, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Awas! Anak Bisa Jadi Cuek Karena Gadget

les, indonesia, private, obras, guru, sekolah, belajar, yogyakarta, usaha, jogja, kursus, terbaik, batik, kaos, kebaya, jahit, baju jahit, mesin jahit, konveksi, kursus menjahit
Awas! Anak Bisa Jadi Cuek Karena Gadget

Awas! Anak Bisa Jadi Cuek Karena Gadget


Teknologi yang terus berkembang

tentu tidak dapat kita hindari. Pada
nyatanya kita memang harus bisa
menyesuaikan diri dengan perkembangan
zaman. Gadget merupakan
salah satu bentuk teknologi yang
saat ini menjamur dan menyentuh
segala lapisan masyarakat dari segala
usia, termasuk anak-anak.


Ada kalanya anak-anak Anda akan

meminta untuk dibelikan gadget. Terlepas
apapun faktor pemicu mereka
untuk memintanya, seperti fitur dan
permainan menarik, atau tekanan
lingkungan sebayanya, pada akhirnya
mereka pasti akan meminta hal
tersebut pada kita.



Salah satu hasil penelitian Indonesia’s

Hottest Insight 2013, menunjukkan
85 persen anak-anak memiliki
kebiasan memotret dengan telepon
genggamnya dan 51 persen anak
meminta hadiah smartphone atau
gadget saat naik kelas atau lulus.


Namun dengan segala macam fitur
atraktif yang dimilikinya, keberadaan
gadget, baik berupa smartphone
maupun tablet, sekarang semakin
disorot karena berbagai dampak
negatif yang berpotensi timbul akibat
pemakaiannya yang terlalu intens.
Dampak negatif tersebut utamanya
ialah pengaruh gadget terhadap faktor
psikologis penggunanya.


Saat ini bukanlah hal yang asing lagi

jika kita duduk bersama atau nongkrong
dengan teman sejawat, seringkali
kita malah asyik sendiri dengan
gadget yang ada di tangan. Begitu
pula dengan teman-teman kita yang
lain pada saat bersamaan. Alhasil,
suasana komunikasi yang tadinya
cair menjadi terasa beku.
Hal tersebut setali tiga uang dengan
suasana di rumah dengan keluarga.
Seringkali kita berkumpul dengan
suami dan anak-anak dengan kondisi
yang dekat secara fisik, namun jauh
di hati akibat keasyikan kita menggunakan
gadget.


Anak-anak pun seringkali mencontoh
perilaku kita sebagai panutan
mereka. Apabila mereka asyik bercerita,
sementara kita selalu disibukkan
dengan aktivitas seperti BBM-an,
maka hal itu akan membekas dalam
benaknya, dan besar kemungkinan
mereka akan melakukan hal yang
sama ke depannya.


Perlu kita ketahui, suasana tersebut

jika dibiarkan terus menerus, cepat
atau lambat akan menciptakan disharmoni
dalam keluarga kita sendiri
akibat pola interaksi yang kurang
bermakna.


Dengan melihat berbagai faktor
tersebut, seberapa pentingkah bagi
kita sebagai orangtua untuk memberi
anak kita gadget yang dimintanya?
Menurut psikolog anak dan keluarga,
Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., untuk
mencegah kualitas momen kebersamaan
keluarga tidak memudar akibat
teknologi, orangtua harus mempunyai
batasan dan wawasan yang
cukup agar teknologi dapat digunakan
secara bijak. Hal itu dikarenakan
orangtua bertanggung jawab atas
setiap informasi yang diterima oleh
anaknya melalui teknologi, dalam hal
ini gadget.


“Kita mesti memberi pengertian akan

makna gadget itu sendiri bagi anak,
yakni untuk berkomunikasi dengan
kita saat sedang berjauhan dengan
mereka. Itu harus kita tekankan
dalam diri mereka. Dan hal tersebut
harus selalu kita ingatkan pada anak,
bahwa ketika kita sudah hadir bersama
dengan mereka dalam suasana
yang intim, maka mereka harus meletakkan
gadget-nya,” ujar Anna.


Anna memaparkan bahwa waktu
untuk berkumpul bersama dengan
keluarga merupakan suatu hal yang
mahal dewasa ini. Anak sibuk sekolah
dan kursus, sementara kita
sibuk bekerja. Tentu waktu untuk bisa
berkumpul terbilang tidak banyak. Ia
berharap agar semua individu dalam
keluarga, baik itu anak-anak maupun
orangtua tidak menyia-nyiakan
momen tersebut.


Kehadiran gadget tentu tidak serta

merta bisa kita lihat dari sisi negatifn-
ya saja. Ada beberapa sisi positif dari
gadget yang memang berguna bagi
perkembangan kognitif anak.
Adapun manfaatnya ialah menambah
wawasan dan memancing mereka
untuk belajar, serta bisa juga meningkatkan
kemampuannya dalam berbahasa
asing. Tak hanya itu, melalui
permainan yang ada di gadget, anakanak
dapat dirangsang untuk berpikir
secara strategis.



Walau begitu, jika kita memberikan

gadget kepada anak, maka kita
harus mengingatkan mereka supaya
tidak boleh melupakan berbagai
tanggung jawabnya, seperti belajar
dan bergaul dengan lingkungannya,
baik itu lingkungan sekolah maupun
keluarga.


“Kita boleh saja memberi mereka
gadget, namun kita perlu untuk membatasi
waktu pemakaiannya. Bisa
juga kita menerapkan syarat tertentu
baginya sebelum dapat menggunakan
gadget, misalnya harus belajar
dulu,” ucap Anna.


Untuk mencegah anak kecanduan

gadget dan menjadi “lupa daratan”,
Anna menekankan pentingnya kehadiran
kita sebagai orangtua untuk
ada dan menjadi sosok yang sesungguhnya
mereka butuhkan. Jangan
sampai karena kita tidak hadir atau
ogah-ogahan memperhatikan mere-
ka dan memprioritaskan pekerjaan,
anak kita malah lari ke gadget.
Anna juga memaparkan bahwa idealnya
anak diberikan gadget di saat
usianya sudah di atas lima tahun. Hal
tersebut dikarenakan saat masa-masa
balita, anak lebih membutuhkan
berbagai aktivitas fisik dan kehadiran
kita sebagai orangtua secara lebih
intim.


“Saat berusia di bawah lima tahun

anak perlu melakukan berbagai
macam kegiatan yang sifatnya motorik
atau bergerak. Di usia bawah
lima tahun (balita) merupakan masa
penting untuk membangun kedekatan
emosional antara orangtua dengan
anak, terutama tiga tahun pertama.
Keberadaan kita berpengaruh
bagi tumbuh kembangnya,” jelas
Anna.


“Jangan karena kita beralasan tidak

punya waktu, lalu anak diserahkan
untuk lebih banyak diasuh orang lain,
atau dikasih gadget aja biar gampang.
Kita perlu hadir bagi mereka,
tidak hanya secara fisik, namun juga
batin. Memang butuh pengorbanan,
terutama dalam hal waktu. Tapi kita
perlu memberikan diri kita sepenuhnya.
Berikan waktu kita yang berharga
itu untuk kebaikan anak kita sendiri,”
lanjutnya.


Perlu bagi kita untuk mengalihkan
perhatian anak supaya tidak terpaku
pada gadget. Caranya ialah dengan
mengajaknya bermain dengan berbagai
aktivitas menyenangkan. Sederhana
saja, mulailah dari kegemarannya.
Anda bisa melibatkan diri dalam
aktivitas yang dilakukannya tersebut.


Tidak harus selalu melakukannya
bersama, namun pastikan Anda hadir
saat mereka melewati momen terbaiknya.
Saat-saat tersebut juga harus melibatkan
kontak fisik, di mana kita
dapat menyentuh dan membelainya.


Di situ kita anak akan merasakan

kehadiran kita sebagai sosok yang
sesungguhnya mereka butuhkan.
Membangun momen, itulah kuncinya.
Perlu komunikasi dari hati ke hati
agar tercipta keterikatan emosional
antara anak dengan orangtua. Bentuk
komunikasi tersebut dapat dilakukan
dengan cara menjadi pendengar
yang baik bagi kita orangtua dalam
mendengar segala macam cerita
yang disampaikan oleh anak.


Jika anak Anda sudah sepenuh hati

bercerita, maka jangan lupa untuk
meletakkan sejenak gadget Anda.
Cobalah untuk fokus memperhatikannya,
karena anak Anda berhak untuk
mendapat perhatian penuh dari orangtuanya.
Begitu pula dengan Anda, ceritakan
padanya apa saja kegiatan yang
telah Anda lakukan sepanjang hari.
Jangan lupa tunjukkan pula gerakan
atau bahasa tubuh yang membuka
diri. Jadikan hal tersebut menjadi
sebuah rutinitas sejak anak masih
berusia dini.


Hal tersebut membutuhkan komitmen,

baik dari Anda, pasangan
Anda, maupun anak Anda. Namun
melalui langkah sederhana tersebut,
kebersamaan dalam keluarga akan
tercipta secara alami seiring dengan
kebiasaan yang telah dibentuk sejak
dini. Dengan begitu, kualitas komunikasi
dan kebersamaan dalam keluarga
akan bermakna dan tak akan
mudah goyah karena faktor apapun,
termasuk kehadiran gadget.

0 komentar:

Post a Comment