Menjahit Yuk…
"Menjahit Yuk…" |
Teman – teman suka menjahit? (tidak perlu dijawab). Suka tidak suka tidak menjadi masalah yang terpenting Anda tertarik untuk membaca tulisan saya di bawah ini…
Saya memang suka menjahit dari kecil kira – kira umur 4 tahun. Sebelum bisa belajar membaca dan menulis hal pertama yang saya bisa adalah menjahit. Tentu pada waktu itu saya hanya bisa “mendelujur” (bahasa jawa), saya lupa bahasa Indonesianya. Menggunakan teknik sederhana tersebut saya berhasil membuat baju berby. Kegemaran menjahit berlanjut hingga saya masuk SD. Bahan jahitan berasal dari kain perca yang saya peroleh dari tukang jahit dekat rumah. Teringat setiap kali saya minta kain perca selalu diberi sekantong kresek kecil penuh kain perca. Dengan kain perca tersebut sekali lagi saya membuat baju berby.
Entah kegemaran menjahit tersebut ditularkan oleh siapa. Saya tidak pernah melihat Bapak atau Ibu saya menjahit. Meskipun mereka mengaku sering membuatkan saya baju lebaran. Pernah sekali saya melihat ibu saya dengan tekun membuat rok SD untuk saya. Tidak ketinggalan saya pun meniru Beliau membuat rok untuk berby.
Karena sangat suka jahit menjahit seringkali saya mengundang teman – teman SD untuk main ke rumah dan sama – sama belajar menjahit. Namun kebiasaan tersebut sedikit demi sedikit saya tinggalkan karena setiap sekali selesai menjahit Bulek selalu marah karena saya tidak mau membersihkan sisa – sisa kain perca yang menempel kuat di kursi dan sangat sulit dibersihkan.
Kegiatan menjahit saya mulai lagi ketika duduk di bangku SMP. Kebetulan ada pelajaran ketrampilan. Sebenarnya ada beberapa pilihan lain seperti memasak, pertukangan, elektro, dan pembukuan. Bulek dan Ibu menyarankan agar saya ikut ketrampilan menjahit saja karena ketrampilan wanita lainnya seperti memasak dan pembukuan bisa belajar sendiri. Rumor yang saya dengar sih kalo memasak seringkali siswa mengeluarkan banyak uang sedangkan hasil masakan diberikan pada guru – guru. Kalau pembukuan aplikasinya kurang jelas, yang dihitung bukan uang betulan.
Selama dua tahun saya tekun belajar menjahit. Pada mulanya hanya menggunakan jahitan tangan. Menjelang catur wulan akhir ibu guru mengajari kami untuk menggunakan mesin jahit. Menjahitnya pun tidak langsung pada kain namun pada kertas yang diberi garis – garis lingkaran. Tujuannya untuk melatih ketelitian dan kerapian jahitan sebelum diterapkan pada kain.
Setelah mempunyai sedikit kemahiran menggunakan mesin saya mulai belajar membuat kimono, kemeja, dan berbagai macam model rok. Tidak lagi untuk berby tapi untuk saya pakai sendiri.
Berbekal pengetahuan menjahit selama SMP tersebut saya menekuni ketrampilan menjahit sampai sekarang. Sebenarnya sempat berhenti menjahit selama saya SMA. Sama sekali tidak terpikir untuk menjahit sedikit pun. Entah mengapa. Saat kuliah semester 5 saya membaca tulisan karya Fatimah Mernissi. Novel tersebut menceritakan bagaimana wanita – wanita yang tinggal di harem pada waktu itu selalu membuat pakaian dan make up sendiri meskipun tidak menggunakan mesin.
Setelah membaca novel tersebut saya tertarik untuk menjahit lagi. Kebetulan di Pasar Baru Bandung pada waktu itu (kira – kira tahun 2007) harga kain sangat murah. Kain 5.000/meter sudah memiliki kualitas yang lumayan untuk belajar menjahit asal – asalan. Menggunakan jarum tangan saya berhasil membuat kurang lebih 10 rok dengan beberapa jenis lipatan seperti lipat samping, lipat hadap, dan lipat pinggang. Model terakhir yang saat ini lebih sering saya gunakan. Saya menganggap bahwa model tersebut adalah temuan saya yang paling chick. Ukurannya lebar namun bentuknya ramping. Membuatnya juga jauh lebih sederhana daripada model – model lainnya. Meskipun beberapa ada yang bilang bahwa model tsb sudah ada dari dulu.(Kok di buku ketrampilan menjahit saya tidak pernah ada model rok seperti itu ya???? Kalau sudah ada pasti guru menjahit saya tidak akan lupa untuk menugaskan membuat model tersebut.)
Hampir seluruh rok yang saya pakai adalah buatan tangan saya sendiri, dalam arti yang sebenarnya. Saya menggabungkan kain dengan jarum dan benang satu demi satu. Tidak hanya rok, saya juga berhasil membuat atasan tanpa lengan, dan long dress. Saya merasa lebih nyaman mengenakan baju buatan saya sendiri daripada hasil jahitan orang lain. Mungkin sedikit rasa bangga ikut membuat saya percaya diri ketika mengenakan baju buatan sendiri. hehehehe.
Akhir – akhir ini saya menyadari bahwa menjahit dapat membantu saya mengontrol emosi. Kalau sedang PMS dimana emosi sangat labil saya akan menjahit. Kesabaran dan ketelitian yang merupakan kunci dari keberhasilan membuat ketrampilan menjahit ternyata secara tidak langsung menekan emosi – emosi yang tidak terkendali. Walhasil saya tidak pernah/sedikit bad mood saat PMS.
Ketrampilan menjahit tersebut setidaknya sudah saya tularkan pada 4 orang teman dan saudara. Mereka juga menggunakan model lipat pinggang kesukaan saya.
sumber : http://kembangsiji.wordpress.com/2011/05/06/hello-world/
0 komentar:
Post a Comment