Busana Muslimah, Mengapa Harus Syar’i?
Busana Muslimah, Mengapa Harus Syar’i? |
pengertian busana anak dan persyaratan busana anak - Berbicara masalah busana muslimah, kita tentu sering mendengar banyak orang yang berkata, bahwa selain trendi, busana muslimah juga harus syar’i. Apa itu sebenarnya arti kata syar’i? Dan apa hubungannya dengan busana muslimah? Baiklah tulisan di bawah ini berusaha menjelaskan tentang pertanyaan-pertanyaaan tersebut di atas.
hijab_kartun_1Pengertian dari hukum Syar’i menurut istilah syar’a adalah suau ketentuan dari yang menentukan syari’at yang bertalian dengan perbuatan orang yang mukallaf didalamnya mengandung tuntutan, kebolehan dan larangan serta mengandung ketentuan sebab, syarat, dan mani’, atau halangan terlaksananya hukum. Busana muslimah sendiri definisinya adalah segala pakaian yang menutupi tubuh dengan tidak menampakkan aurat sesuai dengan syari’at yang berlaku. Sebagai landasannya adalah surat Al Ahzab ayat 59: “Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin,“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang”. [Al Ahzab : 59].
Selain itu Allah juga berfirman dalam surat An Nur ayat 31: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-peelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau nak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An-Nur: 31). Dalam memaknai kalimat “kecuali yang biasa tampak darinya”, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Ayat ini, sebagaimana disebutkan Ibnu Kasīr dalam kitab tafsirnya menegaskan tentang kewajiban menutup seluruh perhiasan dan tidak menampakkannya sedikitpun kepada laki-laki ajnabi, kecuali perhiasan yang tampak tanpa kesengajaan, karena sesuatu yang tidak disengaja tidaklah mendapat hukuman. Ibnu Abbās ra mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘perhiasan yang biasa tampak’ adalah wajah dan kedua telapak tangan, dan inilah pendapat yang masyhur di kalangan jumhur ulama’. Demikian pula pendapat Ibnu Jarīr. Sedangkan Ibnu Mas’ūd ra berpendapat sebagaimana dikutip al-Albāniy bahwa yang dimaksud dengan ‘perhiasan yang biasa tampak’ adalah selendang maupun kain yang lainnya, yakni kain kerudung yang biasa dikenakan wanita Arab di atas pakaiannya serta bagian bawah pakaiannya yang tampak.
Ulama besar Muhammad Nashirudin Al-Albany dalam hal ini menyebutkan bahwa busana muslimah (hijab) yang memenuhi syari’at dalam islam adalah sebagai berikut:
1. Menutup seluruh anggota badan selain yang dikecualikan.
Dalam al-Qur’an surat An-Nur ayat 31 tersebut diatas disebutkan kata “dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” Menurut syaikh Al-Albany, arti dari kata tersbeut diatas yang mendekati kebenaran adalah pendapat yang menafsirkan dengan wajah dan telapak tangan. Sedangkan yang di sebut dengan telapak tangan adalah bagian dalam dari telapak tangan hingga pergelangan; adapun wajah adalah mulai dari tempat tumbuhnya rambut hingga bawah dagu dan mulai dari satu kuping hingga kuping telinga yang lain. Sehingga yang meliputi wajah dan telapak tangan adalah celak, cincin, gelang, dan inai.
2. Bukan berfungsi sebagai perhiasan.
Firman Allah Ta’āla dalam surat al-Nūr:31 “Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka.” Ayat ini menunjukkan adanya perintah bagi wanita untuk menyembunyikan perhiasannya, dan sangat tidak masuk akal jika seorang wanita berpakaian (dengan maksud menutupi perhiasannya) namun pakaian tersebut justru ia jadikan sebagai perhiasan. Secara umum, ayat ini juga mengandung makna semua pakaian biasa (jika dihiasi) yang dengannya menyebabkan kaum laki-laki melirik dan tertarik kepadanya.
3. Kain yang dipergunakan tebal dan tidak tipis.
Dalil dari syarat ini adalah hadits nabi Muhammad SAW yang artinya: “Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian tetapi (hakekatnya) telanjang . Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) onta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka itu adalah kaum wanita terkutuk.” Yang dimaksud oleh hadis Nabi saw di atas adalah wanita yang mengenakan pakaian tipis, yang dapat menggambarkan bentuk tubuhnya. Makna ini telah banyak dinukil dari para şahabat dan şahabiyah Nabi saw, seperti Asma’ binti Abū Bakar, Umar bin Khaţţāb, dan lain sebagainya.
4. Pakaian harus longgar, tidak ketat dan tidak menggambarkan bentuk dari anggota tubuh pemakainya.
Hakekat mengenakan pakaian adalah untuk menghilangkan fitnah, di mana hal tersebut tidak akan dapat terwujud kecuali pakaian yang dikenakan haruslah bersifat longgar dan tidak sempit. Telah kita lihat fenomena yang memprihatinkan di kalangan wanita muslimah saat ini, meskipun mereka berpakaian dengan pakaian yang dapat menutupi warna kulitnya, namun tetap saja mereka mengenakan pakaian yang dapat menggambarkan bentuk tubuhnya. Keadaan inilah yang dapat mendatangkana kerusakan besar di kalangan umat manusia.
5. Tidak menggunakan wewangian atau parfum
Ada banyak hadits yang menyebutkan larangan bagi wania muslimah untuk tidak memakai wewangian, salah satu diantaranya adalah: Dari Abū Mūsa al-Asy’ariy bahwasanya ia berkata: Rasūlullāh saw bersabda: “Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah penzina”.
6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.
Ada beberapa hadits sahih yang memuat larangan ini, diantaranya adalah: Hadis yang diriwayatkan Abū Hurairah ra:“Rasulullah saw melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria.”
Larangan ini sangat kuat dan termasuk dosa besar.
7. Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir.
Larangan dalam menyerupai pakaian orang-orang kafir terdapat dalam hadits berikut ini: Dari Abdullāh bin Amru bin al-‘Aş yang berkata: “Rasulullah saw melihatku mengenakan dua buah kain yang diwarnai dengan ‘usfur, maka beliau bersabda: “Sungguh, ini merupakan pakaian orang-orang kafir, maka jangan memakainya.”
Syari’at telah menetapkan bahwa kaum muslimin -baik laki-laki maupun perempuan- dilarang menyerupai (bertasyabuh) kaum kafir baik dalam ibadah, perayaan hari raya, maupun dalam hal berpakaian.
8. Berpakaian bukan untuk mencari popularitas.
Sesuai dengan hadis Ibnu Umar ra yang berkata: Rasūlullāh saw bersabda: “Barangsiapa mengenakan pakaian syuhrah (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.”
Demikianlah persaratan busana muslimah yang memenuhi syari’at Islam, dan janganlah mengikuti perkembangan-perkembangan mode yang semakin lama semakin memalingkan para muslimah dari berpakaian yang benar dan syar’i.
sumber : http://qorina.com/busana-muslimah-mengapa-harus-syari/
Dengan adanya informasi yang kami sajikan tentang pengertian busana anak dan persyaratan busana anak
, harapan kami semoga anda dapat terbantu dan menjadi sebuah rujukan anda. Atau juga anda bisa melihat referensi lain kami juga yang lain dimana tidak kalah bagusnya tentang Fungsi atau Makna Tekstil Bagi Manusia
. Sekian dan kami ucapkan terima kasih atas kunjungannya.
0 komentar:
Post a Comment