, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Dimana Anak-anakku Sekarang?

les, indonesia, private, obras, guru, sekolah, belajar, yogyakarta, usaha, jogja, kursus, terbaik, batik, kaos, kebaya, jahit, baju jahit, mesin jahit, konveksi, kursus menjahit
Dimana Anak-anakku Sekarang?

Dimana Anak-anakku Sekarang?




Saat usiaku masih muda, aku adalah
seorang pekerja keras yang tak
ingin merepotkan kedua orangtuaku
dakam membesarkan dan membiayai
pendidikan. Aku kerap berusaha
sendiri dengan berbagai cara yang
menurutku sanggup aku kerjakan.
Dan kedua orangtuaku juga mendukung
apa yang menjadi keputusanku.
Bahkan mereka merasa
bangga dengan anak bungsunya.
Begitupun saat aku akhirnya menemukan
jodohku, seorang perempuan
cantik dan penuh kasih sayang.



Hingga akhirnya kami mampu membesarkan

dan membiayai semua
kebutuhan tiga anak kami, bahkan
sampai mereka dapat menyelesaikan
pendidikan sampai dengan perguruan
tinggi. Karena aku tak mau melihat
anak-anak menderita seperti aku
yang membiayai semua kebutuhan
dengan usaha sendiri.


Kami memang berhasil membiayai

mereka, namun rupanya kami tak
berhasil mendidik mereka menjadi
orang yang peka terhadap penderitaan
sesama. Jangankan kepada
orang lain perhatian terhadap orangtuanya
pun seperti tak pernah mereka
tunjukan. Awalnya aku mengganggap
hal sebagai hal yang lumrah,
mungkin mereka masih terlalu muda
untuk hal itu.



Namun ternyata anggapan itu sangat
keliru. Saat mereka sudah berhasil
dalam meraih kehidupan termasuk
telah behasil dalam membina rumah
tangga mereka tetap melupakan rasa
peka terhadap penderitaan, kesepian
dan kehidupanku sebagai orangtua
mereka yang sangat membutuhkan
kehadiran mereka, bukan harta
mereka


Penderitaanku dimulai saat istriku

tercinta meninggal dunia karena
sakit yang berkepanjangan. Sejak
kepergian istri, tinggallah aku hanya
dengan para pembantu kami karena
anak-anak kami semua tidak ada
yang mau menemani karena mereka
sudah mempunyai rumah yang juga
besar. Hidupku rasanya hilang, tiada
lagi anak-anak yang mau menemani
setiap saat aku memerlukan mereka.


Tidak sebulan sekali anak-anak mau

menjengukku ataupun memberi kabar
melalui telepon. Lalu tiba-tiba
anak sulungku datang dan mengatakan
kalau dia akan menjual rumah
karena selain tidak efisien, toh aku
dapat ikut tinggal dengannya. Dengan
hati yang berbunga aku menyetujuinya
karena toh aku juga tidak
memerlukan rumah besar lagi tapi
tanpa ada orang-orang yang aku
kasihi di dalamnya.


Setelah itu aku ikut dengan anakku

yang sulung. Tapi apa yang aku dapatkan?
Setiap hari mereka sibuk
sendiri-sendiri, dan kalaupun mereka
ada di rumah tak pernah sekalipun
mereka mau menyapa. Semua keperluanku
pembantu yang memberi.
Untunglah aku selalu hidup teratur
dari muda maka meskipun sudah tua
aku tidak pernah sakit-sakitan.


Setelah beberapa lama tinggal bersama

si sulung, lalu aku tinggal di
rumah anakku yang lain. Saat itu aku
berharap yang yang kualami di rumah
si sulung tak terjadi lagi, namun
harapan tinggallah menjadi harapan.


Di rumah ini aku justru mendapatkan

lagi penderitaan bahkan lebih parah
dari sebelumnya. Mereka mengganti
semua peralatan yang aku pakai
dengan peralatan dari kayu dan plastik,
dengan alasan untuk menjaga
keselamatanku Setiap hari aku makan
dan minum sambil mengucurkan
airmata dan bertanya dimanakah hati
nurani mereka?



Akhirnya aku tinggal dengan anakku

yang terkecil, anak yang dulu sangat
aku kasihi melebihi yang lain, karena
dia dulu adalah seorang anak yang
sangat memberikan banyak kebahagiaan
pada kami semua. Setelah beberapa
lama aku tinggal di sana akhirnya
anakku dan istrinya mendatangi
aku lalu mengatakan bahwa mereka
akan mengirimku untuk tinggal di
panti jompo dengan alasan supaya
aku punya teman untuk berkumpul
dan juga mereka berjanji akan selalu
mengunjungiku.


Sekarang sudah tiga tahun aku
disini tapi tidak sekalipun dari mereka
yang datang untuk mengunjungi,
apalagi membawakan makanan
kesukaanku. Hilanglah semua harapan
tentang anak-anak yang aku besarkan
dengan segala kasih sayang
dan kucuran keringat. Aku kadang
bertanya-tanya mengapa kehidupan
hari tuaku demikian menyedihkan.


Padahal aku bukanlah orangtua yang

menyusahkan, semua harta yang
aku kumpulkan mereka ambil. Dan
aku tidak mempermasalahkan itu,
aku hanya minta sedikit perhatian
dari mereka tapi mereka sibuk dengan
diri sendiri.


Terkadang aku menyesali diri mengapa
aku bisa melahirkan anak-anak
yang demikian kejam.


Untunglah di panti ini aku bisa mendapatkan

banyak teman, dan juga
kunjungan dari sahabat-sahabatku
dulu, tetapi walau bagaimanapun aku
merindukan anak-anakku untuk sekedar
datang dan memelukku, itu saja
permintaanku sebelum aku dijemput
ajal yang mungkin sebentar lagi akan
datang.

0 komentar:

Post a Comment