, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

BAB 4





BAB 4



HASIL DAN PEMBAHASAN





4.1    Evaluasi Kinerja

Setelah seluruh data yang diperlukan terkumpul, data tersebut akan diolah melalui

5 fase dalam Six Sigma yang disebut Six Sigma Improvement Framework atau Six Sigma Breakthrough Strategy yang terdiri dari 5 tahapan yaitu DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, dan control). Dalam masing-masing tahapan digunakan tools Six Sigma yang akan membantu mempermudah analisis data. Pada bab ini akan diuraikan hasil pengolahan data dan analisis penerapan metodologi DMAIC sesuai dengan permasalahan yang dibahas.



4.1.1    Define  (Tahap Pendefinisian)

Fase Define berkaitan dengan pendefinisian tujuan dan latar belakang (project goals and boundaries), dan identifikasi permasalahan-permasalahan yang harus diberi perhatian untuk dapat mencapai performa kualitas yang lebih baik. Beberapa aktivitas yang dilakukan pada fase ini adalah pembuatan problem statement yang berisi latar belakang masalah dan tujuan yang ingin dicapai, menentukan ruang lingkup (project scope), dan mendefinisikan proses bisnis yang akan diteliti dengan mengenali hubungan antara variabel input dan responnya.







4.1.1.1 Pernyataan Masalah (Problem Statement)

Yang menjadi permasalahan dalam penerapan 5 fase Six Sigma Improvement Framework ini adalah tingginya cacat appearance produk jadi yang meliputi jahitan, bentuk, dan masalah pewarnaan.



4.1.1.2 Latar Belakang Masalah (Business Case)

Kualitas produk yang baik akan menguntungkan bagi pelanggan, tidak terbatas pada pelanggan eksternal saja, tetapi juga pihak pelanggan-pelanggan internal atau pihak perusahaan sendiri. Dilihat dari sisi pelanggan eksternal, kualitas yang baik akan memberikan kepuasan bagi pelanggan yang akan menyebabkan loyalti dari pelanggan itu sendiri. Pada akhirnya pelanggan yang loyal adalah pelanggan yang potensial bagi perusahaan. Sedangkan dari sisi internal perusahaan sendiri kualitas berarti efisiensi penggunaan biaya jika kualitas yang baik dicapai tanpa banyaknya penggunaan biaya-biaya yang tidak memberikan nilai tambah (rework, scrap, dll). Hal ini sesuai dengan tujuan analisa ini yaitu untuk mencapai level sigma yang lebih baik dan memberikan profit lebih besar bagi perusahaan dengan prinsip “doing right for the first time.”
Pada perusahaan, level kualitas yang diinginkan oleh pelanggan pada akhirnya memang sering dapat tercapai, tetapi hal ini dicapai dengan banyaknya pengerjaan ulang dan ikut memproduksi sejumlah produk sebagai allowance. Cacat appearance menyebabkan banyak pengerjaan ulang yang mengakibatkan pemborosan biaya, dan cycle  time  yang  bertambah  besar  sehingga  terkadang  deadline  pengiriman  tidak







terpenuhi. Walau demikian, pengerjaan ulang yang dilakukan juga tidak dapat sepenuhnya  mengeliminasi  cacat  yang  terdapat  pada  produk,  karena  pada  saat inspeksi akhir yang dilakukan oleh pihak pelanggan sendiri terkadang masih saja ditemukan cacat pada produk.



4.1.1.3 Tujuan (Goal Statement)

Mengacu pada permasalahan yang ada, tujuan diterapkannya metodologi peningkatan kualitas adalah untuk menekan tingkat cacat produk jadi dengan perbaikan proses-proses yang mempengaruhi timbulnya cacat tersebut. Pada akhirnya diharapkan cacat appearance pada produk jadi dapat tereliminasi seluruhnya dengan proses produksi yang handal.



4.1.1.4 Pendefinisian Hubungan antara Variabel Input dan Respon Proses

Process chart atau diagram alir proses yang telah dibuat sebelumnya telah digunakan   untuk   menentukan   ruang   lingkup   proses   yang   akan   diteliti,   juga merupakan sebuah representasi visual dari sebuah proses yang dibuat untuk mendefinisikan proses yang akan diteliti dengan mengenali hubungan antara variabel input dan responnya. Dengan demikian dapat diidentifikasi dengan jelas apa input yang dibutuhkan untuk menghasilkan output yang diharapkan. Hal ini akan mempermudah pemahaman dan analisa terhadap proses yang diteliti.







Output yang diharapkan dari proses yang diteliti ini adalah produk yang bebas cacat dengan ciri-ciri karakteristik produk jadi yang memiliki jahitan yang baik, rapi, dan tidak terdapat kerusakan, bentuk luar pakaian yang sesuai dengan yang diharapkan, dan warna bahan yang baik dan tidak terdapat perbedaan warna pada bahan. Untuk menghasilkan output tersebut, ada beberapa hal utama yang harus diperhatikan, yaitu :


ƒ    Kualitas material yang baik

Bahan  baku  yang  digunakan  untuk  membuat  produk  jadi  sangat mempengaruhi kualitas hasil akhir produk tersebut. Kualitas bahan harus terjaga dan memenuhi standar kualitas tertentu, seperti warna bahan yang standar atau sama untuk satu jenis warna tertentu.


ƒ    Pekerja yang terampil dan teliti

Pekerja mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas produk yang dihasilkan karena semua jenis operasi yang dilakukan untuk menghasilkan produk akhir dilakukan oleh pekerja. Karena itu, untuk menghasilkan karakteristik output yang diharapkan diperlukan pekerja yang terampil dan teliti dalam bekerja.







ƒ    Kondisi mesin dan peralatan yang baik

Seperti halnya tenaga kerja, mesin yang digunakan untuk menghasilkan output yang diharapkan juga cukup banyak, seperti mesin potong, mesin jahit, dan mesin obras.  Kondisi  mesin  sangat  mempengaruhi  hasil  akhir.  Mesin  potong  harus terjaga  ketajamannya  sehingga  hasil  potongan  baik,  mesin  jahit  harus  selalu lancar dalam penggunaan sehingga tidak menimbulkan error pada proses jahit.


ƒ    Setting mesin yang tepat

Beberapa mesin yang digunakan memerlukan setting yang berbeda untuk kondisi  yang  berbeda.  Setting  mesin  jahit  berbeda  untuk  jenis  bahan  yang berbeda.  Jenis jarum dan benang yang digunakan untuk tiap jenis bahan pakaian berbeda. Jika setting mesin tidak sesuai akan banyak terdapat error pada proses menjahit. Karena itu, ketepatan setting mesin harus benar-benar diperhatikan karena akan berpengaruh kepada kualitas hasil akhir.


ƒ    Metode kerja yang baik dan terstandardisasi

Metode kerja yang dilakukan selama proses harus diatur seoptimal mungkin dan distandardisasikan. Semua pekerja harus mengerti metode kerja yang digunakan dan memiliki pedoman kerja yang baku sehingga tidak hanya bekerja berdasarkan intuisi atau penilaian pribadi saja.







ƒ    Standar kualitas yang jelas

Standar kualitas untuk pakaian harus dibakukan dan diketahui semua pihak yang terlibat dalam proses produksi. Dengan demikian, mereka dapat langsung mengantisipasi bila mereka melakukan kesalahan yang akan berpengaruh pada kualitas hasil akhir produk dan proses perbaikan yang dilakukan menjadi lebih mudah dan lebih cepat.


ƒ    Metode inspeksi yang baik

Metode inspeksi yang digunakan harus dibuat seoptimal mungkin pada keseluruhan bagian produk yang telah ada sehingga semua cacat dapat segera diidentifikasi dan diperbaiki sebelum proses produksi berlanjut lebih jauh dan tindakan perbaikan yang dilakukan akan semakin sulit.







4.1.2    Measure (Tahap Pengukuran)

Fase Measure (tahap pengukuran) dalam metodologi penerapan Six Sigma berkaitan dengan pengumpulan informasi mengenai kondisi yang ada saat ini dan melakukan pengukuran atau studi kemampuan proses yang ada saat ini. “Some of the first information you need before starting any journey is your current location” *.



4.1.2.1 Hasil Pengumpulan Data









Potong
7%



Lem Film
38%




Pin Box Auto
50%



Gapping
5%







Diagram 4.1 Persentase Kecacatan






* Adams Six Sigma,  http://www.adamssixsigma.com,  2002







Dari Gambar 4.1 tersebut dapat kita lihat bahwa kecacatan yang paling sering terjadi yaitu pengerjaan Pin Box Auto yaitu sebesar 50 % dan pemasangan lem film sebesar 38 %. Sedangkan jenis cacat yang paling jarang terjadi yaitu pada proses Gapping hal ini terjadi karena pada proses semuanya dilakukan secara otomatis atau sebagian besar dilakukan oleh mesin sehingga kecacatan yang timbul menjadi sedikit karena human error dapat dinaikan, akan tetapi yang menjadi masalah yaitu pada setup mesin yang tidak mempunyai standard sehingga kecacatan masih saja terjadi walaupun dalam jumlah yang sedikit. Data tersebut didapat dengan mengumpulkan data kecacatan sebanyak 50 buah dari tiap jenis kecacatan yang ditemukan pada bulan Januari sampai Febuari.
Dari data-data yang di kumpulkan diatas maka dapat dibuat rangkuman yang akan menjelaskan apa saja yang menjadi sumber permasalahan yang ada pada perusahaan ini. Permasalahan tersebut akan dapat didefenisikan oleh data-data yang telah dikumpulkan tersebut.



4.1.2.2 Frekuensi Kecacatan

Dengan melihat hasil pengumpulan data maka kita dapat melakukan inspeksi terhadap data- data yang telah didapatkan.beberapa cara paling mudah untuk dapat melihat keseluruhan data secara langsung, salah satunya adalah dengan menggunakan histogram maka kita dapat mengetahui kecacatan mana saja yang paling sering terjadi selama proses produksi dilakukan.









2500


2000



1500


1000

Gapping Lem Film Potong
Pin Box Auto


500


0
1



Grafik 4.1 Frekuensi Kecacatan




Dari grafik 4.2 dapat diketahui bahwa kecacatan yang paling sering terjadi yaitu pada proses Pin Box Auto. Sehingga fokusnya akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah banyaknya hasil Pin Box Auto yang ditolak, langkah awal yang akan dilakukan  yaitu  dengan  menentukan  apa  yang  menjadi  faktor  pemyebab  dari kecacatan yang paling sering terjadi tersebut.







4.1.2.3 Perhitungan Proporsi Kecacatan

Proporsi dari kecacatan total adalah sebagai berikut :


Σ Cacat p =
Σ Inspeksi


= 6.84%

Untuk perhitungan selanjutnya dapat diliahat pada lampiran 6

Proporsi cacat pada sample pertama adalah sebagai berikut :

p =   Σ Cacat
Σ Inspeksi


= 0.0684

Rumus UCL dan LCL  untuk sample pertama satu adalah sebagai berikut :







UCL = p + 3


= 0.0903

p(1 − p)
Σn








LCL = p − 3


= 0.0465

p(1 − p)
Σn





Untuk sample yang lain dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini.








sample    Jenis keca.catan    total
ken.J.sakan   
produksi    proporsi
kesalahan   
ucl   
us!
    Gapping    Lem Film    Potong    Pin Box                   
1    6    31    2    44    82    1200    0.0684    0.0903    0 .046 5
2    4    29    10    42    84    1200    0.0703    0.0903    0 .046 5
3    3    36    6    41    86    1200    0.0717    0.0903    0 .046 5
4    5    30    0    41    76    1200    0.0632    0.0903    0 .046 5
5    5    29    2    41    76    1200    0.0633    0.0903    0 .046 5
6    5    31    8    42    85    1200    0.0710    0.0903    0 .046 5
7    4    31    5    42    82    1200    0.0681    0.0903    0 .046 5
8    6    34    0    43    83    1200    0.0695    0.0903    0 .046 5
9    2    34    5    41    82    1200    0.0682    0.0903    0 .046 5
10    3    29    9    40    81    1200    0.0676    0.0903    0 .046 5
11    3    31    10    43    86    1200    0.0716    0.0903    0 .046 5
12    6    29    2    38    75    1200    0.0622    0.0903    0 .046 5
13    4    35    3    42    83    1200    0.0694    0.0903    0 .046 5
14    5    31    4    43    84    1200    0.0697    0.0903    0 .046 5
15    4    31    8    43    86    1200    0.0714    0.0903    0 .046 5
16    6    33    5    42    86    1200    0.0720    0.0903    0 .046 5
17    5    33    10    42    90    1200    0.0753    0.0903    0 .046 5
18    5    30    8    42    85    1200    0.0710    0.0903    0 .046 5
19    4    35    10    41    90    1200    0.0752    0.0903    0 .046 5
20    2    34    7    43    87    1200    0.0725    0.0903    0 .046 5
21    2    32    11    43    88    1200    0.0729    0.0903    0 .046 5
22    4    33    5    42    85    1200    0.0704    0.0903    0 .046 5
23    3    28    9    41    82    1200    0.0682    0.0903    0 .046 5
24    4    29    0    37    71    1200    0.0588    0.0903    0 .046 5
25    4    36    4    37    81    1200    0.0677    0.0903    0 .046 5
26    3    29    3    41    77    1200    0.0642    0.0903    0 .046 5
27    5    34    4    38    81    1200    0.0672    0.0903    0 .046 5
28    3    34    4    38    77    1200    0.0645    0.0903    0 .046 5
29    5    34    9    40    89    1200    0.0742    0.0903    0 .046 5
30    5    33    1    38    77    1200    0.0645    0.0903    0 .046 5
31    4    29    2    44    78    1200    0.0653    0.0903    0 .046 5
32    4    32    10    43    89    1200    0.0739    0.0903    0 .046 5
33    6    31    8    38    82    1200    0.0685    0.0903    0 .046 5
34    3    34    2    43    83    1200    0.0688    0.0903    0 .046 5
35    4    30    8    38    80    1200    0.0669    0.0903    0 .046 5
36    5    32    9    40    86    1200    0.0716    0.0903    0 .046 5
37    4    34    0    38    76    1200    0.0631    0.0903    0 .046 5
38    2    32    1    39    75    1200    0.0623    0.0903    0 .046 5
39    4    29    8    39    79    1200    0.0657    0.0903    0 .046 5
40    6    35    10    42    93    1200    0.0771    0.0903    0 .046 5
41    2    29    11    37    79    1200    0.0661    0.0903    0 .046 5
42    6    29    4    40    79    1200    0.0660    0.0903    0 .046 5
43    5    31    2    42    79    1200    0.0661    0.0903    0 .046 5
44    6    33    7    41    86    1200    0.0720    0.0903    0 .046 5
45    5    29    2    43    79    1200    0.0661    0.0903    0 .046 5
46    5    30    1    40    76    1200    0.0629    0.0903    0 .046 5
47    5    28    7    43    82    1200    0.0686    0.0903    0 .046 5
48    2    33    0    39    75    1200    0.0625    0.0903    0 .046 5
49    4    32    3    44    83    1200    0.0694    0.0903    0 .046 5
50    3    31    11    43    88    1200    0.0731    0.0903    0 .046 5
    207    1579    272    2047    4105    60000           

Table 4.1 Tabel Proporsi Kecacatan









0.1000


0.0900


0.0800


0.0700


0.0600


0.0500



0.0400



1    4    7    10  13  16  19  22  25  28  31  34  37  40  43  46  49

Jumlah Sampel

Proporsi Kesalahan     UCL     LCL



Grafik 4.2 Peta P





Dari grafik tersebut dapat kita lihat dengan jelas bahwa tidak ada data yang keluar dari batas kendali atau tidak terdapat proporsi kecacatan yang ekstrim, sehingga dapat dikatakan bahwa kecacatan yang terjadi masih berada dalam batas kendali, akan tetapi hal ini tidaklah cukup karena tujuan kita tidak hanya mengusahakan barang produksi berada dalam batas kontrol akan tetapi juga berusaha untuk menghilangkan barang cacat atau sedapat mungkin meminimasi cacat yang ada, langkah yang dapat dilakukan yaitu dengan menetapkan batas spesifikasi yang baru, secara terus menerus







memantau  dan  memperbaiki  proses  yang  ada,  meningkatkan  kualitas  dengan mengadakan perubahan pada sistem dan operasi-operasi yang ada.



4.1.3    Analyze (Tahap Analisa)

Fase Analyze (tahap analisa) dalam metodologi penerapan Six Sigma bertujuan untuk menemukan penyebab permasalahan yang tepat dari masalah-masalah kualitas yang terjadi dengan menggunakan tools analisis data yang sesuai. Tujuannya adalah untuk dapat mengerti lebih jauh tentang proses yang diteliti dan bisa mengidentifikasi alternatif-alternatif solusi yang bisa dilakukan untuk melakukan perbaikan. Beberapa aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah mengidentifikasi penyebab terjadinya cacat menggunakan sebuah diagram sebab akibat, dan menganalisis besarnya resiko kegagalan proses yang ditimbulkan oleh penyebab-penyebab di atas.



4.1.3.1 Mengidentifikasi Penyebab Cacat Dengan Diagram Sebab Akibat

Tujuan  diterapkannya  metodologi  peningkatan  kualitas  adalah  untuk meningkatkan profit marjin perusahaan dengan mencapai level kualitas yang lebih baik. Kondisi yang ingin dicapai adalah nilai sigma yang cukup tinggi atau level kualitas yang semakin mendekati kesempurnaan. Karena itu harus terus diusahakan perbaikan  untuk  mencapai  nilai  tersebut.  Sebelum  usaha  perbaikan  dilakukan tentunya perlu dilakukan analisis penyebab timbulnya cacat. Untuk itu diperlukan sebuah diagram sebab akibat.







Diagram sebab akibat membantu mengidentifikasi berbagai penyebab dari permasalahan yang dibahas, yaitu tingginya cacat produk yang membutuhkan pengerjaan ulang. Penyebab-penyebab cacat dibagi ke dalam lima kategori, yaitu manusia, mesin, material, metode kerja dan lingkungan. Data yang digunakan untuk membuat diagram sebab akibat berasal dari hasil wawancara dan diskusi dengan pihak-pihak terkait serta hasil observasi langsung di lapangan.



MANUSIA

Faktor manusia dalam proses produksi dipercaya menjadi sumber variasi atau sumber penyebab cacat yang paling berpengaruh atau paling dominan. Pada kenyataannya, semua operasi yang dilakukan untuk menghasilkan produk jadi memang  tidak  lepas  dari  peranan  manusia.  Kemungkinan  tingkat  error  yang dihasilkan  manusia  sangat  tinggi,  terutama  pada  proses  yang  prosesnya  secara bertahap  sangat  panjang  dan  memiliki  jumlah  operator  mesin  atau  pekerja  yang sangat banyak. Penyebab cacat produk yang termasuk dalam kategori manusia ini diantaranya adalah pekerja yang kurang kompeten, pekerja yang kurang berkonsentrasi, dan pekerja yang bekerja berdasarkan intuisi atau penilaian pribadi semata.
Selain masalah kompetensi tenaga kerja, penyebab lain yang bersumber dari manusia adalah masalah pekerja yang kurang berkonsentrasi yang diakibatkan oleh kurangnya semangat atau perasaan bosan dan rasa jenuh karena mengerjakan pekerjaan yang sama berulang-ulang sehingga mereka cenderung mengerjakannya







dengan cepat dan kurang berhati-hati. Penyebab banyaknya cacat selanjutnya adalah pekerja  yang  bekerja  berdasarkan  intuisi  atau  penilaian  pribadi  semata  walau sewaktu-waktu mereka juga mendapatkan arahan dari atasan (pengawas). Penyebab ini memiliki penyebab minor lagi, yaitu tidak paham sepenuhnya prosedur kerja. Selain itu sebagian besar pekerja tidak paham standar kualitas karena untuk tiap nomor style produk yang diproduksi tidak ada standar kualitas yang baku yang disosialisasikan keseluruh pekerja sehingga cacat untuk menurut seorang pekerja atau inspektor belum tentu cacat untuk bagi pekerja lain. Setiap orang tentunya memiliki penilaian pribadi yang bisa berbeda-beda antara satu dan yang lain. Bahkan hasil inspeksi yang dilakukan masih memiliki variasi antara satu inspektor dan inspektor yang lain akibat tidak adanya standar kualitas yang baku. Hal inilah yang menyebabkan masih ditemukannya cacat yang seharusnya sudah teridentifikasi dan diperbaiki.



MESIN

Selain manusia, mesin-mesin yang digunakan selama melakukan proses produksi juga merupakan sumber variasi yang menyebabkan banyaknya jumlah cacat yang ditemukan pada produk jadi. Penyebab yang termasuk dalam kategori mesin adalah setting mesin yang kurang tepat, putaran mesin yang tidak stabil, kondisi mesin- mesin yang kurang baik, kurang akurat dan presisi, contohnya pisau potong yang kurang tajam.







Sebelum digunakan untuk proses proses produksi, setiap mesin akan di setting, khususnya mesin yang akan digunakan, putaran mesin yang tidak stabil juga akan menyebabkan banyaknya error pada produk. Putaran mesin ini dapat menjadi tidak stabil akibat kurangnya pelumasan yang dilakukan pada tiap-tiap mesin. Penyebab error selanjutnya yang tergolong dalam kategori mesin adalah kondisi mesin-mesin yang kurang baik dan tidak terlalu presisi baik sehingga untuk setting tertentu mesin tidak beroperasi sesuai keinginan atau akurasinya kurang. Hal ini disebabkan oleh kurangnya perhatian pada mesin-mesin dan tidak dilakukannya inspeksi secara rutin sehingga error tidak teridentifikasi dan tidak dapat diambil tindakan untuk mengantisipasinya. Pisau potong yang kurang tajam juga merupakan sumber variasi. Mata pisau yang kurang tajam mengakibatkan hasil pemotongan kurang sempurna dan akan berpengaruh ke bentuk luar (shape) yang kurang sempurna. Pisau potong yang kurang tajam dapat diakibatkan oleh pemeliharaan atau pengasahan pisau yang tidak rutin.



MATERIAL

Material yang digunakan dalam proses produksi merupakan salah satu penyebab terjadinya cacat. Bahan baku kain dari supplier bisa memiliki kualitas yang kurang baik. Bahkan nomor warna bahan yang sama belum tentu sama dan bisa memiliki tingkat terang gelap berbeda. Hal inilah yang mendasari terjadinya cacat warna atau shading. Bahan dari gulungan atau rol yang berbeda terkadang memiliki warna yang







tidak persis sama sehingga terkadang ditemukan produk yang memiliki perbedaan warna antara bagian depan dan belakangnya.
Selain bahan baku kain, penyebab cacat yang termasuk dalam kategori material lainnya adalah kualitas material pendukung yang kurang baik, seperti kualitas benang yang kurang baik yang menyebabkan benang mudah putus, serta   jarum jahit yang kurang kuat, sering rusak, ataupun tidak tajam menyebabkan proses jahit agak sulit dan hasil jahitan jelek.



METODE

Metode yang digunakan dalam melakukan pekerjaan bisa sangat bervariasi dan dapat menjadi sumber penyebab terjadinya cacat pada produk jadi. Pada metode cutting dapat ditemukan beberapa penyebab yang bisa menjadi sumber cacat, yaitu pergeseran bahan ketika dipotong dan bahan pada tumpukan atau layer yang tertekuk atau tidak lurus. Hal ini akan menyebabkan terdapatnya error pada hasil pemotongan.
Penyebab lain yang termasuk dalam kategori metode adalah line inspection yang kurang teliti menyebabkan cacat tidak teridentifikasi hingga tahap inspeksi yang diteliti. Selain itu, metode inspeksi yang digunakan juga tidak terstandardisasi karena tidak adanya prosedur inspeksi yang baku dan standar kualitas yang jelas untuk tiap nomor style. Jenis-jenis cacat hanya diketahui secara umum oleh tiap inspektor dan inspeksi lebih berdasarkan pengalaman dan penilaian pribadi. Cacat menurut seseorang memiliki kemungkinan untuk tidak dikatakan cacat oleh orang lain. Akibatnya  masih  ditemukan  cacat-cacat  yang  seharusnya  tidak  ditemukan  pada







produk karena seharusnya cacat-cacat tersebut telah teridentifikasi pada tahap line inspection dan langsung dikoreksi.
Metode pemeliharaan yang tidak rutin (breakdown maintenance) bagi semua jenis mesin dan peralatan juga merupakan penyebab terjadinya cacat. Pemeriksaan mesin- mesin tidak dilakukan secara rutin dan mesin-mesin hanya akan diperiksa dan diperbaiki bila terjadi kegagalan dalam operasinya atau rusak pada saat proses produksi berlangsung. Dengan demikian performa mesin pada saat digunakan tidak selalu dalam kondisi prima. Selain itu, kegagalan mesin menyebabkan terhambatnya proses produksi.



LINGKUNGAN

Lingkungan juga menjadi faktor yang dapat menyebabkan kecacatan pada produk jadi, hal ini terjadi karena faktor manusia tidak terlepas dari faktor lingkungan ini dimana apabila faktor lingkungan ini tidaklah mendukung untuk kondisi kerja yang baik, maka faktor manusia akan sangat terganggu yang menyebabkan banyaknya kesalahan proses produksi karena terganggunya konsentrasi operator karena masalah lingkungan ini.







4.1.3.2 Analisa penyebab kecacatan

Penyebab kecacatan dari produk dapat dilihat pada fishbone berikut :




1.   Kesalahan proses Pin Box Auto.
Persentase dari Kesalahan proses Pin Box Auto dapat dilihat pada diagram dibawah ini :












50.14%

49.86%










Pin Box Auto



Diagram 4.2 Persentase Kesalahan Pin Box Auto




Pesentase  dari  Kesalahan Pin Box Auto dari  hasil  pengamatan  adalah  sebesar

49.86 % dari total jumlah kecacatan produksi, jenis kecacatan dapat dikatakan mempunyai proporsi yang besar apabila dibandingkan dengan jenis kecacatan yang lain, jenis kecacatan ini memerlukan perhatian yang lebih dalam penanganan karena persentase yang ditunjukkan sangat signifikan.







MESIN    METODE



Putaran terlalu tinggi

Kurang perawatan

Handling kurang tepat



Set up salah


Mesin berhenti


KECACATAN




Kurang konsentrasi


Panas


Lelah




Bising


Cara penyimpanan


Tidak tepat menaruh bahan




Tidak sesuai standar

Kurang inspeksi


MANUSIA    MATERIAL


Gambar 4.1 Fishbone Pin Box Auto




Cacat yang terjadi akibat dari kesalahan manusia terutama terjadi karena keterbatasan dari fisik manusia yang mudah mengalami kelelahan, kelelahan tersebut dapat diakibatkan dari kondisi pabrik yang panas serta mempunyai tingkat kebisingan yang tinggi sehingga operator akan sulit untuk dapat berkonsentrasi pada pekerjaannya. Faktor lain yaitu kurangnya ketelitian dari operator yang menempatkan rits resleting sehingga akan menyebabkan kerusakan rits pada proses Pemasangan dan pemisahan, pengalaman serta kemampuan seorang operator akan sangat menentukan apakah pekerjaan ini dapat dilakukan dengan baik atau tidak. Pekerjaan yang terlihat mudah kadang-kadang tidaklah semudah seperti yang kita perkirakan, sehingga pelatihan atau training perlu bagi operator untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam hal ketelitian maupun rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukannya.







Material atau bahan baku sendiri juga akan menentukan apakah kerusakan akan sering terjadi atau tidak, bahan baku yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang kita harapkan, hal ini terjadi karena bahan baku terlalu lama disimpan di gudang bahan baku dimana sistem penyimpanan dan peletakkan bahan baku di tumpuk, yang menyebabkan bahan baku menjadi tidak sesuai spesifikasi hal tersebut tentu saja akan menyebabkan produk menjadi cacat dan akan menganggu proses produksi, sehingga perlu suatu pengontrolan dari pihak perusahaan terhadap bahan baku yang diterima, dimana perusahaan bisa memberikan usulan pada bagian penyimpanan apabila sering terjadi over stock sehingga bahan baku tidaklah di simpan terlalu lama.
Faktor dari mesin juga sangat menentukan kecacatan yang terjadi, terutama setting terhadap mesin oleh operator apakah putaran dari mesin terlalu cepat atau terlalu lambat, pengalaman dan pengetahuan dari operator sangat diperlukan umtuk menanggani masalah seperti ini.







2.   Kesalahan proses Lem Film

Persentase dari kecacatan dapat dilihat pada diagram dibawah ini :








38.47%




61.53%









Diagram 4.3 Persentase Kesalahan proses Lem Film




Total dari kecacatan adalah sebesar 38.47 % dari total jumlah cacat yang terjadi berdasarkan atas hasil pengumpulan data yang dilakukan pada bulan Januari sampai Febuari dimana data yag dikumpulkan adalah sebanyak 50 data yang terdiri atas 4 jenis kecacatan, dapat dikatakan jenis kecacatan seperti ini sangat kecil, akan tetapi tetap merupakan masalah yang harus diidentifikasi penyebab dari kecacatan tersebut dengan tujuan untuk meminimasi barang-barang cacat. Penyebab dari kerusakan tersebut dapat dilihat pada gambar 4.2







METODE    MATERIAL



Kesalahan peletakan

Tidak memenuhi standar


Kurang konsentrasi


Handling kurang tepat


Tidak ada pengendalian kualitas


PRODUK CACAT



Lelah

Tanggung jawab kurang



Putaran terlalu tinngi

Kurang konsentrasi


Panas

Gaji kecil

Kurang maintainance





Set up salah


Tidak ada SOP

MANUSIA    MESIN





Gambar 4.2 Fishbone Lem Film




Seperti pada bahasan yang dilakukan sebelumnya penyebab dari kecacatan pada proses Lem Film tidak jauh berbeda dengan faktor penyebab kesalahan proses Pin Box Auto. Yang menjadi perbedaannya yaitu pada faktor material dimana kerusakan dari Pin Box Auto sangat berpengaruh dari material tersebut dan jumlah putaran serta tekan yang diberikan oleh mesin, sedangkan pada proses lem film sering kali terjadi karena kelalaian operator yang tidak tepat dalam menaruh lem film tersebut sebelum memasuki proses penempelan. Kerusakan pada lem film sering terjadi ketika melakukan proses setup dimana operator yang kurang teliti tidak tepat dalam menempatkan lem film maka pada proses penempelan, resleting akan meiliki ujung yang tidak rata atau pas karena dilakukan pada tekanan dan putaran yang tinggi.







3.   Kesalahan proses Gapping




5.04%













94.96%




Diagram 4.4 Persentase Kesalahan proses Gapping




Total dari kecacatan adalah sebesar 5.04 % dari total jumlah cacat yang dihasilka, dapat dikatakan jenis kecacatan seperti ini sangat kecil, hal ini dikarenakan pada proses ini lebih banyak melibatkan mesin dari pada manusia sehingga faktor human error yang ada menjadi kecil, akan tetapi tetap merupakan masalah yang harus diidentifikasi penyebab dari kecacatan tersebut dengan tujuan untuk meminimasi barang-barang cacat. Penyebab dari kerusakan tersebut dapat dilihat pada gambar 4.3.





























Gambar 4.3 Fishbone proses Gapping


Rits yang salah di setting atau ditempatkan akan menjadi rusak dan ti   dipakai lagi, karena rits  yang melewati mesin akan memiliki Gap atau jarak yang

menyebabkan Rits akan memiliki panjang atau ukuran yang tidak sesuai spesifikasi, sehingga operator harus dengan cepat menghen                                     makin banyak produk cacat terjadi dan mensetting ulang rits                                  emasuki proses yang selanjutnya, faktor penyebab utamanya ya                                sin yang kurang tepat sehingga Gap atau jarak yang dihasilkan tidak sesuai spesifi
mesin haruslah sangat akurat dan tepat sehingga kesalahan dapat d ditiadakan.
Faktor lain yang menyebabkan yaitu suhu dari lingkungan maupun

bahan baku juga turut menetukan kecacatan dari produk yang diproses, suhu dari lingkungan berpengaruh pada kestabilan kerja dari para operator dimana semakin







tinggi suhu dari mesin atau suhu ruangan maka operator akan menjadi semakin tidak konsentrasi dan menjadi mudah untuk melakukan kesalahan setting.
Cacat jenis ini sangatlah jarang terjadi karena kurangnya campur tangan manusia selama  proses  Gapping  berlangsung  ,  sehingga  faktor  human  errornya  menjadi sedikit. Faktor yang mempengaruhinya yaitu pada setting mesin sebelum proses prosuksi berlangsung, diamana cara setting mesin yang tidak standar akan menjadi penentu dari banyakya kecacatan yang timbul. Maka langkah yang perlu dilakukan untuk menanggani masalah ini tentu saja adalah segera menyusun SOP setting mesin untuk para  operator yang ada di lini produksi. SOP tersebut akan berisi langkah- langkah dalam menyetel mesin dengan baik dan benar selain itu juga perlu disusun instruksi kerja yang baik dan benar.  Dengan adanya SOP dan pelatihan yang secara berkala dilakukan maka dapat diharapkan jenis kecacatan ini dapat dihilangkan sama sekali. Hal ini dapat dilakukan berdasarkan atas pertimbangan selama ini jenis kecacatan  yang  dihasilkan  dari  proses  ini  sangat  kecil  sehingga  akan  dapat diminimasi menjadi sekecil mungkin.







4.   Kesalahan proses Potong




6.63%













93.37%





Diagram 4.5 Persentase Kesalahan proses Potong




Jenis kecacatan ini mempunyai proporsi yang cukup kecil yakni sebesar 6.63 %, dimana kecacatan yang terjadi berasal dari operator yang menjalankan mesin potong tersebut, dengan adanya pengendalian dan pengawasan yang ketat maka jenis kecacatan ini seharusnya dapat diminimasi. Perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan secara cepat karena kecacatan jenis ini dapat diminimalkan atau ditiadakan karena pengerjaannya cukup mudah akan tetapi dapat menggangu proses produksi secara keseluruhan apabila kecacatan, karena merupakan proses akhir yang menjadikan produk per satuan produk sehingga produk yang telah dibuat secara benar selama proses produksi lainnya akan menjadi rusak apabila terjadi kesalahan pada proses ini. Penyebab dari kecacatan ini dapat dilihat pada gambar 4.4








MANUSIA

LINGKUNGAN






Kesalahan handling

Tempat operator terlalu sempit

Kurang teliti





Tinggi

penumpukan

SALAH POTONG


Kurangnya pengendalian

Tidak sesuai spesifikasi






Tempat




Keterbatasan tempat



Metode penyimpanan

Kurang pelatihan

penyimpanan

MATERIAL    METODE





Gambar 4.4 Fishbone proses Potong




Reject  pada  proses  ini  biasanya  terjadi  karena  penerimaan  material  yang  tidak sesuai spesifikasi, sedangkan untuk kecacatan yang terjadi pada proses potong sepenuhnya karena kesalahan penggunaan mesin dan koordinasi dari operator. Sebenarnya kecacatan pada proses ini dapat ditiadakan apabila setiap operatornya mendapatkan pelatihan yang maksimal dan juga lingkungan yang mendukung konsentrasi dari operator. Kesalahan pada bagian ini akan menyebabkan produk menjadi tidak dapat digunakan lagi karena akan menyebabkan panjang dan ukuran dari produk menjadi tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah direncanakan. Karenanya kecacatan pada bagian ini haruslah diminimalisasi dan ditiadakan karena hal tersebut amat mungkin dilakukan.







4.1.3.3 Prioritas Perbaikan Kecacatan
Diagram  pareto  dibawah  ini  akan  menjelaskan  secara  visual  persentase  dari kecacatan dan masalah yang akan menjadi fokus untuk perbaikan lebih lanjut.







2500


2000


1500

Pin Box Auto
2047 (49.86%)




Lem Film
1579 (38.47%)




1000


500



Potong
272 (6.63%)



Gapping
207 (5.04%)


0



Diagram 4.6 Pareto Kecacatan




Dari diagram tersebut dapat kita ketahui bahwa kecacatan pada Pin Box Auto akan menjadi perhatian utama dalam menyelesaikan masalah yang ada karena persentase kecacatan yang paling tinggi yaitu pada Pin Box Auto. Penyebabnya sudah dianalisa pada  fishbone dimana penyebabnya antara lain : pada manusia dan metode, dimana secara  spesifik  terjadi  pada  kesalahan  dalam  metode  handling  dan  kurangnya ketelitian dalam menanggani material tersebut.







4.1.4    Improve (Tahap Perbaikan)

Fase Improve atau tahap perbaikan berkaitan dengan penentuan dan implementasi solusi-solusi berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya pada fase analyze. Pada penelitian ini, aktivitas yang dilakukan pada fase improve adalah penentuan solusi-solusi atau tindakan-tindakan untuk mengatasi permasalahan banyaknya cacat yang ditemukan pada produk jadi. Pada tahap inilah penulis memberikan masukan-masukan mengenai usaha perbaikan proses berdasarkan hasil analisis yang telah didapatkan dari tahap sebelumnya. Pada proyek penerapan analisa DMAIC setelah diketahui tindakan apa yang bisa dilakukan maka tindakan itu akan diimplementasikan sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas produk.



4.1.4.1 Rencana Implementasi

Rencana  implementasi  dari  SPC  dapat  segera  dilakukan  pada  perusahaan  ini karena tersedia tenaga kerja yang cukup untuk menanggani masalah-masalah kualitas yang terjadi pada lini produksi.
Langkah implementasi pertama yang harus dilakukan yaitu mulai mengkoleksi data kecacatan yang dilakukan oleh pihak QC, dimana data-data tersebut dapat disimpan dengan baik yang kelak akan berguna untuk memperbaiki sistem yang ada dengan data-data historis tersebut. Data tersebut dapat disimpan dalam bentuk file komputer maupun ditulis pada kertas dan lebih baik lagi jika file-file tersebut disusun dengan rapi dan diurutkan berdasarkan tanggal, dengan tujuan untuk memudahkan pengecekan terhadap kulaitas pada periode waktu yang tertentu.







Langkah  selanjutnya  yang  harus  dilakukan  yaitu  mulai  menganalisa  data-data yang telah dikumpulkan tersebut dengan menggunakan peta P, dengan adanya peta kontrol tersebut maka perusahaan dapat memantau pergerakan kualitas dari barang- barang yang diproduksi dari waktu-kewaktu secara detail tanpa harus melihat laporan kecacatan dalam bentuk file-fle yang sangat banyak, dengan kata lain peta kontrol tersebut akan menjadi suatu summary atau rangkuman dari keseluruhan proses yang terjadi pada lini produksi. Dengan adanya langkah ini maka pihak manajer akan tahu dengan pasti kapan kualitas dari produk berada dalam keadaan menurun sehingga dapat dilakukan langkah pencegahan atau melakukan perbaikan-perbaikam terhadap masalah yang ada.
Penerapan dari SPC ini tidak hanya dilakukan oleh staff-staff QC nya saja, dimana para operator dapat diajak untuk berpartisipasi dalam meningkatkan kualitas dari produk yang akan mereka produksi, contoh yang dapat kita ambil misalnya secara bersama antara pihak manajer dengan pihak operator dapat menyusun suatu SOP dalam melakukan proses produksi sehingga para operator juga akan memiliki rasa tanggung jawab terhadap apa yang telah mereka usulkan sendiri, hal ini lebih baik daripada membuat serangkaian SOP yang mutlak harus ditaati oleh operator.







4.1.4.2 Langkah Peningkatan Kualitas dan Pencegahan Kecacatan

Kualitas barang yang diproduksi sangatlah berkaitan dengan proses pembuatan barang tersebut, walaupun bahan baku yang digunakan sudah memenuhi standard sedangkan proses yang dilakukan tidak memenuhi standard yang seharusnya maka barang yang dihasilkan tidak akan dapat mencapai kualitas optimalnya.
Langkah peningkatan kualitas perlu dilakukan untuk mengecilkan resiko konsumen menerima barang-barang yang sudah cacat, yang akhirnya akan mempengaruhi loyalitas mereka terhadap produk yang kita produksi. Langkah perbaikan sebaiknya mencakup semua hal yang berhubungan dengan produk yang bersangkutan akan tetapi pada pembahasan ini hanya ditekankan pada perbaikan kualitas  dilini  produksi  saja,  hal  untuk  membatasi  ruang  lingkup  dari  observasi supaya tidak terlalu luas yang akhirnya akan melenceng dari pokok permasalahan yang ada.
Perbaikan kualitas akan dimulai dari bahan baku itu sendiri, proses, operator dan karyawan  yang  terlibat  maupun  barang  jadinya,  dengan  adanya  peningkatan  dari setiap aspek dapat diharapkan kecacatan atau reject terhadap produk akan semakin berkurang yang akhirnya akan mengurangi biaya yang dilakukan untuk melakukan rework atau pengerjaan ulang. Dimana sumber dari masalah tersebut sudah teridentifikasi terlebih dahulu yang disajikan dalam bentuk fishbone.
Usulan yang diberikan tidak hanya pada cara menanggani faktor yang menyebabkan kecacatan saja, akan tetapi juga memastikan bahwa kecacatan yang sama tidak akan berulang-ulang lagi pada proses produksi yang akan datang, karena







sesuai dengan usulan yang diberikan perusahaan harus membuat SOP yang akan menjadi standar dari setiap proses yang ada.
Langkah-langkah perbaikan serta siapa saja yang terlibat dalam usaha tersebut disajikan pada tabel-tabel dibawah ini.
1.   Usulan perbaikan pada Proses Pin Box Auto

Table 4.2 Usulan Perbaikan pada Proses Pin Box Auto







Usulan perbaikan untuk proses Pin Box Auto terutama ditujukan pada faktor mesin dan manusianya, karena kesalahan setting mesin merupakan penyebab utama dari permasalahan tersebut, karena putaran mesin yang terlalu cepat atau kesalahan setting jumlah putaran akan menyebabkan kecacatan.
Sedangkan faktor dari manusia atau operator itu sendiri juga menjadi sumber permasalahan yang harus ditinjau kembali, karena pada saat meletakkan bahan ketelitian seorang operator sangatlah diperlukan apabila kurang tepat penempatannya maka, produk akan tidak sesuai dengan spesifikasi.
Usulan  perbaikan  yang  dapat  diberikan  untuk  menaggulangi  masalah  ini  dalam rangka meningkatkan mutu produk yaitu :
a.   Membuat Standard Operational Prosedure (SOP) dari setting mesin maupun cara pengoperasiannya dengan tujuan untuk menstandarkan settingan mesin pada tiap lini prosuksi.
b. Menberikan  training  serta  pengarahan  pada  operator  mengenai  cara penagganan mesin yang baik dan benar terutama untuk operator yang kurang berpengalaman.
c.   Meningkatkan motivasi dari operator dengan memberikan sejumlah insentif atau penghargaan atas kerja mereka.







2.  Usulan perbaikan pada proses Lem Film

Table 4.3 Usulan Perbaikan pada proses Lem Film


Usulan perbaikan pada proses Lem Film


.Area Perbaikan :
1. manusia
2. mesin
3. material
4. metode

masalah yang







penyebab








diamana masalah     kapan  dilakukan     siapa yang     metode

No.     dari
terjadi     masalah     terjadi     perbaikan    menanggani     penanggulangan manusta
kurang     panas, bising, pada  operator    saat produksi     HRD     melakukan perbaikan
konsentrasi     Ielah    produksi     berlangsWJg    pada sistem ventilasi
1
tanggung jawab     kurang teliti    tidak ada     pada saat produksi     pihak produksi   melakukan training kurang         insentif, kurangnya  berlangsWJg        terhadap karyawan
training    yang ada

mesm
putaran terlalu     set up salah     operator    saat produksi     pihak     membuatSOP
tinggi    produksi     berlangsWJg    produksi     set-up mesin
2

tidak stabil     kurang     operator    saat produksi     pihak     membuat jadwal pemeliharaan   produksi     berlangsWJg    produksi     maintenance

metode
kesalahan     kurang     operator    setiap hari     pihak produksi   melakukan training
3
peletakan     pelatihan


material
4    tidak sesuai     kurangnya    lantai produksi     pada saat penerimaan   pihak QC     Pemeriksaan yang standard    inspeksi         bahan baku     lebih ketat







Pada dasarnya kerusakan pada proses lem film mempunyai penyebab yang sama  dengan  pin  box  auto,    hanya  terdapat  sedikit  perbedaan  dalam  faktor metode.
Langkah perbaikan yang perlu dilakukan antara lain :

a.   Melakukan training terhadap operator tentang cara kerja standard. b.   Melakukan maintenance secara berkala terhadap mesin-mesin.
c.   Mengurangi kelelahan operator dengan memasang beberapa penyalur udara yang baru, dimana diharapkan akan meningkatkan konsentrasi dari pekerja dan akan mengurangi kesalahan-kesalahan ketika sedang bekerja.
d.   Membuat SOP set up mesin

e.   Menanamkan rasa tanggung jawab terhadap operator f.    Melakukan kontrol kualitas dengan lebih ketat lagi.







3.   Usulan perbaikan pada proses Gapping.

Table 4.4 Usulan Perbaikan pada proses Gapping







































Untuk jenis kecacatan ini sangat jarang terjadi atau frekuensinya sangatlah sedikit, walaupun begitu perlu dilakukan langkah pencegahan supaya produk yang ada menjadi zero defect terhadap proses Gapping, langkah yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan training terhadap operator tentang cara setup dan pengoperasian mesin secara baik dan benar.







4.   Usulan perbaikan pada proses Potong.

Table 4.5 Usulan Perbaikan pada proses Potong



































Untuk kecacatan ini sangat jarang terjadi atau frekuensinya sangatlah sedikit, seperti halnya pada proses Gapping. Walaupun begitu perlu dilakukan langkah pencegahan supaya produk yang ada menjadi zero defect terhadap proses potong, langkah yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan training terhadap operator tentang cara setup dan pengoperasian mesin secara baik dan benar.







4.1.5    Control (Tahap Pengendalian)

Fase Control atau tahap pengendalian adalah tahap yang bertujuan untuk terus mengevaluasi dan memonitor hasil-hasil dari tahap sebelumnya atau hasil implementasi yang telah dilakukan pada fase improve. Tahap ini juga bertujuan untuk memastikan bahwa kondisi yang sudah diperbaiki dapat berlangsung terus menerus atau berkesinambungan, dan tidak berjalan dalam waktu yang singkat saja. Setelah solusi-solusi diimplementasikan pada fase improve untuk meningkatkan performa proses, maka fase control menjaga agar performa tersebut tidak menurun kembali. Pada fase ini penulis berusaha memberikan masukan kepada perusahaan tentang cara pengendalian dan pengawasan (monitoring) proses. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan pengecekan terhadap standar pengukuran performa yang digunakan, dan melakukan pengecekan terhadap dokumen-dokumen atau laporan- laporan yang diperlukan.

0 komentar:

Post a Comment