, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

1. Tomy Nanda

1. Tomy Nanda

Beberapa waktu yang lalu saya hendak membeli monitor komputer baru karena monitor koputer yang lama sudah "tidak nyaman" untuk digunakan. Namun setelah bertanya kesana-kesini ternyata budget yang saya miliki kurang untuk membeli monitor baru (kurang 200ribu) yang saya inginkan dengan pertimbangan orang tua saya tidak akan memberikan uang tambahan untuk kekurangan uang tersebut. Akhirnya saya menjual monitor lama dengan harapan uang hasil penjualan monitor yang lama tersebut mampu memenuhi kekurangan uang untuk membeli monitor baru. Calon pembeli pertama pun datang, harga yang saya inginkan adalah 200ribu dan saya menawarkan monitor tersebut dengan harga 300ribu dengan harapan setelah tawar-menawar akan tercapai kesepakatan harga 200ribu pada akhirnya. Calon pembeli pertama meminta langsung meminta harga 170ribu, sayapun menolaknya karena logikanya dengan penawaran pertama di bawah harga yang saya inginkan tidak akan tercapai kesepakatan harga 200ribu. Kemudian pembeli kedua datang dan bertanya berapa harga yang saya tawarkan untuk sebuah monitor tersebut, lalu saya beritahukan bahwa penawaran pertama saya adalah 300ribu. Dia bertanya kenapa dia harus menerima tawaran denag harga 300ribu. Kemudian saya berargumen bahwa monitor yang saya milki tersebut belum pernah mengalami kerusakan dan sistem pengaturan brightness dan sebagainya sudah digital. Kemudian dia meminta saya menurunkan tawaran menjadi 200ribu. Lalu dia bertanya lagi kenapa dia harus membelinya dengan harga 200ribu, saya mencoba meyakinkannya dengan mengatakan bahwa monitor tersebut masih dalam keadaan prima, keputusan saya menjualnya karena saya menginginkan tampilan yang lebih baik untuk beberapa game yang membutuhkan grafis dan monitor yang dirokemendasikan Selain itu saya mencoba memberitahukan keuntungan opsi yang saya tawarkan dengan mengatakan bahwa dengan membeli monitor saya ini denga harga yang lebih murah dari harga yang toko-totko komputer tawarkan dia dapat menambah koleksi monitornya karena saya tahu dia berencana membuka usaha rental komputer atau warung internet. Lalu dia pun menyetujui tawaran yang saya tawarkan bahkan bersedia menambah kekurangan uang yang saya butuhkan untuk membeli monitor baru.
Negosiasi di atas saya menggunakan strategi mengutarakan keuntungan opsi yang saya tawarkan bagi lawan negosiasi. Kemudian strategi yang lain ialah denagn memanfaatkan apa yang sangat diinginkan lawan negosiasi yang berhubungan dengan tawaran yang kita tawarkan.

2. RIZKI NUR FAUZIA
Pengalaman negosiasi dalam minggu ini adalah mengenai dua event yang terjadi pada waktu yang sama masih dalam suasana khusuk idul Fitri. Kebimbangan memilih adalah persoalan klise yang dihadapi. Apalagi dua-duanya adalah even besar yang sayang untuk dilewatkan. Permasalahan yang muncul adalah, pertama, saya sudah membuat rencana dengan teman-teman satu angkatan untuk bersilaturahmi ke guru-guru SMA (tradisi setiap tahun) pada H+3, Sabtu 4 Oktober 2008. Di hari yang sama, keluarga besar saya akan mengadakan reuni dan halal bihalal keluaga. Selanjutnya, ibu menginginkan saya untuk menemaninya karena bapak tidak akan mengikuti acara reuni keluarga sampai selesai karena rombongan muridnya akan datang bersilaturahmi ke rumah dan takut mengecewakan jika rumah dalam kosong.
Karena bimbang untuk memilih, saya meminta saran dari ibu. Seperti biasa, kesimpulannya ibu tidak memaksa dan menyarankan agar saya memilih mana yang paling nyaman dan tidak merugikan untuk dijalani. Bagi saya, itu cukup melegakan karena posisi ibu lebih lunak. Di pihak saya, saya berpikir kepentingan semula saya tetap bersilaturahmi ke guru-guru SMA dengan teman-teman merupakan hal yang paling nyaman dan mengasikkan. Namun, setelah dipikirkan kembali, ternyata reuni keluarga mempunyai bobot urgensi yang lebih tinggi. Apalagi reuni keluarga besar--yang memepertemukan ribuan orang dari generasi ke generasi, diadakan dua tahun sekali. 
Akhirnya, saya muncul dengan ide bahwa saya akan tetap menemani ibu ke reuni keluarga pada pagi sampai siang hari. Dan setelah jam dua belas (setelah lunch), saya meminta teman yang sebelumnya saya tebengin, untuk menjemput saya di tengah-tengah kota. Kebetulan reuni keluarga itu bertempat di dekat aloon-aloon kota. Jadi berada di tengah-tengah rute perjalanan ke rumah guru-guru. Dan biasanya, pada jam segitu teman-teman sedang istirahat dan sholat Dhuhur di mesjid terdekat. Jadi, mereka mau menunggu sekaligus istirahat. Biasanya silaturahmi ke guru SMA akan berjalan sampai sore hari (Maghrib).
Untungnya, teman saya bersedia, karena memang dia butuh teman untuk dibonceng, dan sebagai kompensasi untuk mau menjemut, saya tawarkan untuk bergabung dalam sesi makan siang di reuni keluarga. Dia pun bersedia dan bahagia dapat makan enak. Hehe=)
Analisis:
Saya melakukan dua tahap negosiasi: pertama, dengan ibu. Posisinya: ditemani dalam reuni keluarga. Kepentingan ibu : ada keluarga yang mendampingi, menggantikan posisi bapak yang tidak bisa hadir penuh, bertemu dengan keluarga-keluarga yang lain,dll. Posisi saya: ikut silaturahmi ke guru SMA dan hadir dalam reuni keluarga. Kepentingan saya : silaturahmi dengan teman-teman dan guru-guru SMA, kebersamaan yang nyaman dan akrab, saling bercerita dan berbagi pengalaman untuk mengetahui perkembangan terbaru teman-teman SMA [] namun, tidak kehilangan momentum bertemu dengan keluarga-keluarga, baik dekat maupun jauh,
Ketika bernegosiasi dengan ibu, posisi beliau agak lunak, sehingga saya bisa fokus ke dua kepentingan saya tanpa tertekan. Hal ini bisa saya lakukan, karena saya listening well tentang apa posisi dan kepentingan ibu, kemudian saya me-reframe dan me-rephrase dengan suatu usulan, dengan taktik bridging bahwa saya akan tetap menemani mama sampai menjelang akhir acara, kemudian selanjutnya saya meneruskan perjalanan silaturahmi ke guru-guru SMA.
Negosiasi kedua, saya lakukan dengan teman saya. Saya menego dia untuk menjemput saya. Posisi saya: dijemput di tempat reuni. Kepentingan: silaturahmi ke guru-guru, bermaafan langsung dengan teman-teman SMA, temu kangen, dll. Posisi teman: saya ikut dalam rombongan silaturahmi dengan teman-teman.  kepentingan: ada teman yang dibonceng. Agar mau menjemput di tempat reuni, saya menggunakan taktik kompensasi non-spesifik, yaitu berupa sajian makan siang di tempat reuni. Dia menyukainya karena biasanya dia hobi makan.

3. Lulu Qurratu Aini / 21952
      Pada hari pertama Lebaran, saya dan keluarga pergi ke Bandung. Orang tua saya ingin sampai hari Minggu kita disana. Namun saya menolak. Di awal saya menyatakan keberatan saya, ibu saya tidak mau mendengarkan. Dan saya piker pun ya sudah, toh liburan ini. Namun setelah saya berpikir lagi, semakin saya yakin saya tidak mungkin sampai hari Minggu di Bandung. Lalu saya mencoba menjelaskan sama orang tua saya, saya tidak suka berlama-lama di rumah orang walaupun itu di rumah saudara sendiri, saya juga hanya membawa baju sedikit, ingin mengerjakan tugas yang menumpuk dan ingin kumpul bersama teman-teman saya disana.
      Memang ibu saya memiliki alasan yang jelas untuk pulang hari Minggu karena akan ada reuni dengan teman-teman SMP dan SMAnya sehingga tidak mungkin untuk pulang. Perdebatan kami berlangsung cukup lama karena tidak satupun dari kami yang bersedia mengalah. Dan akhirnya saya bilang kalau saya akan pulang bersama uwa saja yang kebetulan satu kota dengan saya dan sedang di Bandung juga, tidak apa-apa saya di rumah sendiri. Meskipun pada awalnya ibu saya menolak karena alasan khawatir namun akhirnya saya diizinkan dan dengan syarat ketika orangtua saya pulang, rumah harus sudah rapih dan bersih. Tanaman disiram, ikan-ikan dikasi makan, dan masih banyak pekerjaan rumah yang lain.
      Isunya adalah waktu pulang dari Bandung. Kepentingan ibu saya adalah dapat menghadiri reuni dan kepentingan saya adalah kumpul bersama teman-teman.  Di sini saya contending dengan menggunakan cara annoying, karena terus merengek minta pulang cepat. Dan keinginan sayapun jelas tercapai tanpa diundur satu haripun sehingga saya mencapai demand saya meskipun dengan syarat. Dan ini pun merupakan problem solving karena kedua pihak mendapatkan keinginannya

4. Septyanto Galan
Selama libur lebaran, ikatan alumni SMA saya mengadakan suatu rapat berkaitan dengan reuni akbar yang akan diselenggarakan sehubungan dengan ulang tahun emas SMA saya tersebut.
      Situasi lain yang juga terjadi selama libur lebaran ini adalah ulang tahun salah satu teman dekat saya, dan saya ingin memberikan kado ulang tahun.
      Teman saya yang menjabat sebagai ketua angkatan 2007 (angkatan lulus saya), tidak memiliki sarana transpotasi untuk datang ke rapat angkatan tersebut. Dia meminta saya untuk mengantarnya. Sebenarnya saya tidak keberatan, akan tetapi waktu yang dimintanya bersamaan dengan waktu luang saya untuk mencari kado ulang tahun teman saya tadi. Setelah itu, saya bisa dikatakan tidak memiliki waktu luang. Saya memberikan usul, bagaimana kalau sebagai ganti ”jemputan” saya, dia harus menemani saya mencari kado untuk teman dekat saya tadi (kebetulan dua-duanya perempuan). Ternyata dia setuju, dan 1 negosiasi telah berhasil saya lalui dengan kepuasan di dua pihak.
      Pada kasus tadi, saya dan teman saya berorientasi kepada kepentingan masing-masing. Saya ingin mencari /  membeli kado bagi teman saya yang berulang tahun, sementara teman saya ingin diantar ke rapat angkatan. Kemudian saya mengusulkan kepada dia untuk membantu saya mencari kado sebagai kompensasi spesifik, atas antar-jemput yang saya lakukan. Hasil yang dicapai win-win yang memuaskan dua pihak, dan strategi yang dipakai adalah problem solving.

5. Ari Wardana
TV Rusak
      Sudah beberapa bulan TV di kamar kakak saya rusak. Melihat hal tersebut saya mencoba berbicara kepada kakak agar memperbaiki TV tersebut. Menurut saya agar TV tersebut dapat dipakai kembali kalaupun hendak dijual harganya pasti lebih baik daripada dalam keadaan rusak. Awalnya kakak menolak dengan alasan biaya memperbaiki TV tidak terlampau jauh dengan membeli TV baru. Saya mencoba berargumen kembali, buat apa menyimpan TV rusak, kan hanya memenuhi ruangan. Kakak saya juga membalas argumen saya, TV rusak juga masih ada yang mau membeli. Lalu saya bertanya kepadanya, kapan orang yang mau membeli TV rusak itu datang, buat apa menunggu sesuatu yang tidak pasti. Mendengar pertanyaan saya tadi kakak saya tidak dapat menjawab dan akhirnya ia mau memperbaiki TV tersebut. Memang ada kalanya kita harus cotending untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.

6. Arief Rizki Bahtiar
Saya dalam posisi untuk membeli sebuah HP karena HP saya sudah tua dan mulai sering rusak sehingga membutuhkan biaya servis yang tidak sedikit. Kepentingan saya adalah mobilitas saya tidak terganggu karena kegiatan kuliah akan segera dimulai lagi. Oleh karena itu, saya bermaksud meminta izin untuk membeli sebuah HP terbaru kepada orang tua saya, tetapi menggunakan uang saya sendiri. Namun, rencana itu ditolak karena salah seorang anggota keluarga saya juga baru saja membeli HP dengan harga yang cukup tinggi. Orang tua saya beralasan, walaupun menggunakan uang sendiri, alangkah bermanfaat jika uang tersebut digunakan untuk kepentingan lain yang lebih berguna seperti membiayai les bahasa asing saya.
      Akhirnya, kami bernegosiasi dan mencari solusi terbaik bagi saya dan orang tua. Kebetulan, ibu saya menggunakan dua nomor dan salah satu nomor akan ditutup dengan alasan efisiensi biaya. Saya mengajukan usul agar salah satu HP tersebut saya gunakan untuk kepentingan kuliah dan uang saya miliki digunakan untuk membayar biaya les bulan ini. Alasan tersebut disetujui. Saya terpuaskan karena mobilitas saya tidak terganggu dan orang tua saya merasa uang yang ada disalurkan ke pos belanja yang lebih bermanfaat.

7. M Aditya
•    Pada libur lebaran ini, saya dan teman-teman seperkumpulan SMP saya merencanakan untuk bermain futsal di Futsal City yang terletak tak terlalu jauh dari tempat tinggal kami. Bermain futsal dipilih karena kami berpikir acara makan bareng atau mengadakan suatu acara di rumah salah seorang teman sudah terlalu sering dilakukan, jadi kami memutuskan untuk bermain futsal pada hari Kamis malam.
Masalah muncul ketika semua teman-teman sudah berkumpul, rupanya ada seorang teman (sebut saja X) yang memberi kabar bahwa dia tidak bisa ikut. Meskipun kami bisa tetap bermain tanpa dia-yang tidak bisa datang-, kami menganggap bahwa acara ini harus bisa dikuti oleh semua orang (teman-teman seperkumpulan). Kemudian salah seorang teman yang merasa kesal memaksa X untuk dapat hadir dan ditunggu dalam 15 menit dan disertai ancaman jika tidak hadir.
Namun, saya berusaha untuk menghubunginya dan menanyakan alasan kenapa dia tidak bisa ikut. Setelah bicara baik-baik, saya akhirnya tahu alasan ia tidak bisa ikut, selain karena saat itu sedang ada di rumah saudaranya, rupanya ia sedang tidak punya uang untuk patungan menyewa lapangan bermain. Akhirnya saya menanyakan berapa uang yang ia punya dan saya menawarkan sebagian dari uang yang harus dia bayarkan saya tanggung. Dengan usul seperti itu, ia bisa ikut dan langsung menuju lokasi bermain dari rumah saudaranya, karena memang tidak terlalu jauh dari sana. Akhirnya kami semua bisa bermain lengkap tanpa harus merugikan banyak pihak.
Dalam negosiasi kali ini, saya dan teman saya memainkan peran Bad Cop dan Good Cop tanpa rencana. Dengan peran Bad Cop, teman saya menekan X untuk dapat menuruti keinginannya. Namun, dengan cara seperti itu, X tetap bersikeras dan tidak merubah pendiriannya. Setelah itu saya sebagai Good Cop, berusaha untuk dapat memahami dan menanyakan masalah apa yang sedang dihadapinya dan akhirnya ia bisa cerita dan mau ikut bermain

8. Hafiz Imandaru
Perjalanan Ke Bogor
      Setelah orang tua saya datang ke Yogya untuk mudik, saya ingin ikut kembali pulang ke bogor untuk bersilaturahmi dengan keluarga dan teman-teman saya disana. Akhirnya saya pun diijinkan ikut untuk pulang ke Bogor walaupun dengan kendaraan yang penuh sesak. Pada umumnya, perjalanan saya dari Yogya ke Bogor cukup lancar, malah kalau dibilang seperti bukan musim mudik, sangat lancar. Setelah saya sampai di jalan tol Cikampek KM 65, tiba-tiba mobil saya berhenti di bahu jalan. Ayah saya, dan saudara saya melihat ke bagian mesin ternyata mesin kendaraan saya jebol dan sudah tidak mungkin lagi melanjutkan perjalanan sampai bogor. Padahal ketika kendaraan tersebut dipakai maraton Bogor-Jogja-Surabaya-Jogja tidak ada masalah berarti. Setelah mengetahui kondisin kendaraan yang seperti itu, saya memanggil mobil derek jalan tol. Pada awalnya ayah saya hanya ingin menderek sampai keluar tol, tetapi daripada pusing lagi mencari bengkel, saya mengusulkan untuk diderek sampai bogor. Lalu saya berbicara dengan petugas Derek tersebut. Dalam bayangan saya, jasa Derek tersebut tidak lebih dari 1,5 juta. Lalu saya menanyakan biaya jasa derek tersebut sampai bogor. Pada awalnya petugas tersebut meminta biaya sebesar 1,25 juta. Setelah tawar menawar akhirnya sepakat 1,1 juta. Itu pun harusnya 1 juta, tetapi karena ada petugas lain yang datang, naik 100 rb.
      Berdasarkan cerita di atas, isunya adalah menggunakan jasa derek. Posisi saya mogok, posisi petugas mencari obyekan. Kepentingan saya, menggunakan jasa derek dengan sehemat-hematnya, sedangkan kepentingan petugas adalah tidak nombok.
      Demand saya adalah menggunakan jasa dereka tidak lebih dari 1 juta. Demand petugas adalah lebih dari 1 juta. Limit saya pada awalnya tidak lebih dari 1,5 juta, tetapi menjadi 1,25 juta. Limit petugas adalah tidak kurang dari 1 juta. Goal saya dan petugas bertemu di angka 1,1 juta rupiah.

9. Ridho Prasetyo
Mengajak teman kumpul bareng
Tidak seperti lebaran tahun lalu dimana saya berlebaran di Purwokerto, tahun ini saya mudik ke kampung halaman ke-2 saya yakni di kota Tanah Grogot, Kal-Tim. Rasa rindu akan teman-teman dan suasana lebaran disana membuat saya ingin melakukan banyak hal, salah satu yang paling saya prioritaskan adalah sowan/silaturahmi ke rumah guru-guru SMP saya bersama teman-teman.
Mengumpulkan teman2 memang tidak begitu sulit, tapi kalau mengerjakan semuanya sendirian ya kelabakan juga pikir saya ketika itu. Untunglah sehari sebelum lebaran, Ainur sohib akrab saya berpikiran sama. Jadilah kami menghubungi teman-teman yang lain untuk kumpul bareng dirumah salah satu teman pada hari lebaran ke-2, 2 oktober 2008 jam 9.00 Wita, untuk kemudian sowan bareng ke tempat guru-guru SMP.  Di hari H,  sampai pukul 10.00 baru ada sekitar 7 anak yg kumpul. padahal malam sebelumnya saya sudah banyak nge-sms. kami pun mennunggu lagi sampai kira2 jam 11.00 siang tapi belum jg ada tambahan teman yang datang. Ada seorang sohib dekat saya yang lain yang belum datang juga. Namanya Hidayat, padahal saya begitu mengharapkan kehadirannya. so sebelum pada akhirnya kami mmutuskn untuk berangkat, saya menelpon dia dengan maksud segera menyusul ketempat kami kumpul. di saat yang sama ternyata dia sedang berada dirumah pamannya untuk bersilaturahmi keluarga dan mengatakan titip salam aja buat guru-guru. hmm...klo gak ada dia gk seru nih batin saya. so saya mencoba meng-convince dia untuk tetap ikut dengan mengatakan bahwa teman2 yang lain sudah kumpul, mumpung saya pulang ke/ ada di Grogot, saya cuma seminggu di gogot karena minggu depan sudah harus balik ke jogja jadinya kapan lagi ada waktu kayak gini, karena belum tentu tahun depan saya mudik lagi, "please....ayolah Yat, lagian aku tahu biasanya kamu kan  jarang ke tempat guru2 klo gak bareng aku...dan lihat sekarang dah jam berapa....kalo kesiangan, entar guru2 dah pada tidur siang..." begitu kira2 rengekan saya. tidak lama dia pun meng-iyakan dan kami pun pergi bersama-sama...Yes !!
Dalam negosiasi ini saya melakukan strategi Contending/menyerang dengan menggunakan taktik persuasive arguments dan time pressure. dan ternyata berhasil. Saya win, tapi dia juga tidak sepenuhnya lose karena apa yang saya dapatkan yakni bertemu dia untuk sowan bareng, juga merupakan sebagian interestnya walau harus mengorbankan kumpul bareng pamannya.

10. Sandra Dewi A
Hari selasa kemarin saya janjian nonton sama teman-teman saya. Awalnya kami janjian untuk nonton film A siang hari. Kondisinya saya masih berada di Surabaya dan berencana pulang pagi. Tapi ternyata ada halangan dan saya baru bisa sampai di Malang sore hari. Akhirnya saya bilang bagaimana kalau nontonnya besoknya saja. Tapi beberapa bilang tidak bisa karena mereka ada rapat panitia retret, dan mereka mengajak lusanya saja, padahal lusanya saya sudah balik ke Jogja. Akhirnya saya bilang bagaimana kalo sore saja, karena kesempatan kami bertemu tinggal hari itu. Tapi ternyata tiket film A untuk malam hari sudah habis, pilihannya kalau nonton sore yaitu film B. Sebagian besar tetap mau nonton, tapi ada tidak mau. Karena hari itu saya ultah, jadi saya bilang makan2nya habis nonton aja, sehingga mereka semua akhirnya ikut nonton juga. Akhirnya kami nonton film B malam hari.
Analisis:
Posisi saya yaitu ingin acara nontonnya diundur. Posisi awal teman-teman saya yaitu ingin nonton film A siang hari. Kepentingan saya yaitu bisa bertemu teman2 saya sepulang saya dari Surabaya. Kepentingan teman2 saya yaitu nonton dan dapat berkumpul bersama sebelum saya kembali ke Jogja. Taktik yang digunakan yaitu bridging yaitu menjembatani 2 kepentingan. Demand saya adalah nonton keesokan harinya, sedangkan demand teman2 saya nonton lusanya. Limit kami sama yang sekaligus menjadi goal kami yaitu malam harinya. Untuk kasus terakhir digunakan persuasi untuk membujuk agar semua mau tetap nonton.

11. Nara Indra
Saat liburan Lebaran lalu, kebetulan saya ngobrol dengan Ibu mengenai kesibukan di kampus selama ini. Saya menceritakan semua aktivitas saya termasuk rencana penyelenggaraan Makrab HI ‘08 dimana sebagai sie perkap saya harus mengikuti survey ke tempat acara di daerah Kulonprogo. Mendengar itu, Ibu tak menyetujui keikutsertaan saya baik dalam survey maupun pelaksanaan di hari H dengan alasan jalan yang ditempuh berbahaya dan saya dianggap belum mengenal medannya, ditambah lagi Ibu memiliki “trauma pribadi” dengan jalanan antarpropinsi. Sementara saya tetap harus mengikuti survey karena selain untuk mengetahui keadaan medan agar dapat merencanakan pembagian kerja dengan baik, kebetulan sie perkap sudah kekurangan tenaga dan mendapatkan berbagai cobaan lain sehingga kinerjanya sangat terganggu.
Kebetulan watak saya dan Ibu sama-sama keras sehingga di awal perundingan saya memilih untuk bersikap inaction terlebih dahulu demi melihat situasinya. Saya menganggap bahwa situasi seperti ini membutuhkan semacam morale flexibility untuk menjaga negosiasi tetap berjalan, selain untuk menunjukkan iktikad baik dari pihak saya dalam mengakomodir tuntutan-tuntutan dari pihak Ibu. Setelah itu saya mulai berargumen mengenai pentingnya saya mengikuti kegiatan ini (bukan sok penting!!), berbagai kendala yang dihadapi oleh sie perkap serta meyakinkan Ibu bahwa traumanya itu sama sekali tak beralasan. Di sini saya berusaha untuk meyakinkan bahwa pandangan-pandangan Ibu salah tanpa mengesankan bahwa pandangan saya yang benar (agar Ibu tak merasa kalah), karena kita selalu benar apabila mampu meyakinkan bahwa pandangan pihak yang lain salah meski pandangan kita belum tentu benar. Setelah itu perundingan sama-sama kami arahkan menuju ke problem-solving untuk mencari penyelesaian. Pada tahap ini kami masing-masing berusaha untuk melihat masalah secara lebih komprehensif lagi dengan mempertimbangkan berbagai segi sambil menjajaki kemungkinan untuk mempertemukan pandangan-pandangan tadi.
Ibu mengusulkan agar saya hanya membawa motor saaat pelaksanaan di hari H sedangkan Saya mengajukan usul agar dapat megikuti kedua-duanya dengan catatan saat survey saya ke sana membawa motor sendiri dan berangkat dalam rombongan besar sehingga resiko dapat diminimalisir, sedangkan saat hari H saya tetap membawa motor sendiri karena di sana sangat memerlukan mobilitas. Akhirnya Ibu setuju saya mengikuti survey dengan catatan saat survey saya membonceng dulu pada teman yang sudah mengenal medan sehingga lebih aman, lalu pada saat hari H saya diijinkan membawa motor sendiri dengan asumsi bahwa saya sudah mengenal medannya. Kesimpulannya, dengan perpaduan teknik inaction, kompromi dan problem solving kami dapat mencapai win-win solution.

0 komentar:

Post a Comment