BAB 13 INDUSTRI
BAB 13 INDUSTRI |
5 contoh kerajinan tekstil modern - I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara maka salah satu tujuan pembangunan jangka panjang adalah mengubah secara fundamentil struktur ekonomi Indonesia, sehingga pro-duksi nasional di luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar, dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Di samping itu bagian penduduk yang hidup dari sektor-sektor di luar pertanian semakin bertambah dan komposisi ekspor akan berubah sehingga ekspor Indonesia akan semakin banyak terdiri dari bahan-bahan yang telah diolah dan barang-barang jadi. Tercapaimya perubahan struktur akan meningkatkan ke¬tahanan ekonomi Indonesia terhadap perubahan-perubahan keadaan alam dan kegoncangan ekonomi dunia.
Untuk mencapai tujuan jangka panjang tersebut di atas, peranan pembangunan sektor industri adalah sangat penting. Untuk menjadi tulang punggung ekonomi, sektor industri harus berkembang secara bertahap. Kalau dalam Repelita I prioritas diberikan kepada pembangunan industri yang mendukung sektor pertanian, pada Repelita II pembangunan industri di¬titikberatkan pada industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku, pada Repelita III meningkatkan pengolah¬- an bahan baku menjadi bahan jadi, sedang pada Repelita IV tujuan pembangunan industri adalah meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri baik industri berat maupun industri ringan. Dengan pembangunan industri secara bertahap tersebut di atas, maka dalam jangka panjang akan tercapailah struktur ekonomi yang seimbang, dengan titik berat kekuatan industri yang didukung oleh sektor pertanian yang kuat.
205
Pembangunan sektor industri tidak terlepas dari pembangun¬- an sektor lain. Ada hubungan kait-mengait yang erat antara pembangunan sektor industri dengan sektor-sektor lain. Dalam hubungan timbal-balik ini peranan sektor industri adalah mem-perluas lapangan kerja, menghasilkan barang-barang yang diperlukan masyarakat dan sektor pembangunan yang lain, menghasilkan devisa melalui ekspor hasil industri dan meng¬- hemat devisa melalui produksi barang-barang yang hingga kini diimpor.
Pembangunan sektor industri ditujukan untuk memperluas lapangan kerja. Dengan meluasnya lapangan kerja maka pen¬dapatan nasional akan terbagi lebih merata. Tambahan pula penciptaan lapangan kerja akan menyerap penganggur yang sebagian besar berada di sektor pertanian. Berkurangnya te- naga penganggur di sektor pertanian akan meningkatkan pendapatan di daerah pedesaan. Keadaan ini akan lebih men-dorong petani untuk meningkatkan produktivitas usaha taninya, sedang meningkatnya produktivitas petani akan memperluas pasaran hasil sektor industri.
Peranan kedua sektor industri dalam pembangunan adalah menyediakan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat ter¬-utama pangan, sandang dan bahan bangunan untuk perumah¬- an. Tersedianya barang-barang tersebut harus diusahakan dalam jumlah yang cukup pada taraf harga yang berada dalam jangkauan daya beli masyarakat. Selain menghasilkan barang¬barang tersebut pembangunan industri ditujukan untuk meng¬hasilkan barang-barang produksi yang diperlukan sektor lain seperti sarana produksi pertanian, sarana perhubungan dan lain-lain, di samping menghasilkan barang-barang yang diper¬-lukan sektor industri sendiri.
Peranan ketiga dari sektor industri adalah menghasilkan dan menghemat devisa melalui ekspor hasil-hasilnya maupun menghasilkan barang-barang yang hingga kini diimpor. Dewasa ini sebagian besar dari barang-barang ekspor terdiri dari bahan mentah. Pembangunan sektor industri ditujukan untuk me¬-
206
ningkatkan industri yang mengolah bahan mentah, sehingga yang akan diekspor ialah bahan baku. Perubahan ini sudah tentu akan menghasilkan devisa yang lebih besar, sedangkan pembangunan pabrik-pabrik pengolahan tersebut akan mem¬-perluas lapangan kerja. Di samping itu akan ditngkatkan usaha untuk memulai pengolahan bahan baku menjadi bahan jadi. Tambahan pula akan ditingkatkan pembangunan pabrik-pabrik yang menghasilkan barang-barang konsumsi atau barang-barang setengah jadi untuk ekspor. Hal ini terutama diharapkan pada barang-barang yang mempunyai pasaran dalam negeri terbatas, sedangkan faktor-faktor tersedia yang memungkinkan dihasilkannya barang-barang tersebut dapat diproduksi dengan biaya yang rendah. Dengan demikian ada kemungkinan bersaing di pasaran luar negeri.
Dalam rangka penghematan penggunaan devisa diberikan prioritas kepada pembangunan sektor industri yang menggu- nakan lebih banyak bahan dalam negeri daripada bahan-bahan luar negeri. Penggunaan bahan-bahan dalam negeri tidak saja akan menghemat devisa tetapi juga akan membangkitkan kegiatan pembangunan di daerah-daerah asal bahan-bahan tersebut. Kegiatan ini tentunya akan memperluas lapangan kerja di samping meratakan pembagian hasil pembangunan.
II. KEADAAN DAN PERMASALAHAN
Selama Repelita I sektor industri menunjukkan perkembang¬- an yang makin meningkat. Hal ini ditandai tidak saja oleh peningkatan volume serta mutu hasil produksi dari sebagian cabang-cabangnya akan tetapi juga dengan munculnya hasil produksi baru, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 13-1.
Peningkatan produksi maupun diversifikasi yang tercapai terutama terjadi pada barang-barang konsumsi. Berkembang- nya pabrik-pabrik barang konsumsi telah mengubah komposisi impor, yaitu dari barang-barang konsumsi ke bahan-bahan baku dan bahan-bahan penolong serta barang-barang modal. Jika gejala ini terus berjalan, maka kebutuhan akan bahan baku,
207
TABEL 13 - 1
PRODUKSI BEBERAPA HASIL INDUSTRI DALAM REPELITA I
No Jenis Prcduksi Satuan 1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74 *)
1. Tekstil Juta M 449,8 598,3 .732 852 900
2. Benang Tenun Ribuan bal 253,1 299 345 393 472
3. Pupuk : a. Urea Ribuan ton 84 98,4 104,8 120 118,5
b. Z. A. Ribuan ton - - - 49,7 110,5
4. Semen Ribuan ton 541 568 530 722 805
5, K e r t a s Ribuan ton 17 22 30 39 40,5
6. Ban Kendaraan Bermotor Ribuan buah 368 400 508 837,4 1.028,5
7. Aluminium Sulfat T o n - 1.800 7.000 11.700 17.000
8. Asam Sulfat T o n - 2.100 8.700 10.000 15.700
9. Assembling Mobil B u a h 5_000 2.900 16.000 23.000 36.000
10. Assembling Sepeda Motor B u a h 21.000 '31.000 50.000 100.000 150.000
11. Plaat Seng Ribuan ton 8.50 34 66 69 75
12. Pipa Baja Ribuan ton 2 2,9 6 34 45
13. Minyak Kelapa Ribuan ton 249,7 257,2 260 265 265
14. Rokok Kretek Juta batang 19.000 20.500 21.400 23.700 23.200
15. Rokok Putih Juta batang 11.000 12.600 14.700 16.800 16.800
*) Kolom 1973/74 adalah perkiraan sementara
bahan penolong dan barang modal akan begitu meluas, sehingga merupakan dorongan untuk memproduksi barang-barang ter- sebut di dalam negeri.
Perkembangan yang menarik ialah bahwa beberapa hasil produksi dalam negeri, makin banyak pula jenisnya yang mulai diekspor. Hal ini membuktikan bahwa barang-barang hasil Indonesia telah mulai mampu menghadapi persaingan di luar negeri baik dalam mutu maupun harga. Selanjutnya perkem-bangan industri-industri baru telah memberikan sumbangan dalam penciptaan kegiatan ekonomi pada umumnya, khususnya dalam sektor perdagangan.
Di samping itu terdapat pula kemajuan di kalangan perusa¬-haan-perusahaan negara khususnya yang bergerak dalam la- pangan dndustri.
Di samping berbagai kemajuan yang telah dicapai terdapat pula berbagai masalah yang harus diatasi di bidang industri dalam Repelita II. Usaha untuk mengembangkan lebih banyak industri yang bersifat padat karya perlu lebih ditingkatkkan lagi dalam Repelita II.
Di samping itu pembangunan industri baru cenderung untuk memusat di kota-kota besar. Hal ini terutama disebabkan ka- rena industri-industri tersebut sebagai penghasil barang-barang konsumsi sebagian besar masih berorientasi kepada pasaran. Dalam Repelita II usaha untuk menyebarkan pembangunan industri akan lebih ditingkatkan.
Meskipun usaha untuk membantu golongan ekonomi lemah telah dimulai dalam Repelita I, namun demikian industri¬- industri yang diusahakan oleh golongan ekonomi lemah harus lebih mendapat perhatian yang seksama.
Dalam rangka penyehatan iklim berusaha di bidang industri, telah dilaksanakan penyehatan tarif-tarif bea masuk, perpa- jakan, penyesuaian di bidang impor termasuk larangan impor beberapa jenis barang jadi. Dalam Repelita II langkah ini akan dilanjutkan, terutama dalam rangka mendorong golongan ekonomi lemah.
209
III. LANGKAH DAN KEBIJAKSANAAN
Kemajuan yang dicapai dalam pembangunan di bidang industri selama masa Repelita I, akan dilanjutkan dengan lebih mengutamakan kepada pembangunan dan pengembangan indus¬-tri-industri yang dapat menyerap banyak tenaga kerja. Dalam hubungan ini industri-industri yang padat modal akan tetap didorong sepanjang teknologi yang ada tidak memungkinkan penyerapan tenaga kerja yang berarti atau apabila industri tersebut dapat menimbulkan efek berganda yang luas.
Sesuai dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara dalam me- wujudkan pembangunan industri akan didorong inisiatif dan usaha swasta sejauh mungkin, sedangkan Pemerintah lebih memusatkan perhatiannya kepada pembangunan prasarana dan penciptaan iklim yang menunjang pertumbuhan industri. Di samping itu apabila sektor swasta benar-benar tidak mungkin menangani atau apabila ternyata modal swasta tidak kunjung datang pada bidang industri maka Pemerintah akan mengada- kan investasi sendiri di bidang tersebut.
Karenanya peranan Pemerintah dalam memberikan penga- rahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha, khususnya di bidang industri adalah penting. Dalam usaha ini termasuk penyempurnaan sarana fiskal, keuangan dan admi-nistrasi, serta pembangunan prasarana fisik seperti jalan-jalan, sarana pengangkutan darat, laut, udara dan telekomunikasi, listrik, dan lain-lain.
Sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, dalam melaksanakan pembangunan nasional segenap kemampuan modal dan potensi dalam negeri harus dimanfaat¬- kan dengan disertai kebijaksanaan serta langkah guna membantu, membimbing pertumbuhan dan meningkatkan kemampuan yang lebih besar bagi golongan ekonomi lemah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan sehingga dapat berdri sendiri, antara lain dengan peningkatan kegiatan ko-
perasi agar mampu memainkan peranan yang sesungguhnya dalam tata ekonomi Indonesia. Atas dasar ini pembinaan dan pengembangan golongan ekonomi lemah di sektor industri akan ditingkatkan.
Dalam hubungan ini akan diusahakan pengembangan ke-trampilan dan kecakapan pengelolaan pengusaha-pengusaha nasional terutama golongan ekonomi lemah melalui latihan pada pusat-pusat pendidikan di berbagai tempat yang menitik beratkan pada pengetahuan managemen teknis untuk pengusa- ha-pengusaha nasional.
Pembangunan sektor-sektor industri memerlukan penanam¬- an modal, penggunaan teknologi dan kemampuan berorganisasi dan managemen. Karenanya untuk pembangunan industri masih akan dimanfaatkan potensi modal asing, teknologi dan keahlian dari luar negeri sepanjang tidak mengakibatkan ketergantung- an yang terus menerus serta tidak merugikan kepentingan nasional. Di samping itu akan dicegah adanya persaingan yang berlebih-lebihan antara pengusaha asing dan nasional. Lang- kah yang sudah diambil untuk mencegah hal tersebut adalah penutupan penyertaan modal asing pada industri-industri ter¬- tentu. Langkah ini akan dilanjutkan dalam Repelita II.
Di samping itu kepada pengusaha-pengusaha asing diharus- kan untuk melatih tenaga-tenaga Indonesia dan untuk menempatkan mereka dalam kedudukan pimpinan.
Tambahan pula kepada calon-calon penanam modal diharus-kan untuk lebuh banyak menggunakan bahan-bahan yang diproduksi di dalam negeri sehingga mendorong perluasan industri lain.
Kebijaksanaan lokasi pembangunan sektor industri ditujukan kepada penyebaran-penyebaran industri ke daerah-daerah. Ha1 ini akan dilaksanakan dengan cara mengembangkan pra-sarana yang cukup baik di daerah-daerah sehingga menarik para penanam modal. Kebijaksanaan lain yang akan ditempuh adalah penutupan pembangunan industri-industri baru di daerah tertentu.
211
Di samping itu akan dikembangkan pula pembangunan wila-yah-wilayah industri. Tujuan pokok dari pembangunan wilayah industri adalah mengumpulkan beberapa industri dalam wilayah yang sama, sehingga biaya untuk membangun listrik, air minum, jaringan telepon, jaringan jalan, dan lain-lain dapat ditanggung bersama, sehingga biaya produksi dapat menurun. Bahkan antara beberapa perusahaan dapat dibina hubungan kait-mengait, sehingga saling bantu membantu dalam proses pertumbuhan industri. Dengan menentukan beberapa wilayah industri, permasalahan lokasi dapat dikurangi. Selama Repelita II akan dibangun wilayah-wilayah industri di Jakarta, Cilacap, Surabaya, Medan, Batam dan di tempat lain jika di-anggap perlu.
Tambahan pula dalam menentukan lokasi pembangunan industri akan diambil langkah agar pertumbuhan industri tidak membawa akibat pencemaran lingkungan hidup manusia. Demikian pula akan diperhatikan unsur sosial kulturil daerah. Hal ini penting sekali dalam rangka mempertahankan keadaan dimana manusia dan alam dapat hidup berdampingan dalam keselarasan yang produktif.
Atas dasar kebijaksanaan tersebut di atas, ditentukan langkah utama yang harus diambil untuk mencapai tujuan pembangunan. Untuk mempermudah pemberian pengarahan dalam pembangunan industri, sektor industri sebaiknya digo-longkan dalam golongan industri besar, menengah dan kecil. Pilihan atas pembagian ini didasarkan pada kenyataan bahwa golongan-golongan tersebut mempunyai pengaruh yang ber- lainan atas tujuan utama pembangunan industri yaitu mencip- takan kesempatan kerja.
Pada umumnya dapat dikatakan bertambah besar perusahaan tersebut bertambah padat modal sifatnya. Sehingga dapat di- katakan bahwa penanaman modal per tenaga kerja baru yang akan dipekerjakan pada suatu perusahaan besar adalah jauh lebih besar daripada perusahaan kecil. Sebaliknya tenaga kerja
dalam suatu perusahaan besar akan menghasilkan jauh lebih besar daripada tenaga kerja suatu perusahaan kecil.
Hal ini sudah tentu disebabkan sifat padat modal yang pada umumnya digunakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
Di sinilah letak permasalahan pembangunan sektor industri. Kalau tujuan pembangunan sektor industri adalah semata-ma- ta peningkatan produksi, perusahaan-perusahaan besar akan dapat mencapainya dengan lebih cepat. Tetapi akibatnya pe-ngangguran akan bertambah besar. Di samping itu tujuan pembangunan untuk membagi lebih merata hasil pembangunan sukar untuk dicapai.
Sebaliknya kalau pembangunan sektor industri dibatasi pada perusahaan-perusahaan kecil yang mempunyai daya serap yang besar terhadap tenaga kerja, maka laju pembangunan sektor industri akan lambat. Karena kaitan yang dekat antara pem¬bangunan sektor industri dengan sektor lain maka hal tersebut juga akan menghambat pembangunan nasional.
Karena hal-hal tersebut di atas maka perlu dicari suatu ke-seimbangan antara kedua alternatif tadi. Keseimbangan ini harus menghasilkan perluasan lapangan kerja sebesar mungkin tanpa mengakibatkan rendahnya laju pertumbuhan sektor perindustrian. Untuk mencari keseimbangan tersebut di-perlukan adanya penyaringan dalam pemberian izin penanaman modal dalam negeri maupun asing. Dalam garis besarnya pemberian izin dapat dilaksanakan menurut prinsip-prinsip berikut.
Penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, yang menghasilkan barang-barang untuk dijual harus memenuhi beberapa persyaratan. Syarat pertama ialah bahwa perbanding- an jumlah modal yang ditanam dan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan tidak boleh tinggi. Persyaratan ini terutama berlaku bagi industri-industri yang mempunyai pilihan tek¬- nologi sehingga bisa disyaratkan penggunaan teknologi yang bersifat padat karya tanpa mempengaruhi efisiensi
213
perusahaan. Dalam penyusunan program operasionil di bidang ini akan ditetapkan lebih lanjut perbandingan modal dan buruh sehingga menjadi pegangan bagi pemberian izin. Bagi industri yang sifat teknologinya padat modal, sedangkan barang yang dihasilkan adalah sangat penting bagi pembangunan, maka pembangunan industri semacam itu dimungkinkan.
Di samping itu sebelum diberikan izin, calon investor tersebut harus menunjukkan perkiraan penggunaan tenaga kerja selama perusahaan tersebut berkembang. Dalam menilai perkiraan tersebut harus dicegah bahwa produksi perusahaan tersebut meningkat tanpa meningkatkan jumlah buruh yang dipekerja¬- kan semula. Berdasarkan penelitian yang lebih mendalam harus diperkirakan perbandingan yang wajar antara kenaikan per¬kembangan produksi dan kenaikan perkembangan buruh yang bekerja pada perusahan tersebut.
Hal ini berarti bahwa fungsi perizinan dalam pembangunan industri harus lebih ketat dan efisien, sehingga dapat dicegah terjadinya kebocoran terhadap peraksanaan kebijaksanaan tersebut di atas. Di samping itu suatu sistem pengawasan yang efisien masih harus dikembangkan untuk mencegah penyele-wengan-penyelewengan yang mungkin terjadi setelah kepada perusahaan-perusahaan tersebut diberikan izin usaha. Penga¬- wasan ini ditujukan kepada pelaksanaan-pelaksanaan persya¬- ratan perizinan.
Pengembangan industri kecil akan ditingkatkan dengan cara pemberian fasilitas yang lebih ringan. Yang penting ialah penyebarluasan penerangan kepada perusahaan-perusahaan kecil tentang adanya fasilitas tersebut dan juga tentang cara- cara memperoleh fasilitas penanaman modal dan kredit tersebut. Pengusaha kecil harus memperoleh keyakinan tentang guna dan manfaat fasilitas tersebut bagi usahanya serta ke-unitungan yang dapat diharapkannya. Tanpa keyakinan itu sukar bagi pengusaha kecil untuk menggunakan fasilitas yang disediakan itu.
Selain itu untuk membantu pengusaha-pengusaha kecil me-ngambil keputusan-keputusan yang tepat mengenai usahanya akan diterbitkan setiap bulannya informasi perkembangan har¬- ga-harga dari sarana produksi yang diperlukan dan harga¬- harga hasil produksinya guna membantu pengusaha kecil untuk memasarkan hasilnya secara baik.
Dalam rangka memperkuat kedudukan mereka dalam me-masarkan hasil produksinya akan dianjurkan supaya dibentuk badan-badan atau organisasi kerja sama seperti koperasi. Me-masarkan hasil produksi secara baik merupakan syarat utama terhadap kelangsungan hidup dan berkembangnya pengusaha-pengusaha kecil. Dengan bekerja sama dalam bentuk koperasi ataupun bentuk lain dapat dilaksanakan fungsi pemasaran de¬- ngan lebih efisien.
Permasalahan pemasaran ini akan lebih mudah dipecahkan apabila industri kecil dapat menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan oleh indusitri besar dan menengah. Hal ini sampai sekarang belum cukup berkembang, namun pengalaman di ne- gara lain menunjukkan bahwa hal tersebut bisa berjalan dengan baik. Kemungkinan ini akan dipelajari dan akan dikembangkan apabila penelitian-penelitian menunjukkan adanya potensi ter¬-sebut di atas.
Salah satu permasalahan penting dalam pengembangan in- dustri kecil ialah pemilihan teknologi yang tepat. Karena itu penelitian di bidang ini akan ditingkatkan untuk mencari teknologi yang tepat dan sesuai dengan sifat masing-masing industri kecil. Teknologi yang akan dikembangkan sedapat-dapatnya memiliki sifat yang sama yaitu padat karya, tetapi tetap memungkinkan peningkatan produktivitas usaha.
Kesukaran lain dalam usaha mengembangkan pengusaha kecil ialah kurangnya keahlian memimpin perusahaan. Pembi¬- naan di bidang inipun tidak mudah karena faktor ini merupa¬- kan sesuatu yang langka. Pembinaan untuk menjadi usahawan yang efisien dapat didasarkan pada pengalaman perusahaan-perusahaan setempat yang sudah maju. Cara memimpin per-usahaan disebarluaskan dan digunakan sebagai contoh, dengan
harapan bahwa yang lain akan mengikuti cara tersebut. Di samping itu pula diusahakan bantuan teknis kepada pengusaha kecil dalam rangka peningkatan keahlian perusahaan.
Faktor lain yang banyak mempengaruhi laju perkembangan industri kecil adalah persoalan modal. Perusahaan-perusahaan industri kecil membutuhkan modal investasi maupun modal kerja. Pada umumnya modal investasi diperlukan jika ada usaha rehabilitasi, pembaharuan ataupun perluasan. Dalam hal sedemikian perusahaan tersebut akan memerlukan modal dari luar. Di samping itu kebutuhan modal kerja umumnya lebih dirasakan oleh perusahaan kecil. Modal ini biasanya digunakan untuk membiayai pembelian bahan-bahan, upah dan lain-lain.
Untuk keperluan ini sejak tahun 1973 telah diberikan kepada pengusaha-pengusaha kecil bantuan kredit investasi dan modal kerja permanen dengan maksimum lima juta rupiah. Tambahan pula kewajiban pembiayaan sendiri sebesar 25 persen tidak merupakan syarat mutlak.
Di samping itu, mulai tahun pertama Repelita II kebijaksa¬- naan ini akan dilengkapi dengan program kredit desa. Program ini terutama ditujukan kepada pengusaha kecil di desa dan di kota. Untuk setiap nasabah jumlah kredit diperkirakan berki- sar antara Rp. 10.000,- sampai dengan Rp. 25.000,- dengan maksimum Rp. 100.000,-. Penyaluran ini dilaksanakan mela- lui BRI unit desa. Kredit ini dilaksanakan dengan tata cara yang mudah, tanpa ditekankan pada jaminan dan kewajiban pembiayaan sendiri.
Di samping hal-ha1 tersebut di atas akan disusun program bimbingan dan penyuluhan bagi industri kecil tertentu. Sesuai dengan sistem Bimas program ini akan menyajikan secara in- tegral suatu paket fasilitas yang terdiri dari penyuluhan, pe-nyediaan sarana produksi termasuk kredit dan pemasaran hasil-hasilnya. Program ini sudah tentu berbeda-beda menurut jenis barang yang dihasilkan dan lokasi dari konsentrasi indus- tri kecil tersebut. Pada tahun pertama Repelita II akan dimulai dengan lokasi-lokasi dan jenis industri, yang mempunyai poten-¬
si pengembangan yang terbesar. Program ini akan diperluas secara bertahap dengan memperhatikan terutama kemampuan penyuluhan yang memerlukan tenaga-tenaga ahli. Dalam tahun pertama penyuluhan ini akan dititikberatkan pada penempatan serta latihan tenaga-tenaga penyuluh. Pelaksanaan berbagai program bantuan kepada pengusaha industri kecil akan dila- kukan secara koordinatif antara berbagai Departemen dan instansi Bank.
Selain hal-hal tersebut di atas maka untuk memperlancar pembangunan sektor industri diperlukan kebijaksanaan penun- jang di berbagai bidang.
Dalam rangka mendorong kegairahan industri, berbagai ma¬-cam keringanan telah diberikan kepada pengusaha-pengusaha industri seperti di bidang pajak, bea masuk dan sebagainya. Dalam Repelita II diambil langkah untuk meningkatkan kega-irahan industri-industri yang memperluas lapangan kerja. Dalam hal perlindungan terhadap industri dalam negeri maka dicari keseimbangan antara kepentingan pengusaha di satu fihak dan kepentingan konsumen di fihak lain. Dalam mem¬-berikan perlindungan terhadap produksi dalam negeri itu, ha¬- rus dicegah sejauh mungkin naiknya harga dan menurunnya mutu produksi dalam negeri.
Masalah lain yang penting artinya bagi perkembangan indus- tri adalah penyediaan bahan baku. Untuk ini iakan selalu di-usahakan untuk mempermudah dan memperlancar penyedian¬- nya. Dalam hubungan ini, pengabaran impor dan pengaturan bea masuk yang ada membedakan antara tarif bea masuk untuk bahan baku, bagian-bagian (parts) dan komponen-kom-ponen serta barang-barang jadi.
Dalam mengembangkan pemasaran hasil industri dalam ne¬- geri, khususnya untuk barang-barang hasil kerajinan rakyat, telah didirikan Pusat-pusat Pembangunan dan Pemasaran kerajinan Rakyat di Denpasar, Yogyakarta dan Jakarta, yang mempunyai tugas dan fungsi selain penyelenggaraan pameran juga pelayanan kepada pengrajin dalam usaha untuk menarik
217
selera pembeli dengan jalan menyediakan bantuan design yang sesuai dengan selera para pembeli. Selain itu Pusat-pusat ter¬- sebut di atas akan memberikan bimbingan dan saran tentang peningkatan penggunaan bahan baku secara efisien dan efektif, pengawasan mutu, dan bantuan teknis lainnya. Usaha ini dalam Repelita II akan ditingkatkan.
Perkembangan industri yang lebih meningkat dalam Repe¬- lita II membutuhkan pula lebih banyak tenaga yang berketram-pilan. Dalam rangka penyediaan dan pembinaan tenaga kerja ini diusahakan peningkatan ketrampilan dan pengetahuan me- lalui perencanaan tenaga kerja yang terarah. Sejalan dengan itu akan ditingkatkan pemanfaatan sekolah-sekolah pendidikan menengah kejuruan serta sekolah-sekolah pendidikan tinggi melalui hubungan kerja sama antara industri dan sekolah-se- kolah.
Bantuan luar negeri akan dimanfaatkan untuk latihan tenaga¬tenaga industri yang dapat menimbulkan penemuan baru (innovasi), peningkatan daya guna dalam produksi dan pene¬- rapan metode, dan teknolagi modern. Penyebaran tenaga kerja diusahakan untuk meningkatkan pembagian kerja di dalam sektor-sektor ekonomi melalui transmigrasi dan pengembangan industri di daerah.
Dalam rangka penerapan teknologi, diusahakan agar dapat ditingkatkan lapangan kerja dalam industri-industri yang pa- dat karya. Sedangkan teknologi modern yang efisien diusaha- kan penerapannya dalam industri-industri besar yang padat modal dan mampu meningkatkan penghasilan nasional secara nyata serta dapat menimbulkan efek berganda.
Dalam rangka pendayagunaan aparatur negara, maka dalam Repelita II akan diambil langkah penegasan pembagian tugas pembinaan cabang-cabang industri di antara pelbagai lembaga.
Dalam kegiatan penelitian dan pengembangan diusahakan penelitian yang terarah secara sektoral dengan tujuan peman- faatan sumber-sumber alam sebesar-besarnya untuk kegiatan
218
industri dan sektor ekonomi lainnya. Dalam hubungan ini, untuk menjaga kegairahan tenaga-tenaga penelitian, diusahakan pengamanan dan perlindungan hasil karya mereka melalui Undang-undang Hak Cipta.
Demikian pula dianggap perlu untuk mengadakan standar- isasi, normalisasi serta penetapan mutu dari hasil produk sek¬- tor industri, khususnya mengenai bahan yang dihasilkan indus- tri bahan bangunan. Di samping itu akan diadakan pengarahan serta pengadaan bahan-bahan tersebut dalam menunjang program pembangunan perumahan. Terhadap lembaga-lemba- ga penelitian diadakan langkah-langkah konsolidasi agar mam- pu melaksanakan tugas pengawasan mutu barang guna melin¬-dungi konsumen serta mampu pula dimana perlu bertindak sebagai penasehat dan penyuluh industri di daerah. Dalam bi- dang konstruksi dan jasa diusahakan pembinaan yang lebih mendorong kemampuan dan kehidupan konsultan-konsultan dan kontraktor-kontraktor nasional. Biarpun industri kons¬- truksi dan jasa merupakan kegiatan-kegiatan tersendiri, na¬- mun terdapat hubungan timbal-balik sehingga perlu adanya pengarahan serta peningkatan usaha maupun mutu.
Dalam rangka kerja sama regional ASEAN di sektor indus¬- tri maka segala usaha akan diarahkan untuk ikut mewujudkan proyek-proyek dengan pemasaran bersama (package deal pro¬- ject) serta sub proyek-sub proyek yang menghasilkan bagian¬-bagian dari sesuatu proyek tertentu (complementarity project). Indonesia akan dapat memberikan sumbangan yang besar un- tuk mewujudkan kerja sama di sektor industri yang dicita¬- citakan.
IV. PROGRAM PEMBANGUNAN BIDANG INDUSTRI
Dalam Repelita I sektor industri meliputi enam kelompok in-dustri, yaitu industri Pupuk, Semen dan Kimia, industri Tekstil, industri Pulp, Kertas dan Percetakan, industri Farmasi, indus- tri Ringan dan Kerajinan Rakyat, dan industri Logam, Mesin, Peralatan dan Prasarana Perhubungan.
219
Dengan semakin berkembangnya sektor industri dan makin banyaknya jenis dan ragam hasil industri, pengelompokan ini tidak sesuai lagi karena tidak dapat mencerminkan kegiatan sektoral secara lebih tepat. Untuk pembinaan industri secara menyeluruh dimana kebijaksanaan dapat lebih diarahkan sam¬- pai kepada bidang-bidang industri yang lebih kecil, dalam Re¬- pelita II pengelompokan industri didasarkan pada International Standard of Industrial Classification (ISIC) yang dipergunakan dunia internasional dan sudah sejak lama pula digunakan oleh Biro Pusat Statistik dan lembaga lain di Indonesia. Berdasar- kan pengelompokan tersebut, barang-barang industri dinyata- kan dalam kelompok utama yang selanjutnya dipecah lagi ke dalam kelompok yang lebih kecil sesuai dengan pentingnya kelompok-kelompok industri tersebut. Dengan mengikuti pe-ngelompokan tersebut dapat dihindarkan kemungkinan masuk- nya satu barang ke dalam lebih dari satu kelompok.
Selama Repelita I telah diadakan pengamatan terhadap per-kembangan berbagai kelompok industri tertentu. Berdasarkan hasil dari pengumpulan survey yang ada, maka garis besar perkembangan sektor industri dalam Repelita II diperkirakan dapat berkembang (Tabel 13-2).
Perkiraan laju pertumbuhan dari masing-masing industri seperti terlihat pada tabel tersebut di atas didasarkan pada rencana investasi yang ada serta perkiraan penanaman modal baru yang akan dilaksanakan. Jadi tercapai tidaknya laju per-tumbuhan tersebut tergantung dari dilaksanakan tidaknya investasi-investasi yang bersangkutan.
Oleh karena ada juga investasi yang tidak masuk dalam perkiraan tersebut, terutama industri kecil, ada kemungkinan bahwa untuk industri tertentu pertumbuhannya lebih cepat dari pada apa yang diperkirakan di atas.
Perkiraan laju pertumbuhan pada tabel tersebut akan meng-akibatkan laju pertumbuhan seluruh industri setinggi 13% setahun, sedangkan sebagai akibat dari pertumbuhan tersebut
220
TABEL 13 - 2.
PERKIRAAN LAJU PERTUMBUHAN INDUSTRI-INDUSTRI UTAMA
1974/75 - 1978/79
Jenis Industri Laju Pertumbuhan Per Tahun
(%)
Industri Pangan 10,4
Industri Tekstil 12,0
Industri Barang-barang Kulit 53,1
Industri Pengolahan Kayu 18,2
Industri Kertas 38,0
Industri Kimia & Farmasi 23,4
Industri Pengolahan Karet 8,1
Industri Barang-barang Galian Bukan Logam 21,1
Industri Logam 24,1
Industri Peralatan 30,0
sumbangan industri kepada pendapatan nasional pada akhir Repelita meningkat dari 9,8% menjadi 12,5%.
Pertumbuhan industri-industri tersebut untuk sebagian besar tergantung dari minat pihak dunia usaha. Minat ini tergan¬- tung terutama dari iklim ekonomi yang ada, modal yang ter¬- sedia, tenaga ahli yang tersedia dan prasarana yang ada. Karenanya perkiraan produksi masing-masing industri yang akan dibahas selanjutnya merupakan perkiraan yang kasar dan didasarkan pada data investasi yang sifatnya masih terbatas.
Industri Pangan
Dalam Repelita I, prioritas diberikan kepada pembangunan pertanian dan rehabilitasi serta perluasan industri pangan. Pertumbuhan industri pangan mencapai rata-rata lebih kurang 9% setiap tahun. Walaupun sumbangan industri pangan kepada
221
produksi sektor industri telah berkurang namun sektor pangan masih merupakan industri yang terbesar. Hal ini tercermin dari nilai produksi industri-industri sedang dan menengah yang berjumlah 31% dari nilai produksi seluruh industri, sedangkan jumlah tenaga kerja yang ditampung adalah kurang lebih 35% dari keseluruhan tenaga kerja disektor industri. Tidak terma- suk dalam angka-angka tersebut adalah industri pangan kecil karena data tentang kegiatan industri-industri kecil dalam industri pangan adalah terbatas.
Dalam tahun-tahun terakhir ini terjadi perubahan strukturil penting. Sampai akhir tahun 1970 industri-industri pangan yang lama seperti industri penggilingan beras, gula, minyak sawit dan minyak nabati lainnya, pengolahan tapioka, teh dan sebagainya memegang kedudukan yang penting dalam industri pangan. Produksi industri-industri tersebut mencakup lebih kurang 90% dari seluruh industri pangan.
Sejak 1971 terdapat penggeseran ke industri pangan baru. Beberapa jenis industri seperti pabrik es, pengolahan daging, pembuatan mie dan berbagai macam industri roti telah me-ningkat. Selanjutnya terdapat penambahan pendirian jenis- industri baru seperti pengawetan ikan, buah-buahan dan jamur, susu bubuk, tepung, pabrik-pabrik mie, pabrik permen, biskwit dan sebagainya. Penggunaan kamar pendingin untuk penga-wetan bahan makanan, khususnya ikan dan udang bertambah dengan pesat.
Akhir-akhir ini banyak dana telah ditanam dalam jenis-jenis pangan ini. Jumlah penanaman modal dalam negeri maupun asing yang sementara ini disetujui serta ditelaah untuk industri pangan meliputi jumlah 110 milyar rupiah. Dari jumlah terse- but lebih kurang Rp. 60 milyar adalaih untuk industri-industri baru. Biarpun 80% dari persetujuan baru diberikan pada awal 1971, pelaksanaan dari kelompok industri ini adalah cukup besar. Lebih kurang 65% dari proyek-proyek ini sudah mulai berproduksi atau diharapkan akan mulai beroperasi pada awal 1974. Diperkirakan bahwa sebagai hasil dari penanaman modal
222
tersebut di atas dan perkiraan Ipenanaman modal yang tidak terdaftar, hasil produksi dari industri pangan baru selama Repelita II meningkat dengan 180%.
Dalam waktu yang sama golongan industri pangan lama me-ningkat dengan laju yang lebih rendah. Dengan demikian peranan industri-industri pangan lama berkurang sedangkan peranan industri pangan baru meningkat. Perkembangan ini diperkirakan akan terus berjalan selama Repelita II, meskipun laju peningkatan produksi industri pangan baru tidak akan setinggi laju peningkatan selama Repelita I.
Jenis industri pangan tradisionil yang diusahakan melalui fermentasi seperti kecap, taoco, trasi, dan sebagainya dan telah dikenal lama, akhir-akhir ini hasil produksinya mulai di-ekspor. Jenis industri pangan ini kebanyakan dikerjakan di rumah. Untuk meningkatkan hasil, baik dalam jumlah maupun mutu perlu diberikan pembinaan dan bantuan dalam pemasar-annya ke luar negeri.
Pada waktu ini sedang dilakukan rehabilitasi pada 55 pabrik gula. Usaha ini akan memakan waktu yang agak panjang. Selama Repelita I telah dilakukan usaha rehabilitasi. Selama Repelita II usaha-usaha tersebut akan dilanjutkan sedangkan pendirian pabrik gula di luar Jawa akan dimulai.
Dalam tahun-tahun lima puluhan tercatat penurunan dalam produksi minyak sawit sampai 50% dari produksi sebelum perang . Dari tahun 1965 sampai 1971 terjadi peningkatan se-besar 40%. Rehabilitasi serta perluasan industri minyak sawit yang dilaksanakan selama Repelita I mengakibatkan kenaikan produksi dan ekspor. Rehabilitasi serta perluasan yang sudah dimulai selama Repelita I akan dilanjutkan selama Repelita II.
Kurangnya pengadaan kopra serta meningkatnya kebutuhan atas kopra di daerah lain di Indonesia menimbulkan kesukaran bahan mentah bagi pabrik-pabrik di Jawa. Dengan perbaikan fasilitas transport maupun kredit untuk menanam pohon ke¬- lapa diharapkan keadaan pengadakan kopra dapat diatasi.
223
Dengan meningkatnya produksi kacang-kacangan diperkira-kan bahwa industri minyak kacang-kacangan akan berkembang. Permintaan akan kacang-kacangan untuk konsumsi sudah terbatas sehingga pengembangan industri minyak kacang¬kacangan akan membuka kemungkinan baru bagi produsen kacang-kacangan. Dengan meningkatnya permintaan akan kacang-kacangan produsen kacang-kacangan akan mendapat-kan dorongan untuk meningkatkan produktivitas usaha me¬- reka. Akan diusahakan agar lokasi pabrik minyak kacang¬kacangan ini ditempatkan di daerah produsen, sehingga akan memberikan perluasan lapangan kerja bagi daerah tersebut. Meningkatnya produksi minyak kacang-kacangan akan mengu¬rangi permasalahan kekurangan minyak kelapa.
Ubi-ubian merupakan bahan mentah yang baik untuk makan¬an ternak. Permintaan dari luar negeri cukup besar sehingga industri pengolahan makanan ternak memiliki potensi yang baik untuk berkembang. Tambahan pula dengan meningkat¬- nya pendapatan permintaan akan ubi-ubian untuk konsumsi diperkirakan akan menurun. Perkembangan industri pengolahan makanan ternak ini iakan mendorong petani-petani untuk me¬ningkatkan produktivitas usaha mereka.
Perkembangan dari industri pangan tertentu tergantung kepada kemampuan untuk mengekspor sebagian dari produksi. Hal ini sebetulnya bukan merupakan persoalan yang sukar. Ekspor udang melalui tempat pendingin telah berjalan bebe¬- rapa waktu yang lalu. Demikian pula ekspor jamur serta ma-kanan untuk ternak telah dilakukan. Ekspor hasil kelompok industri pangan memerlukan mutu yang tinggi karena akan mendapat saingan yang tidak ringan. Usaha untuk mening¬-katkan mutu hasil industri pangan akan ditingkatkan selama Repelita II.
Industri Tekstil
Industri tkstil memegang peran utama dalam pembangunan sektor industri. Penyediaan sandang dalam jumlah yang cukup besar pada taraf harga yang berada dalam jangkauan masya-¬
224
rakat banyak dan dengan mutu yang cukup merupakan sasaran utama dalam pembangunan nasional. Di samping itu industri tekstil memiliki kemampuan untuk memberikan lapangan kerja yang luas dan menghasilkan barang-barang yang biasanya di¬impor.
Selama Repelita I industri tekstil telah mencapai sasaran ter-sebut dengan hasil yang memuaskan. Produksi tekstil dan benang tenun selama lima tahun meningkat dengan masing-maisirng 100% dan 87%.
Pada umumnya, industri tekstil merupakan industri peng- ganti impor. Tetapi sebagian besar dari bahan-bahan baku dan bahan penolongnya serta barang-barang modal masih harus diimpor. (Lihat Tabel di bawah).
Prosentase kebutuhaan bahan baku dan bahan penolong serta barang-barang modal yang berasal dari impor.
Kapas 99%
Serat sintetis 90%
Benang tenun 45%
Spareparts & Accessories 96%
Cat dan Kimia Tekstil 95%
Permesinan 99%
Sebagai akibat dari perkembangan industri tekstil masa yang lalu, meskipun sebagian dari usaha untuk mengimbangi peralatan terutama finishing di dalam masa Repelita I telah ter-penuhi, kapasitas dari pemintalan dan pembuatan serat ter-masuk filament masih belum seimbang dengan kapasitas per-tenunan dan perajutan. Biarpun terdapat kemajuan dalam bidang pemintalan tetapi jumlah produksi benang dalam negeri baru dapat memenuhi 55% dari kebutuhan benang untuk bidang pertenunan dan perajutan.
Berdampingan dengan masalah keseimbangan kapasitas peralatan, sebagian besar unit perusahaan berskala kecil.
225
410476 - (8).
Lebih kurang 85% perusahaan pertenunan hanya memiliki Alat Tenun Mesin (ATM) kurang dari 100 buah. Sebagian dari perusahaan tersebut merupakan usaha yang tidak lengkap per-alatannya sehingga belum merupakan suatu unit yang efisien. Karena itu program rehabilitasi dan modernisasi yang sudah dimulai pada Repelita I, akan ditingkatkan dalam Repelita II.
Usaha untuk meningkatkan industri tekstil akan terus di-tigkatkan selama lima tahun yang akan datang. Peningkatan produksi ini diusahakan melalui modernisasi dan perluasan kapasitas peralatan industri tekstil. Diproyeksikan bahwa pada akhir Repelita II produksi tekstil dan benang tenun akan ber-tambah 39% dan 90%. Perkembangan proyeksi tersebut dapat dilihat pada tabel 13-3.
TABEL 13 - 3.
PERKIRAAN PRODUKSI TEKSTIL DAN BENANG TENUN
1974/75 - 1978/79
Tahun Tekstil
(juta m.) *)
Benang Tenun
(ribu bal)
1974/75 930 486
1975/76 990 541
1976/77 1.060 621
1977/78 1.150 746
1978/79 1.250 898
*) Nomor rata-rata 26,5 'S
Produksi benang tenun diperkirakan meningkat dengan lebih cepat daripada produksi tekstil. Hal ini terutama untuk mem-perbaiki perimbangan kapasitas pemintalan dengan kapasitas pertenunan dan perajutan.
226
Produksi tekstil akan meningkat dengan cepat sehingga akan dapat memenuhi sebagian besar dari permintaan di dalam negeri. Dalam menutup kebutuhan keseluruhan masih diperlu-kan impor sebesar 300-400 juta meter per tahun. Hal ini tidak mengherankan karena dengan meningkatnya pendapatan, per-mintaan akan tekstil juga meningkat bukan saja dalam jumlah-jumlah tetapi juga ragamnya untuk memenuhi selera konsu¬- men. Di samping itu ada kemungkinan bahwa untuk tekstil tertentu permintaan di luar negeri cukup besar, sehingga jenis-jenis tekstil tersebut dapat diekspor. Perluasan pema¬- saran ke luar negeri hasil industri tekstil tertentu akan di- dorong.
Produksi benang tenun akan meningkat dengan lebih cepat daripada perkiraan pertumbuhan kebutuhan. Kalau pada tahun pertama Repelita II diperkirakan 220.000 bal harus diimpor untuk memenuhi kebutuhan, pada tahun terakhir kebutuhan impor ini menurun menjadi 50.000 bal.
Untuk mengatasi ketergantungan industri tekstil akan barang-barang impor, perlu ditingkatkan usaha untuk merang-sang penanaman modal untuk pengolahan bahan baku dan pe-nolong di dalam negeri, seperti industri petrokimia, industri pembuat serat, industri rayon dan penanaman kapas. Meskipun peningkatan-peningkatan produksi kapas akan dimulai secara intensif selama Repelita II, masih akan diperlukan impor kapas dalam jumlah yang besar. Usaha peletakan dasar untuk industri dasar, memberikan harapan dapat menimbulkan pen- dirian pabrik-pabrik permesinan dan alat-alat untuk kebutuhan industri tekstil di Indonesia.
Penanaman modal yang diperlukan untuk meningkatkan pro¬duksi tekstil dan benang tenun melalui modernisasi dan perluas¬an kapasitas adalah sangat besar. Sebagian dari penanaman modal untuk keperluan tersebut di atas telah diberikan izin untuk melaksanakan investasinya.
228
Didalam Repelita II ini selain kelompok-kelompok yang telah diutarakan diatas akan dikembangkan pula industri pakaian. Tujuan dari pengembangan industri pakaian ini ada- lah selain memperhias penyediaan kesempatan kerja, juga diutamakan untuk melayani pasaran luar negeri.
Industri dyeing, finishing, dan printing akan dikembangkan dalam rangka peningkatan mutu hasil industri teksil. Pening-katan mutu ini akan memungkinkan pengembangan pasaran yang lebih luas, sambil memperkuat daya saing barang-barang tersebut.
Sesuai dengan kebijaksanaan umum pembangunan sektor industri, peningkatan produksi barang-barang tekstil dan pakaian selalu akan mengikut sertakan pengusaha-pengusaha kecil. Usaha pembinaan, bimbingan, dan penyuluhan kepada mereka akan terus ditingkatkan untuk memungkinkan mereka berkembang mengatasi kelemahan dan kekurangannya,. Dengan demikan diharapkan kelompok-kelompok industri tekstil yang dapat menampung banyak tenaga kerja dapat berkembang dengan sebaik-baiknya, seperti industri pakaian, pertenunan, dan perajutan tanpa melupakan produktivitas. Usaha pendidi-kan, penelitian, pengembangan, teknologi, dan peningkatan ketrampilan dan kepemimpinan adalah erat sangkut-pautnya dengan pembangunan industri tekstil. Peranan Institut Teknolo¬-gi Teksti1 (ITT) dikembaargkan sebagai suatu pusat pendidikan dan penelitian dibidang pertekstilan.
Tidak pula kurang pentingnya ialah usaha untuk memper-banyak jenis barang tekstil yang dapat diproduksi di Indonesia, seperti barang-barang tekstil untuk kebutuhan industri dan industri permadani.
Dengan program-program dan pelaksanaan usaha-usaha yang diuraikan sebelumnya, maka dasar-dasar yang mantap bagi perkembangan industri tekstil dalam Repelita tahap III dan selanjutnya telah diletakkan.
229
Industri Kulit
Industri kulit hampir seluruhnya berada di pulau Jawa, dengan pusat utamanya Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Hasil penyamakan ditujukan untuk ekspor maupun untuk dijual pada industri di dalam negeri. Jumlah pabrik dari hasil-hasil produksi kulit jadi seperti tas tangan, ikat pinggang, dompet dan lain-laim masih terbatas. Hasil tersebut hampir tidak diproduksi oleh pabrik-pabrik yang berskala besar. Pada umumnya barang-barang tersebut di atas merupakan hasil kerajinan tangan seperti misalnya yang terdapat di Jakarta dan Magetan.
Pada tahun 1970 ada 143 perusahaan kulit menengah dan besar dengan jumlah pekerja lebih kurang 6.000 orang yang bekerja pada pabrik yang mengolah hasil dari kulit. Sumbangan industri kulit kepada hasil industri keseluruhannya masih kecil, tetapi potensi untuk pengembangan lebih lanjut nampaknya cukup baik. Potensi Indonesia untuk memproduksi berbagai macam kulit cukup besar. Mutu yang baik dari bahan mentah kulit telah diakui malah dianggap superior dari kwalitas kulit yang terdapat di negara 1ain. Bahkan kulit dari Indonesia mem¬punyai elastisitas, ketipisan dan tahan lama. Ciri-ciri ini sangat cocok sekali untuk bagian atas dari sepatu. Permintaan yang kuat dari negara lain terhadap bahan kulit menghasilkan tam¬bahan ekspor yang besar selama tahun-tahun pertama Repe- lita I. Hal ini membahayakan perkembangan penyamakan-pe¬nyamakan dan industri sepatu di dalam negeri.
Karena hal-hal tersebut, akhir-akhir ini telah diputuskan untuk melarang ekspor dari kulit mentah. Sebagai hasil tindakan ini, tingkat penggunaan kapasitas penyamakan kulit bertambah, sedangkan rencana investasi yang tadinya tertunda dihidupkan kembali, sedangkan dibeberapa tempat produksi industri penyamakan telah diperluas. Namun demikian pemba-tasan utama untuk pengembangan lebih jauh industri kulit adalah pengadaan bahan mentah.
230
Pemecahan terhadap masalah tersebut sekiranya dapat di-harapkan dalam jangka panjang, jika pengolahan daging telah menjadi bagian yang besar dalam industri makanan. Sementara itu pembatasan dalam hal bahan-bahan mentah dapat diatasi sampai tingkat tertentu dengan memasukkan lebih benyak kulit berasal dari daerah-daerah Indonesia lainnya, bagi industri kulit di pulau Jawa.
Karena hal-hal tersebut di atas pembangunan industri kulit selama Repelita II diutamakan pada usaha rehabilitasi dan intensifikasi guna mengembalikan produktivitas yang wajar pada industri-industri yang ada. Teknologi dalam industri kulit termasuk teknologi yang masih sederhana, sehingga penerapan teknologi yang lebih maju, diperkirakan dapat diterima dengan mudah oleh pengusaha industri kulit.
Masa depan ekspor hasil kulit nampaknya cukup baik. Harga hasil kulit telah naik dengan pesat dalam tahun-tahun terakhir ini, sementara itu permintaan barang-barang pengganti kulit seperti plastik menunjukkan kecenderungan menurun.
Pada saat ini ada beberapa hambatan dalam usaha untuk mengekspor hasil kulit jadi. Kwalitas hasil kulit adalah ber-macam-macam dan penerapannya pada kwalitas standar adalah sulit. Tambahan pula untuk memasuki pasaran di luar negeri dipersukar oleh kurang dan ketidak cocokan pola yang dapat diterima oleh langganan-langganan di luar negeri. Se-baliknya terjadi pendekatan antara beberapa penyamakan lokal dengan pabrik-pabrik kulit di luar negeri dan kalau kemungkinan kerja sama dapat terlaksana maka produksi industri kulit akan meningkat dengan cepat. Balai kulit di Yogya telah memperluas bantuan tehniknya kepada perusaha¬-an-perusahaan kecil dengan maksud untuk memperbaiki mutu produksi. Tugas Balai Kulit akan dikembangkan antara lain melalui pembinaan kerjasama yang erat dengan balai-balai kulit di luar negeri.
231
Industri Pengolahan Kayu
Hampir seluruh industri pengolahan kayu yang mempunyai arti dalam perdagangan adalah kayu-kayu dari pohon dengan daun lebar yang cocok sekali buat pabrik bahan konstruksi, bahan perabotan rumah tangga dan lain-lain. Karena kayu merupakan sumber alam yang banyak terdapat di Indonesia, perlu dilaksanakan peningkatan pengolahan dari kayu-kayu yang dihasilkan. Tambahan pula kebanyakan industri-industri pengolahan kayu adalah relatif padat karya dan teknologi yang digunakan mudah untuk disesuaikan.
Pasaran dalam negeri untuk hasil-hasil industri kayu masih terbatas dan mungkin tidak dapat diperluas dengan cepat selama lima tahun mendatang. Suatu perkembangan pesat dari industri pengolahan kayu akan banyak tergantung dari kemampuan industri kayu untuk mengekspor bagian terbesar dari produksinya. Prospek untuk mengekspor hasil-hasil kayu terutama plywood dan veneer nampaknya cukup baik. Walau¬-pun potensi pengembangannya baik, pada waktu ini industri pengolahan kayu masih relatif kecil. Termasuk di dalamnya produksi setengah jadi (seperti kayu gergajian, kayu papan, kayu pulp, industri-industri kayu yang lain) dan hasil jadi (seperti korek api, potlot, kotak-kotak kayu dan semacamnya, perabotan rumah, dan 1ain-lain). Semuanya ani diperkirakan memberikan sumbangan ± 4% kepada jumlah produksi seluruh industri pabrik.
Bagian dari investasi pengolahan kayu yang sekarang telah disetujui adalah relatif terbatas sekitar 3% dan 0,5% dari seluruh penanaman modal di sektor industri. Laju pertumbuh¬- an daripada industri adalah rendah selama Repelita I. Kegiatan ekspor industri pengolahan kayu juga masih terbatas. Kalau diukur dalam kayu batangan hanya kira-kira 100.000 m³ kayu gergaji dan 30.000 m3 hasil-hasil pabrik kayu yang lain telah dapat diekspor pada tahun-tahun terakhir.
232
Lambatnya pembangunan sektor industri pengolahan kayu disebabkan karena banyak hal. Pertama-tama disebabkan karena kurangnya integrasi dalam pengolahan kayu sehingga hasil sisa tidak dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Tambahan pula bagi pabrik yang berlokasi di Jawa permasalahannya adalah pengadaan bahan mentah secara teratur yang harus didatangkan dari luar Jawa. Di samping itu dirasakan keku¬rangan fasilitas-fasilitas prasarana terutama di daerah dekat sumber-sumber pengadaan kayu log.
Selama Repelita II sebagian dari permasalahan-permasalahan akan dapat diatasi terutama dengan adanya perbaikan pada prasarana pengangkutan. Di saanping itu kepada penanam modal disektor kehutanan yang telah diharuskan mendirikan fasilitas pengolahan kayu tetapi belum melaksanakannya, akan diambil langkah agar mereka memenuhi apa yang teiah dijanji¬kan di dalam kontrak. Tambahan pula dengan berhasilnya pembangunan sektor lain permintaan akan hasil industri pengolahan kayu akan meningkat. Di antara sektor lain yang akan mempergunakan bahan kayu adalah sektor perumahan. Untuk menunjang program pembangunan rumah rakyat yang sehat, perlu adanya penyediaan kayu untuk bangunan yang cukup memenuhi standar dan mutu. Karena hal-hal tersebut di atas diperkirakan bahwa industri pengolahan kayu akan berkembang dengan lebih cepat selama Repelita II.
Industri Kertas
Sebelum Repelita I produksi kertas di Indonesia sebagian terbesar menggunakan pulp dari merang dengan kapasitas produksi yang kecil, peralatan yang tua, dan efisiensi yang rendah. Untuk menghadapi kebutuhan kertas yang meningkat, baik dalam jumlah maupun mutu, diperlukan perubahan bahan mentah dari merang ke bahan-bahan lainnya yang lebih baik, antara lain bambu dan kayu. Untuk itu diperlukan unit-unit produksi yang besar untuk memungkinkan taraf efisiensi yang
233
layak. Dalam rangka ini proyek-proyek yang sedang dilaksana-kan di Gowa (Sulawesi Selatan) dan Banyuwangi (Jawa Timur) dilanjutkan pembangunannya dan telah dapat diselesai-kan dan berproduksi mendekati kapasitas design 30 ton/hari. Sementara ini untuk meningkatkan efisiensi dari pabrik-pabrik yang telah ada dilakukan rehabilitasi, sedangkan terhadap pabrik-pabrik kertas di Padalarang dan Leces dilakukan pula perluasan. Perkembangan produksi kertas selama Repelita I dapat dilihat pada tabel berikut
TABEL 13 - 4.
PRODUKSI KERTAS 1969/70 - 1973/74
(ton)
Tahun Produksi
1969/70 17.000
1970/71 22.000
1971/72 30.000
1972/73 39.000
1973/74 40.000
Industri kertas di Indonesia masih berada pada tarap efisiensi yang rendah. Hal ini disebabkan terutama karena kapasitas produksi yang jauh lebih rendah daripada tingkat kapasitas yang diperlukan untuk memperoleh efisiensi yang layak. Ka-pasitas industri kertas Indonesia dewasa ini paling tinggi 30 ton/hari sedangkan kapasitas yang diperlukan untuk mencapai efisiensi yang layak diperkirakan 500 ton/hari.
Pabrik-pabnik yang telah ada hanya dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya antara lain dengan proteksi bea masuk yang cukup tinggi untuk jenis-jenis kertas tertentu.
234
Industri pulp dan kertas perlu memanfaatkan sumber alam berupa hutan di Indonesia yang terdapat dalam jumlah besar. Industri ini merupakan industri dasar yang perlu dikembangkan untuk mempercepat pembangunan sektor industri. Karena itu dalam Repelita I dilakukan survey nasional industri pulp dan kertas untuk meneliti keadaan bahan baku, pasaran bermacam¬macam kertas dan barang-barang kertas, kemungkinan lokasi dan kapasitas yang ekonomis. Atas dasar survey tersebut dapat disusun suatu rencana induk pengembangan industri pulp dan kertas. Berdasarkan survey telah dapat ditentukan tiga daerah hutan potensiil untuk kayu serat panjang, yaitu kayu pinus di Aceh dan agathis di Jawa Tengah akan diarahkan untuk produksi pulp dan berbagai-bagai jenis kertas dengan kapasitas besar. Sedangkan yang berserat pendek, yaitu kayu tropis di Kalimantan Timur, Sumatera Timur, Riau dan Irian Jaya di¬arahkan pada pulp serat pendek yang diintegrasikan dengan industri kayu lainnya seperti industri penggergajian, veneer dan plywood.
Untuk menentukan persediaan bahan mentah di Aceh dan Jawa Tengah masih perlu dilakukan inventarisasi hutan yang lebih mendalam. Di samping itu masih harus diteliti keperluan penanaman perluasan, terutama di sekitar lokasi pabrik yang diharapkan. Khusus mengenai potensi kayu serat pendek di Kalimantan Timur akan diarahkan untuk pembangunan kertas koran.
Mengingat besarnya permintaan akan kertas, potensi sumber alam yang ada perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya melalui produksi dalam unit-unit besar. Dengan demikian dapat dijamin keuntungan jangka panjang yang besar secara mantap dan yang mampu bersaing dalam pasaran internasional.
Kebijaksanaan yang telah dimulai pada masa Repelita I akan diteruskan dalam Repelita II dengan tujuan agar industri pulp dan kertas dapat berkembang dengan sehat. Di samping itu telah dibuka kesempatan investasi dalam pabrik-pabrik kertas yang menggunakan bahan baku pulp yang diimpor dan kertas¬-
235
kertas bekas dari dalam negeri. Produk yang akan dihasilkan antara lain berupa kertas tulis, kertas bungkus, kertas toilet dan kotak-kotak karton. Terhadap bahan mentah lain seperti bagasse dari pabrik gula akan diusahakan pula pemanfaatannya untuk produksi kertas. Dalam Repelita II perkembangan pro¬duksi kertas adalah sebagai Tabel 13-5.
Sebagaimana dapat dilihat dari angka-angka tersebut di atas proyeksi kebutuhan masih jauh lebih besar dari perkiraan produksi, sehingga untuk tahun-tahun mendatang sebagian besar kebutuhan kertas masih harus diimpor. Perkiraan ini bukan merupakan target, tetapi suatu perkiraan produksi ber-dasarkan rencana investasi yang ada. Kalau dalam tahun-tahun yang akan datang terbuka kemungkinan peningkatan produksi baru, sudah tentu kemungkinan tersebut akan dilaksanakan mengingat besarnya kebutuhan yang masih harus dipenuhi.
Jenis industri yang erat hubungannya dengan pengadaan kertas adalah industri percetakan. Dalam Repelita I telah di-lakukan rehabilitasi pada perusahaan-perusahaan yang ada serta adanya perusahaan baru dengan perlengkapan yang lebih maju (Offset). Sebaliknya terjadi penutupan percetakan-percetakan yang sudah tua. Dirasakan pula kurang adanya penyebaran ke daerah lain dengan adanya pemusatan di kota¬-kota tertentu, khususnya di Jakarta.
Dengan adanya kebutuhan yang bertambah, tidak saja ke-butuhan untuk mencetak buku-buku untuk program pendidikan tetapi pula untuk perusahaan-perusahaan industri dalam usaha promosi penjualan hasil produksinya dengan memperindah bahan pembungkusnya, akan diharapkan pertumbuhan yang meningkat dalam industri percetakan.
Industri Kimia, Farmasi, dan Karet
Kelompok utama ini meliputi industri kimia dasar seperti industri gas, asam-asaman dan garam-garam kimia, industri-industri pupuk dan sejenisnya seperti pupuk urea, fosfat dan
236
TABEL 13 - 5.
PERKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN KERTAS (ribu ton)
Tahun Produksi Kebutuhan
1974/75 47,3 265,5
1975/76 51,4 300,0
1976/77 92,7 344,2
1977/78 117,2 386,5
1978/79 201,2 465,1
bahan pembasmi serangga, industri bahan plastik dan serat- serat buatan, industri farmasi, industri hasil karet, industri bahan kecantikan, industri cat, vernis dan lak dan segala macam industri barang keperluan rumah tangga yang dibuat dari bahan kimia dan plastik.
Industri-industri kimia dasar yang menghasilkan bahan-bahan baku dan memerlukan investasi besar, perkembangannya adalah kecil. Kegiatan dalam industri kimia dasar dan pupuk ini umumnya adalah sebagai akibat dari rehabilitasi dan per¬luasan perusahaan-perusahaan negara. Hal ini terutama disebabkan untuk industri-industri kimia dasar diperlukan unit¬unit yang besar untuk memungkinkan tercapainya efisiensi yang layak. Tambahan pula kebutuhan bahan-bahan baku kimia tersebut pada tahun-tahun pertama Repelita I belum cukup berkembang untuk mampu menunjang industri-industri kimia dasar.
Dalam Repelita I, perkembangan industri dari kelompok utama ini sebagian terbesar terdiri atas industri ringan yang menghasilkan barang-barang konsumsi yang biasanya diimpor. Industri-industri ini umumnya mengolah bahan baku yang di-impor menjadi barang jadi melalui pengolahan yang sederhana dan penanaman modal yang tidak besar. Sebagai akibat dari perkembangan investasi dan produksi industri ringan tersebut, akhir-akhir ini terjadi penggeseran dalam komposisi impor barang-barang sehingga lebih banyak bahan-bahan baku yang diimpor dari barang-barang konsumsi.
Perkembangan ini akan lebih baik apabila impor bahan-bahan baku tersebut dapat dikurangi dan diganti dengan produksi dalam negeri. Industri-dndustri kimia dasar ini merupakan industri inti yang perkembangannya akan sangat mendorong pembangunan sektor industri dan kegiatan ekonomi lainnya.
Usaha ke arah pembangunan industri inti ini akan dilakukan secara bertahap dan sistematis, terutama agar dapat direnca¬-nakan unit-unit produksi yang mampu mengola bahan-bahan
238
mentah se-efisien mungkin dan menghasilkan bahan baku yang mampu menggantikan impor baik dalam mutu maupun harga. Untuk memungkinkan hal tersebut, selama Repelita I pertama-tama dipersiapkan survey-survey nasional untuk memperoleh gambaran yang tepat mengenai perkembangan kebutuhan di dalam dan luar negeri serta keadaan potensi sumber-sumber alam yang dapat memberikan bahan mentah dalam jumlah besar dan pengadaan yang teratur. Survey nasional yang telah dapat diselesaikan adadah : survey industri pupuk, survey in-dustri petrokimia, survey industri garam dan industri kimia dasar berasal dari garam, survey industri serat sintetis dan survey industri pestisida.
Sebagai kelanjutan dari survey pupuk nasional, masalah pengadaan penggunaan pupuk telah dapat dikoordinir dengan lebih baik melalui pembentukan Panitia Urusan Pupuk Nasional. Selanjutnya telah dilaksanakan pula survey proyek pupuk Jawa Barat yang akan memanfaatkan gas alam yang terdapat di daerah tersebut.
Pembangunan pabrik-pabrik pupuk baru diharapkan dan dapat dilaksanakan dalam Repelita II, yaitu pabrik pupuk di Jawa Barat dan Kalimantan Timur dengan kapasitas masing-masing 1000 ton dan 1500 ton ammonia sehari. Pabrik pupuk di Kalimantan Timur akan mempergunakan 1000 ton ammonia sehari untuk pembuatan urea dan 500 ton selebihnya untuk keperluan lain. Dengan penyelesaian perluasan Pusri pada akhir tahun 1974, maka direncanakan perluasan yang ke dua dengan kapasitas 1000 ton ammonia/hari. Demikian pula dijajagi pendirian pabrik Pupuk Kalimantan Timur ke II dengan ka¬pasitas yang sama. Sementara ini dikandung maksud untuk memprodusir TSP di Petrokimia Gresik. Jika usaha ini akan terlaksana semua pada waktu yang ditentukan, maka proyeksi produksi pupuk dalam negeri adalah sebagai apa yang tertera dalam Tabel berikut ini:
239
TABEL 13 - 6.
PERKIRAAN PRODUKSI PUPUK, 1974/75 - 1978/79
Tahun Nitrogen
(ton) P2 05
(ton)
1974/75 110.000 -
1975/76 207.000 -
1976/77 400.000 24.000
1977/78 584.200 77.000
1978/79 981.000 177.000
Pembangunan industri petrokimia telah dirintis dengan pembangunan pabrik polypropylene dengan kapasitas 20.000 ton setahun di Plaju yang mulai berproduksi pada tahun 1973. Pabrik ini berdiri sendiri tanpa kaitan dengan petrokimia yang lain karena memanfaatkan zat propylene yang terdapat dalam gas buangan dari kilang minyak. Di samping itu pembangun¬- an industri untuk produksi polymer lainnya seperti Polyvinyl-chloride (PVC) sedang pula dilaksanakan.
Barang-barang plastik yang dihasilkan industri petrokimia pada waktu ini terdiri atas sebagian besar lembaran-lembaran plastik (kira-kira 55%), barang-barang keperluan rumah tangga seperti botol dan bejana (kira-kira 26 %) dan alas kaki seperti sandal, sepatu (kira-kira 13%). Pemakaian lainnya adalah untuk konstruksi perumahan seperti pipa, lembaran plastik, dan untuk keperluan industri seperti untuk kabel lis- trik, produk fotografi.
240
Survey nasional industri petrokimia yang dilaksanakan se-lama Repelita I lebih diarahkan pada pembangunan suatu kompleks industri petrokimia yang akan menghasilkan paling sedikit 10 macam produk, seperti daftar berikut: Low Density Polyethylene (LDPE), High Density Polyethylene (HDPE), kedua-duanya untuk pembuatan barang-barang plastik, Vinyl Chloride Monomer (VCM) untuk pembuatan PVC, Polyvinyl-chloride (PVC) untuk produksi barang-barang plastik, Polysty-rene, Polypropylene (PP) untuk barang-barang plastik, Diacetyl Phtalate (DPC) dipergunakan sebagai campuran pembuatan barang-barang plastik Terephtalic Acid (TPA), Ethylene Gly¬- cal (EG) kedua-duanya sebagai bahan pembuatan polyester (serat buatan), Caprolactam sebagan bahan pembuatan nylon.
Industri petrokimia ini akan didasarkan pada bahan baku naphtha (hasil kilang minyak) atau gas alam untuk diolah menjadi bahan utama inti ethylene dan propylene yang meru-pakan bahan baku bagi hasil-hasil petrokimia tersebut di atas.
Dengan penelitan lanjutan yang lebih mendalam terhadap bahan mentah, lokasi kompleks industri petrokimia akan dapat ditetapkan dalam permulaan Repelita II sehingga pembangunan akan dapat direalisir pada akhir Repelita II atau permulaan Repelita III. Pembangunan kompleks industri petrokimia di¬harapkan untuk dilaksanakan dengan partisipasi pihak swasta. Sementara itu pembangunan industri-industri polyester untuk serat sintetis mulai dilaksanakan melalui PMA dengan impor bahan-bahan bakunya.
Survey nasional industri kimia dasar yang telah dilaksanakan diarahkan pada bahan-bahan kimia yang berasal dari garam dapur (garam laut) seperti soda kostik, soda abu, gas chloor, asam chlorida. Dalam hal pergaraman maka dalam Repelita II akan dilanjutkan usaha untuk meningkatkan produksi garam ke arah mutu yang lebih baik untuk keperluan industri dan konsumsi. Kebutuhan soda kostik sesungguhnya cukup besar pada dewasa ini, sedang produksi dalam negeri sangat kecil bila
242
dibandingkan kebutuhan tersebut. Dengan akan adanya proyek aluminium Asahan, permintaan soda kostik akan meningkat. Meskipun demikian industri soda kostik belum bisa berkembang disebabkan kebutuhan chloor yang merupakan hasil tambahan dari industri soda kostik adalah sangat kecil. Konsumen chloor yang besar adalah industri petrokimia, yang diharapkan akan berkembang pada masa Repelita II. Mengingat hal tersebut, maka pembangunan industri soda kostik akan disesuaikan dengan perkembangan industri petrokimia dan aluminium Asahan.
Industri farmasi selama Repelita I telah menunjukkan per-kembangan yang memuaskan. Untuk mengatasi kebutuhan akan obat dan memperluas lapangan kerja serta mengurangi ketergantungan dari luar negeri dalam pengadaan obat ini, maka dalam Repelita I telah diambil kebijaksanaan, agar obat-obat lebih banyak dimasukkan sebagai bahan baku daripada dalam bentuk obat jadi. Karenanya kegiatan dalam industri farmasi baru meliputi usaha assembling. Peningkatan produksi telah diusahakan dengan rehabilitasi, perluasan dan pendirian pabrik-pabrik baru. Peningkatan mutu dilakukan dengan usaha-usaha antara lain lebih memperketat syarat-syarat bagi pendirian sebuah pabrik farmasi dengan mengharuskan adanya laboratorium khusus lengkap dengan peralatannya. Di samping itu telah ditentukan pula adanya wajib daftar tiap obat jadi yang beredar, baik untuk produksi dalam negeri maupun obat-obat impor. Dengan usaha ini dapat dijajagi keadaan sebenar¬-nya tentang obat jadi yang beredar di Indonesia, baik dalam jumlah, mutu khasiat maupun keamanan penggunaannya.
Selama Repelita I telah didirikan 30 buah perusahan dengan modal asing sedangkan lokasinya tersebar di daerah-daerah Jakarta Raya, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari 30 buah perusahan ini, 17 buah telah berproduksi dan sisanya diharapkan menyusul dalam waktu singkat.
Dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri telah didiri-kan 36 buah perusahaan. Pabrik-pabrik tersebut pada umumnya
243
sudah berproduksi. Dengan mulai berproduksinya pabrik¬- pabrik farmasi tersebut di atas, diperkirakan bahwa pada akhir Repelita I kira-kira 80% dari pengaaan obat jadi telah dapat diolah di dalam negeri.
Untuk lambat-laun mengurangi impor bahan baku obat, telah diambil kebijaksanaan, agar modal swasta asing dalam jangka waktu lima tahun setelah mendapatkan izin memperkembang¬-kan atau memperluas pabrik farmasi assembling menjadi farmasi dasar, khususnya yang dapat menghasilkan bahan- bahan dalam kategori "life-safing drugs", seperti antibiotika, sulfa, acetosal dan sebagainya. Kebijaksanaan ini akan dilan¬jutkan dalam Repelita II dengan memperketat pengawasan pelaksanaannya.
Dalam hubungan ini beberapa perusahaan mulai merintis pengolahan bahan baku obat. Bahan baku farmasi yang ter¬-masuk bahan-bahan dalam kategori "life-safing drugs" ini, sebagian besar dihasilkan melalui proses kimia dengan tekno-logi yang tinggi dan memerlukan modal yang cukup besar.
Diharapkan perkembangan industri farmasi akan berkaitan dengan perkembangan industri kimia. Dengan berkelompoknya industri farmasi di Jawa, khususnya di Jakarta, akan diper-hatikan penyebaran penanaman modal ke daerah-daerah khusus nya daerah di luar Jawa.
Masalah lain yang terdapat dalam industri farmasi adalah sangat banyaknya jenis obat yang beredar. Biarpun hasil pendaftaran ialah mengurangi jumlah jenis obat, tetapi jumlah masih meliputi 9.000 jenis obat, terdiri dari 6.000 jenis buatan dalam negeri dan 3.000 jenis asal impor. Banyaknya jenis obat yang beredar, yang kadang-kadang hanya berbeda sedikit saja dalam komposisinya, menimbulkan keragu-raguan bagi masya-rakat. Di samping itu banyak harga obat yang berada di luar jangkauan daya beli rakyat sedangkan tingginya harga obat menimbulkan obat palsu, obat yang sudah daluwarsa, dan selundupan.
244
Dalam Repelita II akan dilanjutkan peningkatan industri farmasi, baik dalam jumlah pabrik maupun mutu yang akan disesuaikan dengan meningkatnya permintaan obat-obatan. Diperkirakan dalam Repelita II akan bertambah 60 buah pabrik farmasi swasta nasional dan 10 pabrik farmasi asing. Selanjut¬nya diharapkan pula pendirian lima buah pabrik farmasi lainnya untuk mengolah bahan baku obat. Karena pabrik farmasi modal asing yang sudah ada diharuskan untuk me¬- muiai memproduksi bahan baku obat, maka pada akhir Repelita II dapat diharapkan 15 macam bahan baku obat yang dihasilkan oleh pabrik farmasi asing.
Sebagai penghasil karet alam yang besar sudah sewajar¬- nya Indonesia mengembangkan industri karet. Tetapi karena sebagian terbasar bahan-bahan pembantu harus diimpor, in¬-dustri ini belum dapat berkembang sebagaimana yang diharap-kan. Besarnya komponen impor menyebabkan biaya produksi kurang menguntungkan dalam persaingan dengan barang-ba¬-rang karet yang diimpor.
Dengan perlindungan khusus industri ban kendaraan ber¬-motor di dalam negeri dapat memenuhi sebagian terbesar kebutuhan dalam negeri. Untuk perkembangan industri ini ke arah yang lebih sehat di kemudian hari, proteksi yang berlebihan lambat-laun akan dikurangi sehingga industri ban dalam negeri mampu mengarahkan produksinya untuk ekspor.
Sementara itu kebutuhan atas ban kendaraan bermotor baik untuk mobil maupun sepeda akan meningkat dengan pesat yang harus diimbangi dengan perluasan pabrik-pabrik melalui penanaman modal baru.
Di bawah ini disajikan perkiraan mengenai produksi ban kendaraan bermotor. (Tabel 13-7).
Di samping itu untuk menggairahkan ekspor barang-barang karet lainnya yang banyak menggunakan bahan-bahan pem¬-bantu impor, perlu diberikan keringanan atau penghapusan
245
TABEL 13 - 7.
PERKIRAAN PRODUKSI BAN KENDARAAN BERMOTOR
(juta buah)
Tahun Kendaraan roda 4 Sepeda motor/scooter
1974/75 1,55 1,92
1975/76 1,62 2,18
1976/77 2,42 2,36
1977/78 2,63 2,57
1978/79 2,65 2,80
bea masuk terhadap bahan-bahan pembantu tersebut apabila barang-barang hasilnya diekspor.
Kegiatan ekspor crumb-rubber dan ban sepeda yang telah dimulai dalam Repelita I akan terus ditingkatkan. Industri karet dan barang-barang karet diperkirakan dapat meningkat selama Repelita II dengan pertumbuhan rata-rata 8,1% se- tahun.
Industri Galian Bukan Logam
Kelompok utama ini meliputi antara lain industri-industri semen, gelas, kaca, barang keramik dan asbes semen. Per-tumbuhan pemakaian semen Indonesia adalah sangat pesat selama Repelita I. Hal ini dapat dimengerti karena sejalan dengan meningkatnya usaha pembangunan. Tabel di bawah ini memberikan angka-angka produksi dan impor, dimana dapat dimaklumi pemakaian semen yang meningkat. Jumlah produksi pada tahun 1973: Gresik 475.000 ton, Padang 220.000 ton, dan Tonassa 110.000 ton.
246
TABEL 13 - 8.
PRODUKSI DAN IMPOR SEMEN, 1969/70 - 1973/74
(ribu ton)
Tahun Produksi Impor Jumlah
1969/70 541 513 1.054
1970/71 568 703 1.271
1971/72 530 919 1.449
1972/73 722 1.083 1.805
1973/74 850 1.100 1.950
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa peningkatan permin¬-taan jauh lebih cepat dari pertumbuhan produksi sehingga jumlah impor semakin besar. Perkembangan tersebut meng-gunakan devisa yang tidak sedikit. Selain itu terdapat pula gejala bahwa negara-negara yang biasanya mengekspor semen mulai mengurangi ekspornya untuk memenuhi kebutuh¬-an sendiri. Dalam rangka meningkatkan produksi semen pada saat sekarang sedang dibangun dua pabrik semen di Cibinong. Satu di antaranya akan selesai akhir tahun 1974 dengan pro-duksi 500.000 ton/tahun dan disusul dengan penambahan 700.000 ton/tahun yang diharapkan selesai tahun 1976. Di samping itu di dekat di daerah tersebut sedang dibangun pula pabrik semen yang kedua dengan kapasitas 500.000 ton/tahun yang akan mulai beroperasi pada tahun 1975.
Pada waktu ini Semen Padang sedang melakukan persiapan untuk optimisasi unit yang ada dengan harapan akan selesai pada permulaan tahun 1975 sehingga produksi akan mening- kat dengan 110.000 ton. Selanjutnya di daerah di dekat semen Padang ini akan dibangun pula sebuah unit pabrik semen baru
248
dengan kapasitas 500.000 ton setahun. Unit pabrik semen baru ini di samping membantu memenuhi kebutuhan semen dalam negeri, juga diharapkan dapat membantu kelangsungan hidup Tambang Batu Bara Ombilin, PJKA Eksploitasi Sumatra Barat dan akan mengembangkan pelabuhan Teluk Bayur, yang dengan demikian akan sangat membantu pembangunan daerah.
Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan semen dengan produksi dalam negeri, di samping kegiatan-kegiatan seperti dikemukakan di atas, pada waktu ini sedang dilakukan per-siapan-persiapan untuk perluasan semen Gresik sehingga pro-duksi akan mencapai 1.000.000 ton/tahun. Pada saat sekarang persiapan-persiapan untuk memperluas pabrik semen Tonassa telah dimulai sehingga kapasitas pabrik tersebut akan me-ningkat dari 120.000 ton menjadi 620.000 ton semen setahun. Demikian pula ada rencana pembangunan pabrik di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, dan Aceh. Persiapan dari proyek-proyek ini telah dimulai dalam Repelita I tetapi diperkirakan baru akan terlihat hasilnya pada permulaan Repelita III. Jika sebagian proyek-proyek ini dapat diselesaikan dalam Repelita II, kebutuhan semen akan dapat diatasi. Karena proyek-proyek ini baru selesai sesudah tahun 1975, maka dalam tahun 1974 dan 1975 masih diperlukan impor semen.
Tabel di bawah ini menunjukkan perkembangan produksi dan kebutuhan semen. Sebagaimana terlihat, produksi akan me¬ningkat dengan lebih dari empat kali, sedangkan kebutuhan meningkat dengan hampir dua kali. Kalau perkiraan kebu- tuhan semen tersebut tepat, maka pada tahun-tahun terakhir Repelita II akan ada kelebihan semen yang bisa di ekspor. Karena itu investasi pada pabrik-pabrik semen tersebut di atas harus memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan ekspor dengan mempelajari keadaan pasaran semen di luar negeri.
249
TABEL 13 - 9.
PERKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN SEMEN
1974/75 -1978/79
(ribu ton)
T a h u n Produksi Kebutuhan Impor
1974/75 970 2.200 1.310
1975/76 1.650 2.660 1.010
1976/77 3.125 3.135 10
1977/78 4.363 3.710 (655)
1978/79 5.135 4.395 (740)
Selama Repelita I telah selesai dibangun satu pabrik botol dan gelas kaca yang termasuk besar. Diperkirakan bahwa kebutuhan akan botol, gelas minum, dan kaca akan meningkat sehingga pada Repelita II masih dimungkinkan penambahan produksi.
TABEL 13 - 10.
PERKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN GELAS KACA
DAN BOTOL, 1974/75 - 1978/79
(ribu ton)
Tahun Ge1as Kaca
B o t o l
Produksi Kebutuhan Produksi Kebutuhan
1974/75 27,0 38,1 61,0 60,9
1975/76 32,8 41,9 63,0 67,0
1976/77 44,6 46,1 71,0 73,6
1977/78 46,3 50,7 80,5 81,0
1978/79 46,3 55,8 85,0 89,1
250
GRAFIK 13 - 9
PERKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN SEMEN
1974/1975 - 1978/1979
1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979
Industri keramik bahan bangunan diusahakan secara per-orangan dengan produksi dan peralatan yang sederhana se-dangkan perusahaan yang besar menggunakan cara-cara pro-duksi yang lebih baik, namun mesin-mesin pada umumnya sudah tua. Selama Repelita I terdapat peningkatan produksi tetapi tidak diikuti dengan peningkatan mutu. Untuk mening-katkan mutu tersebut penyuluhan akan diberikan mengenai cara-cara pengolahan, pengeringan, pembakaran serta peme-riksaan hasil produksi. Di samping itu akan diusahakan peng-adaan alat-alat yang lebih baik.
Dalam industri keramik alat-alat rumah tangga terdapat peningkatan produksi sesudah tahun 1970 dengan mutu yang cukup baik. Beberapa perusahaan telah menghasilkan alat-alat untuk industri, seperti isolator dan sebagainya. Pabrik-pabrik yang menghasilkan alat-alat minum dan barang-barang hias dengan mutu yang cukup tinggi dengan perlengkapan mesin-mesin terdapat di Tanjung Pandan, Malang, dan Purwokerto. Namun kapasitas yang ada masih jauh dari kebutuhan.
Industri keramik selain terdiri dari perusahaan-perusahaan tersebut di atas juga terdiri dari perusahaan-perusahaan yang diusahakan oleh perorangan dengan hasil rata-rata 50 kg/hari. Pada umumnya perusahaan ini membuat barang-barang hias dengan bentuk dekorasi dan warna yang menarik. Pemasaran barang-barang kebanyakan dibuat berdasarkan pesanan. Dengan dorongan yang terarah maka hasil industri rakyat ini mempunyai prospek yang baik untuk diekspor sebagai kera-jinan tangan. Untuk itu diperlukan bimbingan dan penyuluhan mengenai pola-pola yang baru, dekorasi, dan warna yang sesuai dengan selera pembeli. Di samping itu diusahakan tersedianya bahan baku secara teratur, peningkatan ketrampilan para pengrajin maupun kredit yang cukup untuk menampung pe¬-sanan yang kontinu. Selain bahan semen dan bahan bangunan keramik, seperti bata merah dan genteng, digolongan industri ini terdapat pula jenis-jenis industri lainnya yang menghasil- kan bahan bangunan untuk perumahan, di antaranya industri
252
kapur, semen asbes dan sebagainya. Dalam hal semen asbes sudah ada dua pabrik yang menghasilkan antara lain atap ge-lombang semen asbes, eternit, dan sebagainya. Kiranya perlu adanya peningkatan produksi dan mutu, sehingga akan meme-nuhi kebutuhan yang semakin besar dengan adanya program perumahan. Di samping itu dimaklumi bahwa bahan kapur yang terdapat di Indonesia masih di bawah mutu. Karenanya perlu adanya bantuan pembinaan dan pengarahan agar peng-usahaan kapur dapat menghasilkan produk yang memenuhi mutu sebagai bahan bangunan perumahan.
Diperkirakan kebutuhan atas batu tahan api akan terus meningkat dengan berdirinya pabrik-pabrik semen baru, in-dustri-industri peleburan bahan mineral, pabrik-pabrik gula, adanya penambahan pusat-pusat listrik tenaga uap dan seba-gainya. Industri batu tahan api merupakan industri baru. Selama Repelita I telah diadakan penelitian untuk mempelajari kemungkinan-kemungkinan pendirian industri tersebut. Hasil sementara dari penelitian tersebut menunjukkan potensi yang cukup besar. Dengan demikian selama Repelita II diharapkan mulai berkembangnya industri tersebut.
Industri Logam.
Industri ini pada umumnya merupakan peleburan bahan tam¬bang dengan menghasilkan barang logam yang diperlukan untuk industri-industri mesin, alat-alat mekanik dan listrik, dan sebagainya. Menurut unsur bahan-bahan tambang maka industri ini terdiri atas industri bahan logam besi/baja (fer- rous) seperti billet, besi beton, bars, section, kawat, pipa, besi plaat, dan sebagainya; dan industri bahan logam bukan besi (non ferrous) seperti ingot aluminium, nikel, timah, tembaga, dan sebagainya.
Ciri khas dari jenis industri ini ialah kapasitas produksi harus besar, padat modal, membutuhkan ketrampilan, dan
253
pengetahuan yang relatif tinggi. Tetapi industri logam mem-punyai nilai tambah yang besar dan dapat merupakan perang-sang terhadap perubahan-perubahan pola pemikiran masya¬- rakat terutama terhadap segi perkembangan teknologi.
Khusus mengenai industri bahan logam bukan besi/baja, Indonesia sejak lama merupakan negara ekspor bahan tambang yang mengandung timah, aluminium, nikel, tembaga, dan se¬bagainya. Dalam mengembangkan kegiatan industri ini maka akan dilakukan pengolahan bahan tambang dengan menghasil¬kan konsentrat atau bahan logam yang dimaksud. Dengan demikian diharapkan nilai ekspor akan bertambah. Dalam Repelita II akan dibangun di berbagai tempat daerah tambang pusat-pusat peleburan yang akan menghasilkan bahan-bahan alumina, aluminium, timah, nikel, ferro-nikel, ferro matte, dan sebagainya. Pada umumnya penanaman modal dalam pusat-pusat peleburan merupakan penerusan usaha dari perusahaan negara, swasta atau konsortium swasta asing. Karena belum banyak industri dalam negeri yang mempergunakan bahan jadi dari logam-logam tersebut, maka sebagian besar dari hasil peleburan akan diekspor.
Untuk pembangunan industri besi/baja keadaan adalah sebaliknya. Bahan-bahan mentah tidak didapatkan di dalam negeri, tetapi besi/baja sudah banyak dipergunakan dalam produksi mesin-mesin, alat-alat mekanis, alat-alat transpor, dan sebagainya. Gambaran produksi besi/baja pada waktu ini ialah adanya lebih kurang 20 pabrik yang mempunyai produksi masing-masing jauh di bawah skala ekonomi, namun masih dapat bertahan karena adanya bea masuk impor besi/baja yang tinggi dan adanya kebutuhan bahan-bahan yang berkwa-litas rendah. Bahan baku untuk pabrik-pabrik besi baja tersebut adalah besi bekas (scrap iron) dari dalam negeri yang pada suatu waktu akan menipis. Produksi yang dihasilkan adalah baja batangan dan besi beton.
254
Sementara itu mulai berdiri pula pabrik-pabrik assembling mesin-mesin, GI sheet, pabrik pipa, dan sebagainya yang se-muanya mempergunakan besi-besi lantaian dan besi/baja yang berkwalitas tinggi. Pabrik-pabrik pipa besi baja maupun pabrik-pabrik baja lantaian yang sudah atau akan berproduksi mempergunakan besi baja yang berasal dari impor.
Kebijaksanaan pemberian izin pada pabrik-pabrik dengan kapasitas yang di bawah skala ekonomi akan mempunyai kon-sekwensi yang kurang tepat dalam pengembangan industri besi/baja. Meningkatnya pembangunan yang memerlukan barang-barang besi yang lebih banyak dan lebih bermutu akan mendorong pembangunan pabrik-pabrik yang besar dan efisien yang akan merupakan saingan yang berat untuk pabrik-pabrik yang ada.
Pada waktu ini telah dilakukan berbagai survey dan peneliti-an mengenai kebutuhan besi/baja, proses pembuatan, kapasitas maupun lokasi serta pengajuan pendirian usul-usul penanaman modal dalam bidang besi/baja dalam bentuk suatu usaha ber¬sama. Perkembangan ini akan diikuti dengan seksama agar pembangunan industri yang amat padat modal ini akan benar¬benar dilaksanakan atas dasar-dasar yang sehat. Selanjutnya sedang dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai bahan mentah, lokasi, proses, bahan baku, tenaga terlatih, dan lain-lain persiapan yang dapat diselesaikan pada permulaan Repelita II sehingga pembangunan industri besi/baja dapat dimulai pada akhir Repelita II atau permulaan Repelita III.
Pelaksanaan pembangunan industri besi/baja tergantung pada hasil penelitian tersebut di atas dan mantapnya persiapan-persiapan yang telah dilakukan. Perlu dicatat pada saat seka- rang sedang dilakukan penelitian mengenai kemungkinan dipergunakan pasir besi di daerah Yogya sebagai bahan men¬- tah dalam industri besi/baja ini.
Kemajuan-kemajuan di bidang teknologi akhir-akhir ini memungkinkan pembangunan pabrik-pabrik besi/baja atas
255
proses yang dinamakan "direct gas reduction". Salah satu ciri ialah bahwa proses tersebut dapat bekerja secara ekonomis dengan kapasitas produksi yang relatif rendah. Dengan penge-tahuan terdapatnya gas di berbagai tempat, Indonesia dapat mengembangkan proses ini. Proses ini akan digunakan dalam proyek besi/baja di Anyer Lor (Jawa Barat) dengan kapasitas 500.000 ton/tahun. Dalam kompleks industri tersebut sudah berdiri berbagai pabrik antara lain pabrik kawat dan pabrik pipa masing-masing dengan kapasitas 30.000 ton/tahun dan 15.000 ton/tahun. Sementara akan diselesaikan pabrik yang menghasilkan berbagai ragam besi untuk bangunan seperti besi beton, besi propil dan sebagainya. Demikian pula sedang direncanakan pabrik-pabrik lain di antaranya pabrik besi/baja yang lebih besar kapasitasnya, yang diharapkan akan selesai pada tahun 1981. Dibawah ini diajukan perkiraan produksi be-berapa macam hasil industri besi/baja pada waktu yang akan datang.
TABEL 13 - 11.
PERKIRAAN PRODUKSI BESI BAJA LANTAIAN DAN
BESI BAJA LAINNYA
(ribu ton)
T a h u n Lantaian Pipa Lain-lain
1974/75 - 35 200
1975/76 - 50 250
1976/77 100 60 350
1977/78 150 75 550
1978/79 150 100 650
256
GRAFIK 13 - 11
PERKIRAAN PRODUKSI BESI BAJA LANTAIAN DAN BESI BAJA LAIN
1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/197
Industri Peralatan
Pada permulaan Repelita I, produksi industri peralatan rela- tif dipusatkan pada sejumlah barang-barang yang terbatas. Hasil produksi dari sebagian besar industri ini terdiri dari perbaikan peralatan dan mesin yang berasal dari industri¬- industri lain, terutama perbaikan peralatan besar pada industri gula, perkebunan-perkebunan dan tambang-tambang.
Selama periode Repelita I terjadi suatu perubahan penting pada pola produksi industri peralatan. Investasi-investasi telah dilakukan, khususnya pada industri-industri yang memproduk¬- si barang-barang yang belum atau hanya sejumlah kecil saja dihasilkan di Indonesia, seperti: assembling sepeda motor, mobil penumpang, truck, radio, televisi, alat pendingin, mesin jahit, peralatan telekomunikasi, bola lampu, kabel listrik, baterai, assembling dari bagian-bagian listrik.
Tabel 13-12 menunjukkan produksi secara fisik dari beberapa unit produksi industri peralatan pada empat tahun pertama Repelita I. Pada periode yang sama industri logam juga ber¬kembang dengan pesatnya. Timbulnya produksi yang baru yaitu assembling sepeda motor, mobil penumpang, truck, dan assembling perlengkapan listrik nampaknya memberikan sum¬bangan yang berarti terhadap laju pertumbuhan industri per¬alatan pada tahun-tahun terakhir ini.
Sumbangan industri peralatan pada seluruh hasil pabrik pada permularan Repelita I adalah sekitar 5% yang meningkat men-jadi sekitar 7% pada akhir Repelita I. Ini berarti hasil produk- si selama Repelita I meningkat dengan dua kali atau setiap tahunnya rata-rata sebesar 20%. Berdasarkan data-data yang ada, sejak tahun 1971 laju pertumbuhan rata-rata setiap tahun lebih tinggi dari 20%, yaitu kira-kira 30%.
Sekarang ini produksi dari industri peralatan hampir sepe-nuhnya diarahkan kepada substitusi barang-barang impor, khususnya barang-barang konsumsi. Sekitar 50% dari industri
258
TABEL 13 -12.
PRODUKSI DARI INDUSTRI PERALATAN 1969 - 1972
UNTUK HASIL-HASIL BARANG TERTENTU
Produksi Satuan 1969 1970 1971 1972
Baterai 1000 buah 32 56 262 130
Baterai kering Jutaan buah 54 55 72 72
Radio 1000 set 364 393 416 700
Televisi 1000 set 4 5 66 60
Bola Lampu 1000 buah 3500 5500 6000 12300
Assembling mesin
jahit 1000 buah 14 13 292 340
Assembling mobil 1000 buah 5 3 16 23
Assembling sepeda
motor 1000 buah 21 31 50 100
Kabe1-kabel listrik, ton - 760 860 1215
ini di antaranya terletak di Jakarta dan Jawa Timur. Perusa¬- haan-perusahaan yang lebih kecil yang menggunakan tenaga kerja kurang dari 20 orang biasanya bergerak pada pembuatan hasil-hasil logam jadi dan assembling sepeda.
Lazimnya industri peralatan dapat digolongkan ke dalam empat sub-sektor utama yaitu produksi hasil-hasil logam jadi, mesin-mesin bukan listrik, mesin-mesin perkakas dan alat-alat listrik, dan alat-alat pengangkutan. Tabel 13-13 menunjukkan penyebaran dari investasi dalam negeri dan asing yang telah disetujui di antara empat sektor tersebut. Bagian yang terbesar dari investasi telah ditujukan kepada industri hasil logam masing-masing 30 % dan 35 %.
259
Permintaan akan hasil-hasil logam bertambah dengan cepat, khususnya konstruksi bangunan, barang-barang keperluan rumah tangga, dan barang-barang bagian-bagian mesin. Ini semuanya mendorong pengusaha menanamkan modal pada industri-industri pengerjaan logam. Diperkirakan 75% dari investasi yang disetujui menghasilkan tiga golongan produksi: konstruksi bangunan, drum-drum dan barang-barang sejenis, barang-barang dari aluminium untuk bangunan, dan barang-barang keperluan rumah tangga. Di samping itu sekitar 19 % investasi pada industri hasil-hasil logam telah ditujukan kepada hasil-hasil seperti kawat, paku, sekerup dan sebagainya.
TABEL 13 - 13.
DISTRIBUSI DARI PMDN DAN PMA YANG DISETUJUI PADA
INDUSTRI PERALATAN 1968 - JULI 1973
Cabang Industri PMDN yang disetujui
dalam % PMA yang disetujui
dalam %
Hasil-hasil Logam 30,4 35,3
Bukan Mesin Listrik 16,5 5,2
Mesin, perkakas dan
alat-alat listrik
25,5
42,3
Alat-alat pengangkutan
27,6
17,2
Jumlah: 100,0 100,0
Sebagai hasil dari kegiatan investasi ini, maka hasil produk- si industri hasil-hasil logam meningkat dengan cepat terutama pada tahun-tahun pertama Repelita I. Tetapi menjelang akhir Repelita I dirasakan bahwa pemasaran atas barang-ba¬- rang hasil logam mulai jenuh. Oleh karena itu diperkirakan selama periode Repelita II, laju pertumbuhan produksi industri hasil-hasil logam akan lebih rendah daripada Repelita I.
260
Produksi bukan mesin listrik amatlah terbatas terutama pada perbaikan-perbaikan dari penggerak mesin ketel uap, assem-bling mesin-mesin diesel, perbaikan mesin-mesin pertanian, perbaikan mesin-mesin tekstil, assembling mesin-mesin jahit, mesin-mesin untuk karet, minyak sawit dan pengolahan kopra, mesin untuk bangunan-bangunan, dan pompa-pompa.
Dengan perkecualian mesin-mesin jahit, mesin-mesin diesel, dan mesin-mesin pertanian tertentu (seperti penggilingan-penggilingan padi), pasaran dalam negeri untuk kebanyakan hasil-hasil bukan mesin listrik amatlah terbatas. Hal ini merintangi adanya kemungkinan untuk memproduksi barang-barang tersebut dengan unit yang lebih besar, yang merupakan faktor penting untuk tercapainya efisiensi pada industri terse- but. Kurangnya tenaga terdidik dan biaya yang relatif tinggi untuk mendidik tenaga kerja untuk pekerjaan-pekerjaan yang amat khusus di dalam pabrik, merupakan tambahan hambatan yang menentukan. Dengan demikian perangsang untuk mengem-bangkan industri ini terbatas. Hanya 5% dari semua PMA yang disetujui untuk industri peralatan saat ini ditujukan untuk industri produksi bukan mesin listrik, terutama untuk produksi mesin-mesin jahit dan mesin-mesin diesel. Investasi dalam negeri diperkirakan sekitar 17% dari PMDN untuk industri peralatan, sebagian besar dalam hal alat-alat pertani- an, assembling mesin-mesin diesel, pompa yang diperkirakan akan mulai berproduksi pada tahun 1975/76.
Di bawah ini dapat dilihat perkiraan perkembangan produksi pompa kecil untuk irigasi dan alat-alat pertanian. Angka- angka ini menunjukkan peningkatan produksi yang cukup besar terutama pada tahun-tahun terakhir Repelita II. Selain pening¬katan produksi, mutu barang-barang tersebut harus ditingkat¬- kan untuk memupuk kepercayaan pemakai.
Sebagian dari alat-alat pertanian yang diperlukan para petani dihasilkan oleh industri kecil. Kepada industri-industri kecil ini akan diberikan pembinaan, dorongan dan bantuan untuk
261
mengembangkan usahanya dalam bidang produksi, pembiaya-an, dan pemasaran.
Produksi daripada mesin-mesin, perkakas, dan alat-alat listrik sekarang ini telah menunjukkan pertumbuhan yang baik, sehingga pada akhir Repelita I cabang industri ini meru-pakan cabang terpenting sesudah industri alat-alat pengang-kutan. Perkembangan ini terjadi terutama pada tahun-tahun terakhir Repelita I.
TABEL 13 - 14.
PERKIRAAN PRODUKSI ALAT-ALAT PERTANIAN DAN
POMPA IRIGASI, 1974/75 - 1978/79
Tahun Alat-alat Pertanian
(ribu buah) Pompa irigasi
(buah)
1974/75 4.600 2.000
1975/76 5.000 3.000
1976/77 5.700 10.000
1977/78 6.300 13.000
1978/79 6.300 13.000
Dari seluruh penanaman modal dalam negeri dan asing dalam industri peralatan cabang industri mesin alat-alat listrik men-cakup masing-masing 42% dan 29%. Kira-kira 84% dari investasi ini adalah dipusatkan pada tiga macam produksi, yakni aki, kabel-kabel alat listrik, motor listrik kecil, assembling alat-alat pendingin, radio-radio, dan televisi. Kombinasi dari pada tingkat proteksi yang relatif tinggi terhadap barang¬- barang impor sejenis dan cepatnya pertumbuhan permintaan, merupakan daya pendorong yang kuat bagi modal asing dan dalam negeri.
Pada tabel-tabel berikut ini dapat dilihat perkiraan perkem-bangan produksi beberapa hasil industri mesin-mesin, alat-alat listrik.
262
GRAFiK 13 - 14
PERKIRAAN PRODUKSI ALAT-ALAT PERTANIAN DAN
POMPA IRIGASI 1974/1975 - 1978/1979
Alat-alat Pertanian
(ribu buah)
1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1976/79
1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79
TABEL 13 -15.
PERKIRAAN PRODUKSI BEBERAPA ALAT-ALAT LISTRiK
1974/75 - 1978/79
Tahun Motor
Listrik
kecil
(HP) Aki
(ribuan
buah) TV
(ribuan
buah) Radio
(ribuan
buah) Kabel
(ton)
1974/75 14.000 1.100 33 2.000 5.000
1975/76 16.000 1.210 35 2.100 6.000
1976/77 18.000 1.330 36 2.400 7.000
1977/78 19.000 1.460 38 2.500 8.000
1978/79 22.000 1.600 40 2.700 9.000
Industri ini mempunyai daya serap tenaga kerja yang berarti terutama assembling dari bagian-bagian listrik dan elektronik. Mengingat sifat padat karya dan permintaan akan barang- barang tersebut masih cukup tinggi maka perluasan industri perlu didorong.
Pada tahun-tahun terakhir ini produksi alat-alat pengang-kutan telah menjadi cabang yang terbesar dari industri peralatan. Industri tersebut nampaknya telah menarik perha¬- tian utama bagi penanaman modal dalam negeri. Sekitar 27% dari penanaman modal dalam negeri yang disetujui untuk industri peralatan ditujukan untuk industri alat-alat pengang-kutan, dibandingkan dengan 17 % investasi modal asing. Sela-ma Repelita I assembling lokal daripada mobil-mobil penumpang dan truck-truck telah bertambah. Demikian juga assembling sepeda motor makin berkembang. Investasi pada dua macam usaha assembling ini, merupakan kira-kira 75% dari jumlah investasi yang disetujui untuk produksi alat-alat pengangkut¬- an. Sampai akhir tahun 1973 produksi daripada alat-alat pengangkutan mempekerjakan ± 11.000 tenaga kerja. Bagian dari pada nilai tambah pada nilai produksi dari industri ini amat rendah sekitar 15%, terutama disebabkan oleh relatif
264
rendahnya nilai tambah daripada assembling mobil-mobil, truck-truck, sepeda motor yang ada sekarang ini. Pada saat ini pengusaha assembling lokal mendapat perlindungan yang ting- gi terhadap impor kendaraan-kendaraan jadi. Hal ini hanya dapat dibenarkan untuk batas waktu tertentu, sambil mengha-rapkan perusahaan-perusahaan yang sudah ada berusaha sepenuhnya untuk menekan biaya produksinya.
Pengalaman dari negara-negara yang sedang berkembang lainnya menunjukkan bahwa dengan memberikan izin yang begitu banyak untuk bermacam merk kendaraan, biaya-biaya lokal untuk meng-assembling kendaraan akan tinggi dan jum¬- lah kendaraan yang bisa diassembling adalah rendah. Pemerin¬-tah bermaksud untuk mencegah keadaan tersebut jangan sampai terjadi di Indonesia. Oleh karena itu telah diputuskan tidak akan dikeluarkan izin-izin baru lagi untuk penambahan merk kendaraan, sedangkan secara berangsur akan diusahakan atas jumlah merk kendaraan dalam rangka standardisasi.
Permintaan akan kendaraan-kendaraan assembling lokal diharapkan akan terus bertambah dengan tingkat yang relatif tinggi. Perkiraan produksi kendaraan bermotor selama Repeli- ta II dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
TABEL 13 - 16.
PERKIRAAN PRODUKSI KENDARAAN BERMOTOR
1974/75 - 1978/79
T a h u n Kendaraan Bermotor
Roda Empat
(buah) Sepeda Motor
(buah)
1974/75 35.000 180.000
1975/76 42.000 250.000
1976/77 50.000 350.000
1977/78 60.000 450.000
1978/79 70.000 575.000
266
267
Untuk memungkinkan pengembangan industri serupa ini diperlukan pelipat gandaan investasi yang diharapkan dapat dirangsang dari sektor swasta dan di mana perlu dibantu oleh sektor investasi negara. Dalam hubungan ini akan ditempuh langkah-langkah kebijaksanaan agar peranan nasional dapat lebih ditingkatkan dalam pembinaan industri ini.
Dengan akan bertambahnya armada penerbangan maka akan diperlukan peningkatan perawatan pesawat udara (overhaul) yang akan dicapai dengan lebih memanfaatkan pusat-pusat perawatan yang ada, antara lain untuk penampung pula pesa¬wat-pesawat udara pemilikan pihak lain. Untuk ini perlu penambahan peralatan yang lebih modern, sehingga akan dica¬pai efisiensi yang tinggi. Selanjutnya akan dijajagi terus inisia-tif dan usaha swasta sejauh mungkin agar berpartisipasi secara aktif dalam mengembangkan perindustrian pesawat terbang.
Sesungguhnya masih terdapat banyak ragam industri yang termasuk kelompok industri peralatan ini. Untuk tahap Repe¬- lita II diversifikasi yang dicapai merupakan dasar yang lebih kokoh bagi pengembangan kelompok industri pada khususnya dan sektor industri umumnya dalam rangka perombakan struk-tur Indonesia kejurusan yang lebih seimbang dalam garis per-kembangan jangka panjang.
PEMBIAYAAN
Pembiayaan dari Anggaran Pembangunan Negara untuk pembangunan industri dalam tahun 1974/75 berjumlah Rp. 9,45 milyar, sedang selama jangka waktu lima tahun dalam Repeli- ta II diperkirakan berjumlah Rp. 150,7 milyar.
Di samping itu ada pula kegiatan untuk pembangunan industri yang pembiayaannya diperhitungkan di sektor lain, yakni untuk pendidikan yang digolongkan dalam sektor Pen-didikan, Kebudayaan Nasional dan Pembinaan Generasi Muda sebesar Rp. 325,0 juta dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan berjumlah Rp. 2.420,0 juta dalam jangka waktu lima tahuu sela¬ma Repelita II.
268
Untuk Penelitian yang digolongkan dalam sektor Pemba-ngunan Ilmu dan Teknologi, Penelitian dan Statistik sebesar Rp. 1.033,4 juta dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan ber-jumlah Rp. 7.690,0 juta selama lima tahun dalam Repelita II.
Sedang untuk pembangunan prasarana fisik Pemerintah dan/atau untuk Peningkatan Efisiensi Aparatur Pemerintahan yang digolongkan dalam Sektor Aparatur Negara sebesar Rp. 742,6 juta dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan berjum¬- lah Rp. 3.750,0 juta selama lima tahun dalam Repelita II.
Dalam seluruh jumlah tersebut di atas sudah termasuk nilai lawan pelaksanaan bantuan proyek.
269
TABEL 13 - 17.
PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIM.A TAHUN
1974/75 - 1978/79
(dalam jutaan rupiah)
I N D U S T R I
No.
Kode Sektor/Subsektor/
Program 1974/75
(Anggaran
Pembangunan) 1974/75–1978/79
(Anggaran
Pembangunan)
2. SEKTOR INDUSTRI PER-
¬TAMBANGAN
2.1. Subsektor Industri 9.454,0 150.700.0
Program Bimbingan dan
Penyuluhan Industri
Program Pengembangan 3.380,0 9.100,0
dan Pengawasan Industri
Kegiatan-kegiatan Industri
lainnya yang pembiayaan¬-
nya diperhitungkan di sek¬-
tor lain
9. Sektor Pendidikan, Kebu-
dayaan Nasional dan Pem-
¬binaan Generasi Muda
Subsektor Pendidikan dan
Latihan Institusionil/Kedi-
¬nasan
9.2.2. Program Pendidikan In¬-
dustri dan Pertambangan 325,0 2.420,0
15. Sektor Pengembangan Il-mu dan Teknologi, Pene-litian dan Statistik
15.3. Subsektor Penelitian Insti-tusionil
270
TABEL 13 - 17.
I N D U S T R I
No. Kode Sektor/Sub-sektor
Program 1974/75
(Anggaran
Pembangunan) 1974/75 - 1978/79
(Anggaran
Pembangunan)
15.3.2 Program Penelitian
Industri dan Per-tambangan 1.033,4 7.690,0
16. Sektor Aparatur
Negara
16.2 Sub-sektor
Aparatur Pemerin¬-tahan
16.2.2 Program Penyem¬- purnaan Prasarana Fisik Pemerintah
742,6
3.750,0
Dengan adanya informasi yang kami sajikan tentang 5 contoh kerajinan tekstil modern
, harapan kami semoga anda dapat terbantu dan menjadi sebuah rujukan anda. Atau juga anda bisa melihat referensi lain kami juga yang lain dimana tidak kalah bagusnya tentang Pengertian Komposisi Penduduk dan Macam-macamnya
. Sekian dan kami ucapkan terima kasih atas kunjungannya.
buka mesin jahit : www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/8492/1714
0 komentar:
Post a Comment