, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Perkembangan Bentuk Dasar Baju Kurung

les, indonesia, private, obras, guru, sekolah, belajar, yogyakarta, usaha, jogja, kursus, terbaik, batik, kaos, kebaya, jahit, baju jahit, mesin jahit, konveksi, kursus menjahit
Perkembangan Bentuk Dasar Baju Kurung

Perkembangan Bentuk Dasar Baju Kurung



Baju kurung dikenal sebagai busana Indonesia yang berbentuk Tunika. Baju
kurung banyak dipakai dan ukurannya bervariasi. Ada baju kurung yang panjang
dan ada yang pendek, ada baju kurung yang longgar dan ketat.
Perkembangan baju kurung yang pernah terjadi pada baju kurung adalah
sebagai berikut:

a. Perubahan Siluet


Bentuk sisi yang semula lurus menjadi berbentuk serong karena kampuh sisi
diberi sisipan kain yang digunting.
Perubahan ini dimaksudkan untuk melonggarkan bagian panggul dan lingkar
bawah agar pemakainya tampak langsing dan untuk memudahkan pemakainya
bergerak, terutama perubahan pada baju kurung yang panjang.

b. Perubahan Lengan

Lengan yang semula lurus membentuk sudut siku dengan garis sisi dirasakan
kurang memberi kelonggaran dan mudah robek. Untuk mencegah hal itu
antara jahitan sisi dan jahitan lengan dipasang kikik, yaitu kain yang digunting
berbentuk belah ketupat.

c. Perubahan bentuk leher.

Bentuk leher baju kurung mengalami sedikit perubahan. Wanita yang merasa
lehernya kurang jenjang akan condong membuat leher lebih terbuka atau lebih
rendah daripada bentuk yang semula. Variasi yang lain adalah membuat leher
berbentuk bundar dengan belahan pendek menjadi bentuk V.
d. Perubahan Kup.
Baju kurung yang pada bentuk asalnya tidak memakai lipit bentuk kemudian
diberi lipit bentuk. Agar baju kurung lebih rapih letaknya pada badan, maka

pada bagian bahu dibuat kampuh sehingga bagian bahu itu tidak datar lagi.
Bentuk baju kerung lengan diubah dari bentuk lurus menjadi melengkung.
Dengan demikian, bentuk lengan pun berubah.
Sesuai dengan perkembangan yang terjadi pada busana modern, bentuk baju
kurung pun dibuat mengikuti lekukan tubuh. Untuk itu, dibuatlah kupnat pada
pinggang muka dan belakang.
Dengan bentuk yang pas itu, baju kurung memerlukan belahan, Oleh karena
itu, digunakanlah belahan dengan tutup tarik pada tengah belakang.

e. Perkembangan dalam hiasan.


Baju kurung diberi sulaman pinggir pada leher dan lengan.


Perkembangan Selendang

Salah satu pelengkap busana Indonesia yang berbentuk draperi adalah
selendang. Di dalam khasanah busana Indonesia, selendang hampir tidak pernah
ketinggalan. Selendang dipakai baik oleh wanita desa maupun oleh wanita kota
baik dengan baju kurung maupun kebaya. Di berbagai daerah seperti Jawa,
Sumatera, dan Bali selendang itu banyak fungsinya, misalnya sebagai kemben,
pelengkap kebaya, tudung kepala, untuk menggendong barang, dan alat untuk
menari.

Selendang ada yang dibuat dari tenunan lurik, jumputan, batik Silungkang
ataupun dari bahan sipon atau sutera. Di daerah-daerah yang penduduknya
beragama Islam, selendang berfungsi utama sebagai kerudung yang dipakai setiap
hari, khususnya pada upacara-upacara keagamaaan.

Bentuk selendang biasanya persegi panjang. Ada yang polos ada pola yang
diberi jumbai, direnda, disablon atau disulam. Di daerah lain seperti Sangir dan
Gorontalo, selendang dikenakan sebagai selempang di atas baju yang berbentuk
baju kurung.

Selendang pun mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan
kebaya dan baju kurung. Sebelum tahun 1970 selendang dipakai dalam bentuk
leher, ukurannya 1,50-1,75 m sesudah tahun itu panjang selendang berubah
menjadi 2 m. Selendang itu disampirkan pada bahu kiri dan diikatkan pada
pinggul kanan. Setelah diikat, selendang itu akan terjadi kerutan. Dalam tahun
70-an bentuk selendang menjadi lebih kecil dan panjang karena dilipit.
Selendang dapat dibuat dari bahan yang sama dengan bahan kain, sama
dengan bahan kebaya atau baju kurung, atau pun dari warna dan bahan lain yang
serasi. Sulaman pada selendang dengan jenis dan bentuk kebaya.

Mode Kebaya dan Baju Kurung


Setelah tahun 1960, secara berangsur-angsur model kebaya berkembang.
Perkembangan ini diikut oleh banyak wanita Indonesia. Sejak tahun 1960
perkembangan ini menjadi pesat. Kreasi-kreasi kebaya tidak selalu berasal dari

kalangan perancang mode, melainkan juga dari para ibu rumah tangga yang
mencari bentuk yang praktis tanpa meninggalkan keindahan.
Sekitar 1970 model kebaya dan baju kurung agak panjang sampai sedikit
melewati lutut dipakai dengan sarung pelekat, kain Pekalongan atau kain songket.
Bentuk leher kebaya bervariasi mulai dari yang berbentuk kebaya biasa
sampai leher berbentuk segi empat atau segi lima bentuk V yang memakai
penutup kancing bungkus dan sengkelit.

Dalam tahun berikutnya, tahun 1972-1977, model kebaya dan baju kurung
menjadi lebih pendek, yaitu di atas lutut. Lengan baju menjadi lebih panjang baik
dan suai.

Dalam tahun 1978 lahir model kebaya renda, yang serupa kebaya Menado
dan kebaya encim. Panjang kebaya bervariasi, yakni dari ukuran yang pendek
sampai ke ukuran yang panjang selutut. Kebaya ini meruncing pada ujung tengah
muka. Kain yang digunakan adalah kain batik Pekalongan yang beraneka warna,
kain pelekat Sulawesi Selatan, kain tenunan khas Nusa Tengara dan kain
Silungkang. Dalam mengenakan kebaya renda tidak memakai selendang.
Kebaya model Kartini juga digemari. Kebaya itu tanpa bef dan juga
dikenakan tanpa selendang.
Perkembangan baju kurung terletak pada bentuk lubang leher. Bentuk lubang
leher pada mulanya bundar dengan batas kaki leher berupa belahan kecil,
kemudian bentuk lubang leher menjadi lebih rendah. Ada yang menggunakan
leher berbentuk belahan, yang dengan sendirinya lubang leher mejadi lebih
pendek, ada pula yang membuat perubahan bentuk leher menjadi leher berbentuk
V dengan variasi. Pada baju kurung tidak digunakan renda.

Setelah tahun 1976, dengan banyaknya bahan sutera asli, banyak dari luar
maupun dari dalam negeri, bertambahlah pilihan bahan kebaya. Selain sutera asli,
sekarang banyak pula bahan sintesis yang menyerupai sutera asli yang dipasarkan
dengan harga lebih rendah. Bahan-bahan semacam itu sangat digemari untuk
dibuat kebaya model Kartini serta variasi kebaya model Parahyangan. Pada
bahan-bahan yang polos dibuat orang berbagai hiasan berupa sulaman, sablon,
serta terawang.

Hal itu menghidupkan industri kerajinan tangan, hingga beberapa daerah
menjadi terkenal kareana hasil kerajinan tangannya, misalnya daerah Jawa Timur
menggunakan sulaman. Di Sulawesi dan Sumatera terkenal akan hasil
terawangannya.

Sumber Bacaan


1. Arifah, A.R, (2003), Teori Busana, Bandung: Yapemdo.
2. Roosmy M. Sood, 1981, Hubungan Bentuk-bentuk Dasar Busana Dengan
Busana Tradisional Indonesia, Jakarta: Proyek Pengembangan Perguruan
Tinggi
3. Sri, W. (1993)., Sejarah Perkembangan Mode Busana,Yogyakarta: FPTKIKIP
Yogyakarta.
4. Wasia, R. & Roesmin, S., (1984). Pengetahuhan Pakaian, Jakarta:
Depdikbud

0 komentar:

Post a Comment