, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Museum Tekstil

les, indonesia, private, obras, guru, sekolah, belajar, yogyakarta, usaha, jogja, kursus, terbaik, batik, kaos, kebaya, jahit, baju jahit, mesin jahit, konveksi, kursus menjahit
Museum Tekstil

Museum Tekstil


Sebagian dari Anda mungkin

masih asing dengan
Museum Teksil. Ya, Meseum
Tekstil merupakan
salah kekayaan Indonesia
dari sekian museum yang
ada di negara ini. Museum
Tekstil berdiri di atas tanah
luas yang terletak di Jalan
KS Tubun No 4. Jalan
tersebut juga dikenal sebagai
Jalan Petamburan
di wilayah Tanah Abang,
Jakarta Pusat.


Bangunan gedung dari museum

ini bergaya kolonial khas
gedung-gedung peninggalam
masa penjajahan. Lalu lintas di depan
museum ini memang sangat padat,
hampir setiap harinya. Sehingga,
mungkin akan sedikit sulit bagi Anda
untuk menemukan dan memasuki
pintu gerbang Museum Tekstil.


Menurut sejarah, kegiatan menenun
merupakan jenis kerajinan tangan
yang paling tua dan bisa terus bertahan
hingga sekarang. Bahkan, menenun
sudah dikenal sejak jaman
Neolitikum, atau kurang lebih sekitar
12.000 tahun silam.
Dari hasil penelitian, manusia purba
telah melakukan kegiatan menenun
guna membuat gubug tempat mereka
tinggal dan berteduh.


Begitu juga dengan benda-benda

kerajinan yang digunakan dalam kegiatan
sehari-hari, seperti keranjang.
Namun, penggunaan bahan-bahan
non alamilah yang kemudian melahirkan
pola dasar tenun untuk kain atau
pakaian. Istilah tekstil sendiri berasal
dari bahasa Latin ‘texere’ yang berarti
‘menenun’.


Pada perkembangannya, kebudayaan
dan ajaran-ajaran agama yang masuk
dan diserap oleh masyarakat Indonesia
mengajarkan manusia untuk menerapkan
konsep berpakaian atau menutupi
tubuh dengan sopan.


Lambat laun, munculah konsep mode,
yaitu konsep pakaian yang dibuat kemudian
disesuaikan dengan cita rasa,
nilai, dan tradisi. Kebudayaan pula lah
yang kemudian menambahkan cita
rasa warna ke dalam kain.


Pada awalnya, penggunaan warna
masih terbatas pada pewarna alami
saja. Namun, teknologi modern
telah memperkenalkan keberadaan
pewarna buatan dengan berbagai
jenis ragam warna yang tentunya sudah
tidak terbatas.



Kegiatan menenun pun semakin lama
semakin canggih. Sekarang ini, manusia
bisa membuat kain dengan 1000
benang dalam setiap inchi persegi.
Hal inilah yang kemudian membuat
kain terasa lebih lembut, sehingga
harganya pun menjadi lebih mahal.
Bahkan, tingkat kehalusan kain dan
ketelitian pembuatannya dianggap
bisa menentukan status pemakainya.


Biasanya, tingkat status sosial seseorang

bisa ditentukan atas kain atau
pakaian jenis apa yang mereka beli.
Dengan berkunjung ke Museum Tekstil,
maka Anda bisa mempelajari sejarah
dan perkembangan tekstil dari
masa ke masa. Anda pun dapat menyaksikan
secara langsung koleksi
benda-benda bersejarah di Indonesia.


Sayangnya, banyak museum yang
belum mendapat perhatian serius
pemerintah Indonesia. Kebanyakan
museum tidak dirawat, diperlakukan,
diapresiasi, dan dikelola dengan baik.
Untuk bisa masuk ke dalam Museum
Tekstil, Anda hanya perlu membayar
Rp 2.000. Jadi, bisa dibayangkan
bukan berapa penghasilan perbulan
dari museum ini? Mengingat bahwa
masyarakat kita belum begitu mengapresiasi
keberadaan museum sebagai
tempat wisata yang menarik.


Hasil dari pemasukan bulanan tersebut

tentu tidak akan cukup jika museum
harus membiayai perawatan
gedung secara mandiri, membayar
gaji pegawai, dan keperluan lainnya.
Sekalipun begitu, penghasilan dari
kegiatan seperti kursus membatik
dan persewaan gedung untuk acara
budaya akan bisa membantu.


Dahulunya, Museum Tekstil adalah rumah
pribadi dari seorang berkebangsaan
Perancis. Gedung yang dibangun
pada abad 19 dan bergaya Art
Deco tersebut kemudian dijual pada
Konsul Turki bernama Abdul Aziz Almussawi
Al Katiri. Selanjutnya, kepemilikan
berpindah tangan kepada Dr
Karel Christian Ceuq di tahun 1942.


Namun, ketika masa perjuangan kemerdekaan

Indonesia, gedung ini
juga sempat dipakai oleh Barisan
Keamanan Rakyat sebagai markas
besarnya. Seperti diketahui, Barisan
tentara Rakyat merupakan cikal bakal
dari Tentara nasional Indonesia.
Sekitar tahun 1947, gedung tersebut
ditempati oleh Lie Sion Pin. Kemudian,
dijual kembali pada negara melalui
Kementrian Sosial pada tahun
1952. Gedung ini selanjutnya diserahkan
pada Pemerintahan DKI Jakarta,
tepatnya 25 Oktober 1975. Akhirnya,
gedung tersebut diresmikan sebagai
Gedung Museum Tekstil oleh Ibu Tien
Soeharto pada tanggal 28 Juni 1976.

0 komentar:

Post a Comment