, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Sumber Ide dan Teknik Penyajian Gambar

les, indonesia, private, obras, guru, sekolah, belajar, yogyakarta, usaha, jogja, kursus, terbaik, batik, kaos, kebaya, jahit, baju jahit, mesin jahit, konveksi, kursus menjahit
Sumber Ide dan Teknik Penyajian Gambar

Sumber Ide dan Teknik Penyajian Gambar



Salah satu hal yang tak kalah penting yaitu sumber ide atau sumber inspirasi.
Sumber ide adalah sesuatu yang dapat menimbulkan ide atau gagasan seseorang untuk
menciptakan desain kostum yang baru. Dalam menciptakan suatu desain yang baru,
seorang perancang kostum dapat melihat dan mengambil berbagai objek untuk
dijadikan sumber ide. Objek tersebut dapat berupa benda-benda alam atau benda-benda
yang diciptakan manusia, yang ada di lingkungan sekitarnya maupun peristiwaperistiwa
penting yang dianggapnya menarik untuk dikembangkan dan dituangkan
dalam suatu ciptaan desain kostum. Sumber ide sangat diperlukan karena tidak semua
orang mempunyai daya khayal yang sama, sehingga perlu adanya sumber yang dapat
merangsang lahirnya suatu kreasi. Pengamatan terhadap sumber ide pun tidak sama
bagi setiap orang, hal ini tergantung dari segi mana si pencipta kostum itu merasa
tertarik. Oleh karena itu, meskipun sumber ide yang diberikan sama, ciptaan yang
dihasilkan akan berbeda-beda.


Secara garis besar sumber ide dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (1)
Sumber ide dari pakaian penduduk dunia atau pakaian daerah Indonesia; (2) Sumber
ide dari benda-benda alam seperti bentuk dan warna dari tumbuh-tumbuhan, binatang,
gelombang laut, bentuk awan dan bentuk-bentuk geometris; dan (3) Sumber ide dari
peristiwa Nasional maupun Internasional misalnya: pakaian olahraga dari peristiwa
Asian Games, ide pakaian upacara 17 Agustusan. Semua yang ada di sekitar kita, suatu
peristiwa atau benda-benda dapat dipakai sebagai sumber ide untuk menciptakan desain
busana (Chodijah & Wisri A.M., 1982: 172). Dalam penjelasan selanjutnya dikatakan
bahwa apabila mengambil salah satu sumber ide tersebut tidak perlu secara
keseluruhan, melainkan dapat diambil pada bagian-bagian tertentu yang dianggap
menarik atau memiliki kekhususan atau keistimewaan, misalnya warnanya, kemudian
dikembangkan menjadi sesuatu yang diinginkan. Pendapat yang serupa dikemukakan
oleh Sri Ardiati Kamil bahwa untuk penciptaan desain yang baru dapat digunakan

beberapa sumber, antara lain : (1) Sumber Sejarah dan Penduduk Asli; (2) Sumber dari
Alam; (3) Sumber dari Pakaian Kerja ( l986: 30-33). Akhirnya dapatlah dipahami
bahwa kedua ahli di atas sependapat, apapun yang ada di alam ini termasuk kejadian
alam bahkan sebuah lagu dapat menjadi sumber inspirasi dalam penciptaan desain yang
baru.
Menurut Mark Mooring seorang designer yang berbakat pada Bergdorf Goodman
di New York seperti yang dikutip oleh Kamil berpendapat bahwa dalam menciptakan
model suatu busana yang baru melalui beberapa langkah, yaitu: (1) membuat busana
asli dengan bahan-bahan tekstil masa kini dan disebarkan ke pasaran menurut musim
yang sesuai dengan busana yang diciptakan; (2) mengambil ide dari salah satu bagian
yang asli dan diperbaharui. Misalnya, pada bagian lengan, garis leher (neckline), atau
sebagian dari suatu embroidry; (3) mempelajari sejarah dari busana yang bersangkutan
dan menikmati keindahan dari busana tersebut. Setelah itu detail-detail yang pasti
dilupakan. Kemudian mulai dengan menciptakan koleksi baru tanpa meniru model
aslinya (1986: 30). Untuk belajar membuat desain lebih dulu mempelajari sejarahnya,
kemudian baru membuat busananya dengan sumber bermacam-macam masa dalam
sejarah.
Menurut Hartatiati Sulistio, penampilan kreasi baru merupakan perpaduan antara
teori desain busana, teknik menggambar, dan sumber ide. Tiga faktor ini merupakan
faktor penentu karya cipta kreasi baru. Kreasi baru merupakan modifikasi bentuk lama
pengamatan suatu benda atau busana tradisional menjadi suatu ciptaan baru dengan
harapan menjadi perhatian masyarakat dan akan dipakai oleh mereka (2006: 104).
Keberhasilan pengembangan ide serta kreasi desain juga didukung dengan pengetahuan
yang lain seperti : sejarah busana, pengetahuan tekstil, teknologi busana, dan teknologi
menjahit. Tentu untuk mewujudkan dalam karya tidak mudah, diperlukan sebuah
kreativitas, seperti yang dikemukakan oleh Nunun Daradjatun bahwa kreativitas
memang tanpa batas. Ia menjelajahi alam pikiran yang gaib, yang mampu membuat
kejutan yang tak terduga, tetapi sebuah kreativitas akan menemukan maknanya yang
sejati, manakala berakhir pada nilai-nilai universal: keindahan, kebenaran dan kebaikan
(Daradjatun, Nunun & Samuel Wattimena, 2003)
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa sumber ide dalam tulisan ini adalah lagu
dolanan. Dipilihnya lagu dolanan dalam upaya untuk ambil bagian dalam
pembangunan masyarakat yang memandang manusia sebagai subyek pembangunan,

maksudnya mendudukkan manusia dalam partisipasinya bagi upaya peningkatan
kualitas bangsa disertai dengan berbagai pertimbangan. Pertama, sebagai alat
pengembang kreativitas. Seperti disampaikan oleh Ki Supriyoko bahwa keberadaan
“dolanan anak” relevan dengan pesan-pesan yang ada pada Convention on The Rights
of The Child atau KHA (Konvensi Hak Anak) dan Forum Komunikasi Pembinaan dan
Pengembangan Anak Indonesia (FK-PPAI) dalam upaya pengembangan potensi dan
kreativitas anak di Indonesia. Dolanan anak atau permainan anak diakui sebagai metode
yang efektif untuk mengembangkan potensi dan kreativitas anak, karena secara
simultan bisa mengembangkan raga dan jiwa anak sekaligus, yaitu antara olah raga,
olah pikir, olah seni dan olah rasa. Dolanan anak merupakan seni terapan (appropriate
art), dalam arti aktivitas yang menghasilkan nilai dan fungsi; bukan seni murni (fine
art) dalam arti seni untuk seni. Orang yang melihat dolanan anak akan merasakan
keindahan di dalamnya, sedangkan anak-anak yang ber“dolanan” akan memetik
hasilnya berupa kesehatan, ketrampilan, kecerdasan dan kepuasan. Keseluruhan itu
dapat termanifestasikan dalam fungsi “dolanan anak”, yaitu : fungsi rekreatif, membina
fisik, melatih ketrampilan, melatih ketelitian, melatih keseksamaan, mengasah
konsentrasi, belajar berkesenian, belajar berkompetisi serta belajar menterjemahkan
pesan-pesan moral. Teji, jaranan, padang mbulan, ilir-ilir, cubllak-cublak suweng,
merupakan dolanan anak yang berfungsi untuk belajar berkesenian dan belajar
menterjemahakan pesan-pesan moral (Krisdyatmiko (ed.), 1999: 50-51). Pandangan ini
juga dikemukaan oleh Seto Mulyadi selaku pakar psikologi anak dan praktisi dolanan
anak, bahwa ada tujuh manfaat bermain anak, yaitu manfaat fisik, edukatif, kreatif,
pembentukan konsep diri, sosial, moral dan sebagai terapi. Perkembangan kreativitas
anak sangat dipengaruhi oleh berbagai rangsang-rangsang mental yang kaya sejak dini.
Di samping itu dikemukaan pula dalam penjelasannya, bahwa seni musik mampu
membentuk intelegensi anak. Menggeliti seni musik tingkat kecerdasan otak anak lebih
bisa meningkat dibanding dengan anak yang tak pernah menyentuh seni. Melalui
musik, beban anak dengan beragam tugas yang harus dikerjakan bisa terkurangi, serta
memiliki nilai hiburan dan membawa imajinasi anak untuk rekreatif sesuai yang
diangankan (1999: 7).
Kedua, sebagai media untuk menanamkan nilai budaya. Mengutip pendapat Edi
Sedyawati yang menyebutkan bahwa dolanan anak disamping sebagai media untuk
menanamkan nilai budaya, juga dapat dijadikan sebagai wahana penanaman nilai-nilai

musikal. Aspek musikal yang seringkali ada dalam permainan-permainan tertentu.
Vokal, nyanyian seperti dalam permainan cublak-cublak suweng, cempa ya rowa,
sluku-sluku bathok, jaranan dan ilir-ilir. Terasa sederhana, namun pengalaman
menyanyikan sebenarnya memberikan kesiapan pada si anak untuk mengapresiasikan
dan menghayati nada non-diatonis, dalam hal ini sistem nada slendro dan pelog dalam
kesenian Jawa. Penanaman nilai-nilai musikal yang dapat” menumpang” pada permaian
anak ini sebenarnya amat strategis dalam upaya untuk mempertahankan jati diri budaya
bangsa, karena dengan demikian generasi demi generasi tidak akan kehilangan
kemampuan untuk menghayati warisan budaya dari bangsanya sendiri. Dengan kata
lain, meskipun kita mahir dalam bernyanyi dan bermusik dengan menggunakan sistem
nada diatonik, tidak akan meminta “trained incapacity”, yaitu karena keterbiasaan pada
sistem nada diatonik saja maka menjadi tidak mampu menangkap dan mengekspresikan
musik dengan nada sistem nada yang lain, yang sebenarnya merupakan warisan
budayanya sendiri (1999:47-48). Dijelaskan juga oleh Ki Hadisukatno bahwa dolanan
anak yang bersifat tradisional ada yang berupa permainan dengan lagu dan gerak
wirama . Permaian dengan lagu dan wirama banyak sekali ragamnya, misalnya :
jamuran, cublak-cublak suweng, bibi tumbas timun, manuk-manuk dipanah, tokungtokung,
blarak-blarak sempal, bang-bang-tut, pung-irung, bethu thonthong, kidang
talon, ilir-ilir karya Sunan Kalijaga, dan lain sebagainya. Disamping itu masih terdapat
jenis permainan yang lain seperti, permainan yang bersifat menirukan perbuatan orang
dewasa, permainan untuk mencoba kekuatan dan kecakapan, permainan melatih panca
indera, dan permainan dengan latihan bahasa (1999:5).
Telah dikemukakan terdahulu bahwa sumber ide dari penciptaan desain kostum
akan difokuskan pada lagu-lagu dolanan, atau jenis lagu-lagu yang diambil dari
permainan anak tradisional Jawa yang dapat dinyanyikan dan dibawakan dengan
gerakan-gerakan dan jenis lagu-lagu Jawa yang didalamnya parikan yang mengandung
pesan-pesan moral.
Secara garis besar permainan anak tradisional Jawa dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok yang bersifat kompetitif dan rekreatif (Marsono et al., 1999:
12). Kata permainan dalam bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah dolanan dalam
bahasa Jawa. Dalam bahasa Inggris dibagi menjadi dua, yaitu play dan game (Ahimsa
Putra, 1999: 13). Kata game dapat diterjemahkan menjadi “pertandingan”, artinya
cenderung bersifat kompetitif, berhadap-hadapan untuk saling bersaing, sedangkan kata

play didefinisikan sebagai “bermain“, atau “permainan untuk bermain” yang bersifat
rekreatif. Kata rekreatif merupakan kata sifat yang berasal dari kata dasar rekreasi.
Rekreasi mengandung arti “sesuatu yang menggembirakan hati dan menyenangkan
seperti hiburan”(Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
1990: 738). Mengacu pada pendapat di atas, maka permainan anak-anak yang bersifat
rekreatif sama artinya dengan permainan dalam arti play, dolanan, bermain sebagai
sesuatu yang menggembirakan hati. Permainan anak tradisional yang bersifat
kompetitif adalah jenis permainan yang masing-masing pelakunya saling berkompetisi/
bertanding untuk menang.
Sebuah lagu merupakan hal yang abstrak, untuk memperoleh gambaran isi lagu
perlu alat bantu guna mengarahkan perancang dalam mengambil ide untuk mewujudkan
karyanya. Sebagai upaya untuk memvisualisasikan penulis menggunakan
busana adat pakaian Daerah Istimewa Yogyakarta untuk wanita bekerja atau bepergian,
syair lagu dolanan dan syair lagu Jawa. Anak-anak pada zaman dahulu khususnya anakanak
perempuan di pedesaan, pada saat bermain atau bekerja membantu orang tua
mengenakan kain batik dengan baju kebaya yang beraneka ragam motifnya sesuai
dengan pilihannya, pada umumnya dengan motif kembang dan berwarna cerah. Cara
mengenakannya kain agak tinggi di atas tumit (cingkrang, Jawa), maksudnya agar
memudah gerak mereka (Wibowo, 1990: 31). Berkaitan dengan tulisan ini, maka
pakaian yang digunakan sebagai sumber ide adalah pakaian orang dewasa bukan
pakaian anak-anak.
Pakaian orang dewasa dan orang tua, untuk bekerja maupun bepergian di daerah
Yogyakarta terdiri atas beberapa bagian, yaitu: sanggul, baju kebaya dari bahan lurik
atau kain batik bermacam-macam motif. Kebaya memakai kuthu baru atau tidak,
bengkung setagen dan kemben, selendang lurik atau batik. Selendang dipergunakan
secara bervariasi, mengenakan alas kaki sandal atau kadang-kadang tidak, kepala
bersanggul gelung kondhe dengan perlengkapan tusuk kondhe, dan sunggaran
sekedarnya (1990: 34). Dalam bahasa Jawa kuno kata lurik berasal dari kata lorek yang
berarti lajur atau garis, belang dan dapat pula berarti corak. Kain lurik adalah sehelai
kain yang bercorak garis-garis searah panjang kain yang disebut lajuran, dan yang
searah lebar kain pakan malang, sedangkan corak kotak-kotak kecil disebut dengan
istilah cacahan. Khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan kain lurik
(Djoemena, Nian S.,2000: 31).

Adapun lagu-lagu dolanan yang dipilih adalah cublak-cublak suweng, jaranan,
dan soyang,sedangkan latar belakang lagu akan dijelaskan secara singkat berikut ini

0 komentar:

Post a Comment