RUMAH TENUN IKAT INDONESIA TIMUR DI JAKARTA
RUMAH TENUN IKAT INDONESIA TIMUR DI JAKARTA |
contoh gambar ragam hias dari bahan tekstil misalnya ragam hias geometris - Sarah Nisrina Rifdah
Jl Raya Mauk No. 100 Tangerang, (021)59371829, sarahnisrina.rifdah@yahoo.com
Suyin Pramono, S.Sn, MDes | Anak Agung Ayu Wulandarai, S.Sn, MA
ABSTRACT
- ragam hias flora yang mudah digambar
Indonesia has art and culturural diversity that is derived from about 300 ethnic groups. The diversity also pass many types of textiles. Clothes and fabrics that is used by people in each region is real form of that textiles diversity. Ikat is one of traditional handwoven textiles. Ikats from eastern Indonesia are representation of the archipelago’s ikats that have its unique characteristics; containing aesthetic, spiritual, sociology, and high cultural values. As generations of the nation, we should know, appreciate, and conserve our heritages. One of the methods to engage people, especially the young generations to know and to love ikat is establishing a more interesting and attractive museum that is suitable for both education and entertainment.
Keywords: Eastern Indonesian Ikat, Handwoven Textile, Museum, Art, Culture.
ABSTRAK
Indonesia memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang berasal dari sekitar 300 suku. Keragaman tersebut juga mewariskan banyak jenis tekstil. Pakaian dan kain yang digunakan penduduk di setiap daerah adalah bentuk nyata dari keragaman tekstil itu. Salah satu jenis kain yang ada di Indonesia adalah kain tenun ikat. Tenun ikat dari bagian timur Indonesia merupakan perwakilan tenun ikat nusantara yang memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri; mengandung nilai-nilai estetis, spiritual, sosiologis dan budaya yang tinggi. Sudah sepatutnya kita sebagai generasi bangsa mengenal, mencintai, dan melestarikan warisan leluhur kita sendiri. Salah satu untuk mengajak masyarakat khususnya generasi muda mengenal dan mencintai tenun ikat, yaitu mendirikan sarana museum yang menarik yakni bersifat edukasi sekaligus entertainment.
Kata Kunci: Tenun Ikat Indonesia Timur, Museum, Seni, Budaya.
- teknik menggambar ragam hias
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang berada di antara benua Asia dan benua Australia. Kita patut bersyukur karena hal tersebut membuat Indonesia memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang berasal dari sekitar 300 suku. Keragaman tersebut juga mewariskan banyak jenis bahan sandang bagi kita. Pakaian dan kain yang digunakan penduduk di setiap daerah adalah bentuk nyata dari keragaman sandang itu.
Salah satu jenis kain yang ada di Indonesia adalah kain tenun ikat. Kain tenun ikat merupakan jenis kain yang terbuat dari benang katun yang terlebih dahulu diikat, biasanya dengan sejenis serat tumbuhan kemudian dicelup ke pewarna sebelum ditenun. Setelah proses dicelup, dijemur dan dikeringkan kemudian dibuka pengikatnya, akan terlihat bagian-bagian benang yang diikat akan memiliki warna asli benang, sedangkan bagian yang tidak terikat akan berubah warna sesuai warna celupan.
Ada tiga jenis tenun ikat yaitu tenun ikat lungsi dimana corak ragam hiasnya terletak di bagian benang lungsinya (benang horizontal), tenun ikat pakan dimana corak ragam hiasnya terletak di bagian benang pakannya (benang vertikal), dan tenun ikat ganda atau dobel yang corak ragam hiasnya dihasilkan dari ikatan keduanya.
Tenun ikat memang tersebar di banyak wilayah di Indonesia mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, hingga Maluku. Tenun ikat dari timur Indonesia dipilih karena dinilai cukup mewakili ragam tenun ikat dari berbagai daerah lain di Indonesia. Selain itu tenun ikat dari timur Indonesia, khususnya Sumba di Nusa Tenggara juga memiliki keunikan dan kekhasan pada proses pembuatannya yang memakan waktu lama karena mengggunakan alat tenun tradisional (gedogan), mengandung nilai-nilai estetis, spiritual, sosiologis dan budaya yang tinggi. Oleh karenanya, tenun ikat Sumba diusulkan menjadi warisan budaya tak benda ke UNESCO oleh pemerintah pada April 2012 lalu. (http://www.pikiran-rakyat.com/node/184837)
Di daerah asal pembuatannya, menenun kain ikat merupakan sebuah tradisi turun temurun. Orang tua mengajarkan anak-anaknya cara menenun melalui lisan dan praktek langsung. Namun belakangan ini banyak anak muda yang meninggalkan tradisi menenun orang tuanya karena lebih memilih bekerja di luar kota. Pelajaran menenun pun hingga saat ini belum masuk secara resmi ke dalam muatan lokal atau ekstrakurikuler pada sekolah-sekolah di daerah terkait. Hal inilah yang sangat disayangkan karena otomatis anak-anak penerus tradisi ini akan semakin berkurang dari masa ke masa.
Hal inilah yang menginspirasi penulis dalam pemilihan tema Tugas Akhir. Kekayaan seni budaya nusantara sudah sepatutnya kita jaga dan lestarikan. Salah satu caranya adalah dengan menyediakan sarana semacam museum sebagai tempat koleksi beragam tenun ikat mulai dari kain ikat tradisional yang diwariskan leluhur sampai dengan tenun ikat kontemporer. Ragam tenun tersebut dipamerkan berdasarkan lokasi asal dan masanya sehingga pengunjung dapat dengan mudah membedakan karakteristik setiap tenun. Tidak hanya ragam tenun yang dipamerkan, namun juga pengaplikasian tenun tersebut pada kehidupan mulai dari pengaplikasian pada fashion, aksesori, hingga furnitur. Interior dan elemen-elemen pendukung akan dirancang sedemikian rupa dengan konsep yang menarik agar generasi muda lebih tertarik dan tergugah rasa cintanya terhadap warisan leluhurnya.
Masalah utama yang muncul pada perencanaan interior Rumah Tenun Ikat Indonesia Timur adalah:
1. Bagaimana merancang interior yang mampu memfasilitasi kebutuhan akan ruang pamer dan informasi tenun ikat khususnya dari Timur Indonesia dengan baik, menarik, dan mudah dimengerti?
2. Bagaimana merancang interior Rumah Tenun Ikat Indonesia Timur dengan konsep dan citra yang sesuai agar memunculkan esensi dan ciri dari kain-kain ikat Indonesia Timur tersebut?
3. Bagaimana sistem display, pencahayaan, perawatan, dan keamanan koleksi tenun ikat yang baik?
4. Bagaimana sistem display, pencahayaan, dan pembagian ruang yang efektif pada Rumah Tenun Ikat agar pengunjung dapat dapat merasa nyaman?
5. Fasilitas pendukung apa saja yang dibutuhkan Rumah Tenun Ikat untuk menunjang aktivitas pengunjung?
Adapun tujuan perancangan antara lain:
1. Memperkenalkan ragam kain tenun ikat dari Indonesia Timur kepada masyarakat.
2. Melestarikan seni budaya bangsa khususnya tenun ikat dari Indonesia Timur.
3. Menciptakan sarana informasi bagi masyarakat tentang tenun ikat Indonesia Timur berupa museum dengan konsep yang lebih menarik dan modern.
4. Menciptakan sebuah tempat alternatif kunjungan wisata edukasi yang memiliki koleksi tenun ikat Indonesia Timur baik tradisional maupun kontemporer dan pengaplikasiannya.
5. Menstimulasi semua kalangan khususnya generasi muda agar lebih tertarik mengunjungi museum dan mencintai warisan seni budaya leluhur.
Sedangkan manfaat perancangan antara lain:
1. Ikat warisan leluhur khususnya dari bagian timur Indonesia dapat lebih dikenal dan lestari keberadaannya.
2. Meningkatkan pariwisata seni budaya kota Jakarta dengan menyediakan sarana wisata edukasi tentang kain ikat dari timur Indoesia.
3. Masyarakat dapat lebih mengenal dan mencintai seni budayanya, khususnya ragam tenun ikat dari Indonesia Timur.
METODE PENELITIAN
- macam macam ragam hias
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, yaitu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami. (Creswell, 1998:15)
Metode kualitatif tersebut terbagi atas dua cara yaitu:
a. Penelitian langsung, yaitu dengan melakukan survei atau pengamatan secara langsung, dengan tujuan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Penelitian langsung dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:
1. Survei Lapangan
Survei lapangan dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi secara langsung dari sumbernya untuk mendukung perancangan. Survei lapangan dilakukan ke beberapa museum yang ada di Indonesia sebagai studi banding. Data survei yang dibutuhkan mencakup foto, program dan kegiatan yang diselenggrakan, aktivitas penghuni dan pengunjung, serta fasilitas yang ada di dalam museum.
2. Wawancara
Informasi seperti sejarah, konsep, visi dan misi, peraturan, koleksi serta data-data internal gedung dapat diperoleh dengan mewawancarai langsung pengurus museum.
3. Observasi Lapangan
Observasi dilakukan untuk mengamati secara langsung aktivitas yang biasa dilakukan. Observasi juga dilakukan untuk mengamati fisik bangunan dan interior museum secara langsung dan meneliti kemungkinan berbagai permasalahannya.
4. Kuesioner
Kuesioner disebar untuk mengetahui seberapa besar ketertarikan dan antusias masyarakat untuk mengunjungi museum, faktor apa yang membuat mereka tertarik, serta antusiasme jika didirikan semacam museum tenun ikat Indonesia.
b. Penelitian secara tidak langsung, yaitu berupa studi literatur sebagai landasan teori untuk melengkapi data-data yang didapat dari penelitian langsung. Data studi literatur dapat diperoleh dari buku referensi, majalah, dan internet.
HASIL DAN BAHASAN
1. Konsep Perancangan
Gambar 1 Grafis Tema
Tenun ikat Indonesia Timur memiliki kesan indah yang unik dan cenderung berkesan edgy dan primitive (tidak feminin dan luwes motifnya seperti contohnya batik), dengan warna-warni kain yang merupakan warna alam.
Dari analisa arsitektur bangunan, analisa pengguna, dan khususnya karakteristik tenun ikat di atas, dipilih tema Earthy Beautiful Journey yang berarti Perjalanan (eksplorasi dalam museum) Indah Bersahaja; Dekat dengan Alam.
Dengan tema tersebut, interior Rumah Tenun Ikat Indonesia Timur akan memiliki suasana yang berbeda, sehingga pengunjung merasakan seperti sedang melakukan sebuah perjalanan/eksplorasi dalam mengenal tenun ikat.
2. Style
Style atau gaya yang digunakan adalah gaya kontemporer dengan sentuhan etnik. Gaya kontemporer menandai sebuah desain yang kekinian, variatif, fleksibel dan inovatif, baik secara bentuk maupun tampilan, jenis material, pengolahan material, maupun teknologi yang dipakai dan menampilkan gaya yang lebih baru. Desain ini dikenali lewat karakter desain yang praktis dan fungsional dengan pengolahan bentuk geometris yang simpel dan warna-warna netral dengan tampilan yang clean. Penggunaan bentuk tersebut juga didasarkan pada pertimbangan benda koleksi yang memiliki banyak ragam hias. Bentuk interior yang terlalu rumit (organik) dapat mengalihkan perhatian pengunjung. Gaya kontemporer ini kemudian dikombinasikan dengan ragam hias tradisional dan material lokal sehingga juga menimbulkan kesan etnik.
3. Citra Ruang
Citra ruang yang ingin disampaikan adalah warm-natural, dan eksotis yang sangat mewakilkan citra budaya masyarakat Indonesia yang hangat dan keindahan ragam seninya yang eksotis. Citra warm-natural disampaikan melalui penggunaan material alam dengan palet warna-warna hangat seperti oranye-cokelat dan motif lokal khas Indonesia Timur. Citra eksotis didapatkan melaui kain-kain ikat itu sendiri, dekorasi interior pendukung.
Walaupun secara keseluruhan interior Rumah tenun Ikat Indonesia Timur memiliki suasana warm-natural, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, setiap ruang akan memiliki suasana khusus yang berbeda:
• Area umum seperti lobby dan ruang temporer akan memiliki suasana yang lebih netral dan natural.
• Area pamer aplikasi lifestyle dan café & lounge akan memiliki suasana urban-natural untuk mewakili karakteristik masyarakat urban masa kini sehingga penggunaan kain ikat pada gaya hidup dapat lebih diterima oleh masyarakat.
• Area pamer Nusa Tenggara akan memiliki suasana yang terinspirasi dari sabana Pulau Sumba, untuk mewakili suasana Nusa Tenggara secara keseluruhan.
• Area pamer Sulawesi akan memiliki suasana yang terinspirasi dari dataran tinggi Toraja, untuk mewakili suasana Sulawesi secara keseluruhan.
• Area pamer Maluku akan memiliki suasana yang terinpirasi dari pesisir Maluku, untuk mewakili suasana Maluku secara keseluruhan.
• Area kantor, laboratorium, dan storage akan memiliki suasana yang lebih netral dan clean seperti suasana kantor pada umumnya.
- contoh ragam hias fauna
4. Konsep Warna
Warna dominan yang digunakan dalam perancangan yaitu warna-warna netral seperti hitam, cokelat, abu, dan putih serta warna alam yang umum dijumpai seperti biru, oranye, dan hijau. Warna-warna netral dipilih karena dapat mewakili gaya kontemporer. Selain itu juga karena atas dasar benda-benda koleksi yang beragam warna dan coraknya. Warna-warna netral khususnya warna hitam akan lebih mudah bercampur dengan keragaman yang ada. Warna hitam juga memiliki kesan elegan, elemen apapun jika dikombinasikan dengan warna hitam akan terlihat menarik.
Gambar 2 Perbandingan Penggunaan Warna
5. Konsep Material
Material dominan yang digunakan adalah material yang mewakili karakter kontemporer dan natural, serta mengarah pada green design. Material Green design cenderung hemat dalam penggunaan material, contohnya seperti yang diterapkan pada Gedung Dua8 yaitu meminimalisir penggunaan finishing dengan membiarkan dinding memiliki tekstur beton dan plaster ekspos. Selain itu dapat juga digunakan kayu reklamasi dan material non toxic.
Gambar 3 Konsep Material Keseluruhan
Gambar 4 Konsep Material Ruang Pamer Lifestyle
Gambar 5 Konsep Material Ruang Pamer Nusa Tenggara
Gambar 6 Konsep Material Ruang Pamer Sulawesi
Gambar 7 Konsep Material Ruang Pamer Maluku
4.6 Konsep Ragam Hias
Gambar 8 Contoh Motif Geometris Ikat
Ragam hias yang dikombinasikan dalam perancangan museum ini yaitu ragam hias tenun ikat Indonesia Timur itu sendiri. Ragam hias yang dipilih adalah ragam hias geometris seperti garis-garis meander, pilin, dan kait atau ragam hias yang distilasi bentuknya menjadi lebih sederhana.
Bentuk-bentuk tersebut dapat diaplikasikan pada beberapa bagian elemen interior dan furnitur khususnya pada ruang selain ruang pamer agar benda koleksi tetap menjadi objek utama yang ditonjolkan.
7. Konsep Pencahayaan
Konsep pencahayaan yang digunakan yaitu bright seperti alam tropis Indonesia dan juga existing arsitektur gedung. Namun begitu akan memperhatikan kebutuhan koleksi, intensitas cahaya tidak lebih dari 50 lux khususnya pada ruang pamer koleksi kain.
Secara garis besar jenis pencahayaan buatan yang diterapkan ada tiga yaitu:
1. Pencahayaan General
Pencahayaan general pada ruang pamer menggunakan track lighting dari lampu halogen atau LED yang tidak mengandung atau hanya sedikit mengandung sinar ultraviolet dan inframerah, dengan luminasi yang rendah tidak lebih dari 50 lux.
Pencahayaan general pada ruang laboratorium/konservasi dan perkantoran menggunakan lampu fluorescent atau TL yang memiliki intensitas cahaya yang cukup tinggi (300-400 lux) dan cocok digunakan untuk ruang-ruang yang digunakan untuk aktivitas kerja.
Pencahayaan general pada ruang-ruang lain seperti lobby dan café tidak akan seterang pencahayaan pada kantor dan tidak seredup pada ruang pamer.
2. Pencahayaan Langsung
Pencahayaan langsung diterapkan pada ruang pamer yaitu untuk menyoroti benda-benda koleksi dengan lampu spotlight LED untuk menonjolkan benda koleksi tersebut dan menciptakan kesan dramatis. Penerangan ini tidak langsung menyoroti benda koleksi, perlu diberi filter atau dipantulkan ke dinding agar tidak merusak benda koleksi tersebut. Pada vitrin, pencahayaan langsung menggunakan bulb LED kecil yang diletakkan di sisi-sisi vitrin.
Pencahayaan aksen berupa hidden light diterapkan pada beberapa sisi ruang pamer, pada lobby, café & lounge, dan juga toko.
3. Pencahayaan Dekoratif
Pencahayaan dekoratif merupakan pencahayaan tambahan untuk menambah nilai estetis. Pencahayaan ini dapat berupa lampu pendant, lampu dinding, dan standing lamp. Pencahayaan dekoratif diterapkan pada lobby, café & lounge, dan toko.
Selain pencahayaan buatan, juga diterapkan pencahayaan alami. Pencahayaan alami dimaksimalkan untuk area toko, lobby, beberapa area café, dan hall perkantoran.
8. Konsep Penghawaan
Digunakan kedua sistem penghawaan yaitu alami dan buatan.
1. Penghawaan Alami
Penghawan alami pada ruangan dapat digunakan pada beberapa beberapa saat, khususnya ketika sedang tidak beroperasi (pada pagi hari, ketika belum ada pengunjung yang datang). Penghawaan alami berfungsi sebagai penetral dan pergantian udara dalam ruangan.
2. Penghawaan Buatan
Penghawaan buatan menggunakan AC (terdiri dari air supply grille & air return grille) guna menstabilkan suhu ruang tetap pada kisaran yang telah ditentukan yaitu kisaran 20oC untuk mencegah kerusakan koleksi dan untuk kenyamanan serta kebutuhan penghuni/pengunjung. Selain itu, untuk kebutuhan koleksi juga perlu diperhatikan persentase kelembaban udara, oleh karenanya digunakan alat untuk menjaga kelembaban yaitu silica gel cartridge atau dengan menggunakan microclimate generator aktif yang diinstalasi pada vitrin.
Untuk memastikan akan suhu dan kelembaban udara tetap pada range yang baik, diperlukan pula beberapa temperature/humidity controller.
- ragam hias fauna yang mudah digambar
Gambar 9 (Kiri) Silica Gel Cartridge
Gambar 10 (Kanan) Microclimate Generator
9. Konsep Keamanan
Sistem keamanan bagi benda koleksi dari vandalisme (tangan jahil manusia) dapat diterapkan dengan penggunaan CCTV pada sudut-sudut ruangan, penjagaan ketat oleh sekuriti, alarm, dan penggunaan vitrin tertutup untuk benda koleksi yang bernilai tinggi. Pengunjung yang datang ke Rumah Tenun Ikat juga harus diperiksa barang bawaanya oleh sekuriti untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Untuk keamanan manusia, bencana yang paling harus diwaspadai adalah bencana kebakaran. Untuk mengantisipasi hal tersebut digunakan smoke detector, heat detector, sprinkler, dan fire extinguisher serta jalur-jalur exit gedung yang mencukupi.
10. Signage
Signage atau papan nama/petunjuk juga merupakan hal yang penting dalam perancangan museum. Pengunjung yang baru berkunjung tentu membutuhkan informasi baik berupa direktori gedung, nama ruang dan kategori koleksi, hingga berupa instruksi dan peraturan gedung.
Konsep signage yang digunakan masih memiliki relasi dengan konsepnya. Signage akan menggunakan material kayu reklamasi, vinyl, dan akrilik.
11. Design Result
ragam hias figuratif
Gambar 11 3D Lobby
Gambar 12 3D Lifestsyle Exhibition Room
Gambar 13 3D Nusa Tenggara Exhibition Room
SIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Kita sebagai bangsa Indonesia yang merupakan negara dengan kekayaan seni dan budaya yang berlimpah sudah sepatutnya bangga dan terus menjaga kelestariannya. Salah satu cara menjaga kelestarian seni dan budaya yang ada yaitu dengan didirikannya sarana museum yang tidak hanya menyimpan benda koleksi seni budaya tersebut namun juga harus dapat merawat, konservasi, dan mempresentasikannya dengan baik kepada masyarakat luas.
Namun kenyataan yang ada pada saat ini adalah banyak dari masyarakat yang masih menganggap museum sebagai tempat yang membosankan dan kuno. Mereka yang tidak tertarik mengunjungi museum kecuali untuk kepentingan sekolah dan perkuliahan. Hal inilah yang membuat generasi muda dari masa ke masa semakin melupakan bahkan tidak mengenal seni dan budayanya sendiri.
Penyebab dari permasalahan tersebut bukan semata-mata dari dalam diri individu masing-masing masyarakat, namun juga karena hingga saat ini banyak museum di Indonesia kurang memperbaiki diri. Banyak museum pusaka/cagar budaya di Jakarta misalnya masih memiliki kesan yang muram, penyajian benda koleksi yang membosankan, penjelasan mengenai benda koleksi yang sangat minim, dan fasilitas-fasilitas yang kurang dirawat.
Hal-hal tersebut menjadi tantangan bagi para desainer untuk turut membantu menciptakan sarana pembelajaran sekaligus rekreasi bagi masyarakat Indonesia berupa museum yang baik secara keseluruhan dari segi benda koleksi dan konservasinya hingga kepada permasalahan penyajian benda koleksi tersebut.
2. Saran
A. Saran bagi Mahasiswa Tugas Akhir
Berikut beberapa saran yang ingin penulis sampaikan bagi mahasiswa tugas akhir:
1. Mengingat singkatnya waktu yang diberikan, mahasiswa Tugas Akhir perlu membuat time-schedule dan target pencapaian pribadi agar lebih disiplin dan dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan baik dan tepat waktu.
2. Mahasiswa hendaknya memanfaatkan kesempatan bimbingan dengan dosen pembimbing dengan sebaik mungkin. Mahasiswa juga diharuskan untuk aktif bertanya kepada dosen pembimbing jika terdapat hal-hal yang kurang dimengerti.
3. Mahasiswa hendaknya membaca prosedur ketentuan Tugas Akhir dan format penulisan Tugas Akhir dengan seksama agar tidak terjadi kesalahan dan kesulitan di kemudian hari terutama pada saat pengumpulan makalah.
B. Saran bagi Museum
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, museum-museum yang ada di Indonesia khususnya Jakarta perlu membenahi diri. Hal-hal yang dapat menjadi pertimbangan misalnya:
1. Menhadirkan suasana museum yang menyenangkan, bukan muram dan menakutkan.
2. Memperbaiki dan meningkatkan fasilitas yang ada. Misalnya pada beberapa museum yang penulis kunjungi, perpustakaan dan workshopnya ‘mati’ dan tidak terawat. Padahal fasilitas-fasilitas pendukung tersebut merupakan salah saatu faktor yang dapat menarik masyarakat untuk berkunjung.
3. Cara display benda koleksi perlu dibenahi agar tidak monoton dan membuat bosan pengunjung. Sarana display juga perlu diperhatikan, jangan sampai usang dan berdebu.
4. Penerapan pembelajaran interaktif bagi para pengunjung sehingga pengunjung tidak hanya menjadi penonton pasif. Hal ini selain akan lebih menarik, juga dapat menghindari rasa bosan pengunjung. Contohnya: workshop, game, dan informasi interaktif pada layar-layar tablet.
5. Diperlukan sosialisasi lebih luas kepada masyarakat dan lebih mengikuti trend dan teknologi terkini agar dapat menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat, misalnya dengan promosi melalui media sosial dan pembuatan website resmi yang representatif.
- ragam hias fauna kupu-kupu
REFERENSI
De Chiara, Joseph dan John Callender. (1983). Time-Saver Standards for Building Types. Singapore: McGraw-Hill.
Kartiwa, Suwati. (1989). Tenun Ikat-Indonesian Ikats. Jakarta: Djambatan.
McLean, K. (1993). Planning for People in Museum Exhibitions. Washington: Association of Science –Technology Centers.
Panero, Julius dan Martin Zelnik. (2003). Dimensi Manusia dan Ruang Interior. Jakarta: Erlangga.
Sutaarga, Amir. (1983). Pedoman Penyelenggaraan dan Pengelolaan Museum. Jakarta: Direktorat Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Therik, Jess A. (1989). Tenun Ikat dari Timur; Keindahan Anggun Warisan Leluhur. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Udansyah, Dadang. (1979). Pedoman Tata Pameran di Museum. Jakarta: Direktorat Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Galikano, Silvia. (2014). Semeriah Benang Tenun. Majalah Detik, 119, 176-182.
Kasim, Miranti dan Syahrindra Sofyan. (2012). Terpikat Tenun Ikat. Martha Stewart Living Indonesia, Oktober 2012, 50-52.
Radia, Rabita. (2013). Museum Rock. Skripsi S1. Universitas Bina Nusantara, Jakarta.
Wulandari, Ayu. (2014). Dasar-dasar Perencanaan Interior Museum. Jurnal Wajib School of Design Universitas Bina Nusantara, Jakarta.
Cita Tenun Indonesia. (2012). Cita Tenun Indonesia. Diakses Maret 2014 dari http://tenunindonesia.com.
Hoopen, Peter. (2012). Traditional Indonesian Ikat Textiles. Diakses Maret 2014 dari http://ikat.us.
- pola ragam hias
RIWAYAT PENULIS
Sarah Nisrina Rifdah lahir di kota Ciamis pada 26 Februari 1994. Penulis menamatkan pendidikan S1 dalam bidang Desain Interior pada tahun 2014.
Dengan adanya informasi yang kami sajikan tentang contoh gambar ragam hias dari bahan tekstil misalnya ragam hias geometris
, harapan kami semoga anda dapat terbantu dan menjadi sebuah rujukan anda. Atau juga anda bisa melihat referensi lain kami juga yang lain dimana tidak kalah bagusnya tentang Jenis Jahitan
. Sekian dan kami ucapkan terima kasih atas kunjungannya.
buka mesin jahit : thesis.binus.ac.id/doc/WorkingPaperdoc/2013-2-01406-DI%20WorkingPaper001
0 komentar:
Post a Comment