pun setuju. Dengan sigap dia buka lemari di sanggar tersebut. Hopla..dia keluarkan kostum-kostum baju Bodo yang dia bawa dari Bone, ada delapan lembar.
Dengan tersenyum diapun bercerita, “Orang tua saya memang pengusaha WO dan EO, Wedding Organizer dan Event Organizer di Bone”. Saya tertegun mendengar cerita Abi. Perlahan sebelum dia lanjutkan ceritanya, kutanya. “Abi, bener kita dari Bone?”. Saya penasaran belum pernah menemui orang Bone di Malang. Kebanyakan mahasiswa asal Makassar yang ada disini. Dan Abi pun menjawab dengan tegas, “Iya! Saya orang Bone” katanya. “Kenapa?” Dia curiga.
Haha asikk, aku tersenyum girang. “Hai Abi, aku belum pernah ketemu sama orang Bone loh! kubilang padanya. Dia tersenyum, “Iya emang, semua pada ke Yogyakarta dan kota-kota lain. Saya memilih Malang” kata dia enteng.
Baju BodoKemudian pembicaraan pun kembali ke kostum-kostum yang akan mereka pakai di festival Budaya nanti. Baju-baju bodo berwarna cerah itu dia bawa dari Bone. Ternyata orangtua Abi mengkoleksi berbagai macam baju Bodo untuk kepentingan Wedding ceremony. Banyak warna yang mereka miliki tentunya. Nah beberapa yang dia bawa ke Malang ini adalah yang sudah berlalu modelnya. Mungkin sudah ada model dan warna-warna yang baru, maka Abi pun membawa baju-baju tersebut ke Malang. Dia tidak mengira apapun, hanya ingin membawa saja. Itu karena kepeduliannya kepada budaya.
Dia bercerita dua kakaknya adalah guru sejarah yang sangat rajin membawa siswa-siswanya ke musium sejarah di Bone. Kedua orang tuanya ternyata memiliki darah WO juga. Mereka memiliki baju-baju Bodo warisan dari kakek neneknya. Sehingga ada beberapa baju yang dirasa tidak dipakai lagi, dibawa ke Malang oleh Abi.
Iseng kutanya, “Abi, kita kan dari Bone..boleh kutau dimana makam Arung Palakka?” pelan sekali kulontarkan pertanyaan itu. Tapi dia juga terhenyak, memandangku dengan setengah curiga. Dan apakah memang orang-orang Bone begitu??
Dengan santai kujelaskan, “Abi, kalau saya ke SULSEL, saya akan datangi semua makam para pendahulu kita. Aku tinggal dekat makam Karaeng Galesong” kujawab begitu.
Wajahnya yang tadi tegang kemudian berubah tenang. “Kalau makam Arung Palakka saya nggak tau mbak” katanya berusaha menjelaskan. Kemudian belum selesai dia menghirup rokoknya, diapun mengakhiri pertanyaanku dengan ramah. “Ada tempat dimana dulu Arung Palakka dimandikan saat dia baru lahir, sebuah sumur tua tepat di belakang rumah orang tuaku”.
Aha! Saya jadi senyum-senyum. Entah kenapa saya suka sekali dengan tempat-tempat bersejarah. Tadinya Abi tidak mau menjelaskan dimana letak makam Arung Palakka. Tapi dengan dia sebutkan ada sebuah sumur tua, dimana Arung Palakka pernah dimandikan, itupun sudah cukup bagiku. Meriah banget terdengar di telingaku.
Baju-baju Bodo yang berserakan di karpet ini dijelaskan dengan gamblang olehnya. Ini baju peninggalan nenekku. Kuteliti satu persatu, kainnya sudah cukup tua dan rapuh. Sana-sini terlihat robekan-robekan kecil. Tidak ada asesoris sedikitpun kutemui disana. Benar-benar baju segi empat dengan 3 lubang untuk tangan dan leher. Hmm..baru kutahu pola baju Bodo seperti ini. Pertama kali kutemui pola Baju Bodo ini. Ku jadi berpikir-pikir, kenapa tidak dari dulu-dulu jahit baju ini. Polanya begitu mudah dan sederhana, tanpa ukuran-ukuran apapun, tanpa lekukan-lekukan sama sekali. Kumengira mungkin baju ini sederhana tanpa asesoris, namun saat dipakai penari atau para terima tamu mengenakan baju tersebut dengan menggunakan kalung khas yang dipakai saat mengenakan baju bodo, kalung yang cukup lebar dan besar. Sehingga hilang kesan sederhana dari baju tersebut.
Hmm..sambil berpikir kubolak-balik baju-baju ini. Di luar masih terdengar 8 penari sedang berlatih tari Padupa. Mahasiswa yang lain sedang memainkan bermacam ukuran perkusi dan jimbe di sebelah sana.
Dan Woila! Kenapa tidak! Saya akan coba untuk ikut mendesain baju ini supaya terlihat cantik dan elegan. Kupandang Abi, “Abi, ayo kita desain lagi baju ini agar terlihat cantik, kita pasang renda-renda berwarna. Okay!” Aku berusaha meyakinkan Abi agar dia mau memberikan kesempatan padaku untuk pasang sentuhan detil kembali pada baju-baju tua ini. Dengan serta merta kutambah, “Besok saya antar kamu milih-milih renda di pasar”. Abipun mengangguk setuju. “Okay mbak Ika” Abi jawab dan mata berbinar. Semangat EO orang tuanya benar-benar menurun padanya.
Tapi, sesampai di toko Citra, toko renda terbesar di kota Malang..saya benar-benar tidak bisa mengejar langkah Abi. Matanya kembali nanar melihat warna emas, perak, merah, hijau dll. Setiap renda cantik yang kutawarkan dia menolak dan tangannya bergerak tanda tak setuju. Ada 7 toko yang kami datangi, tidak ada satupun warna yang cocok. 3 toko penjual bando khas Sulawesi itu juga tak digubris olehnya. Perhiasan-perhiasan itu sama sekali tidak menarik perhatiannya. Dengan sinis dia menjelaskan, “ndak ada yang cocok itu Daeng Te’ne”. Nampak sekali kegusarannya sampai-sampai dia sebut nama padaengangku.
Menarik!
Abi menginginkan warna itu benar-benar sama seperti yang ia lihat di Bone, seperti yang orangtuanya lakukan di WO acap kali. Orangtua Abi yang juga memberikan fasilitas shooting dan foto bagi upacara adat dan pengantin memang sangat teliti dengan warna. Di Bone setiap pengantin menginginkan baju yang berbeda dengan pengantin yang lain. Tidak hanya pasangan pengantin, yang diundangpun juga begitu. Setiap ada undangan, maka wanita-wanita Bone berusaha untuk mendesain satu baju baru lagi dan sebuah sarung baru tentunya. Ini betul-betul cerita yang baru bagiku, semangat sekali kumengikuti kemana Abi lari.
Dan akhirnya kita dapatkan semua renda-renda itu dan sebuah kain bludru untuk pergelangan tangan. Ini benar-benar kesempatan baikku untuk menjahit renda-renda tersebut. Dan baju-baju itu kubawa pulang untuk segera kujahit renda dan hiasan-hiasannya.
sumber : http://linguafranca.info/tag/baju-bodo/
Dengan adanya informasi yang kami sajikan tentang gambar pola jahitan baju bodo
, harapan kami semoga anda dapat terbantu dan menjadi sebuah rujukan anda. Atau juga anda bisa melihat referensi lain kami juga yang lain dimana tidak kalah bagusnya tentang Tips Menjahit Kebaya Dari Kain Brokat
. Sekian dan kami ucapkan terima kasih atas kunjungannya.
0 komentar:
Post a Comment