PERDAGANGAN BUSANA SELAMA ABAD 19
Modern retailing had its roots in the nineteenth century when afforable fashion was first made available to the general public.PERDAGANGAN BUSANA SELAMA ABAD 19 |
1. Department Store Pertama
Pameran dan bazar adalah awal mula adanya toko retail. Para pembeli berdatangan membeli pakaian di pasar tersebut. Harga tidak tertera pada barang sehingga pembeli dan penjual melakukan tawar menawar.Adanya Revolusi Industri mempengaruhi siklus manufaktur dan perdagangan. Semakin banyak barang yang diproduksi, semakin banyak barang yang dijual. Peningkatan aktivitas usaha ini meningkatkan pula pengeluaran uang pada golongan kelas menengah. Hal ini berarti membuat tingkat permintaan barang semakin tinggi. Peningkatan permintaan atas barang-barang yang bervariasi adalah fondasi dari berkembangnya perdagangan. Maka, banyak toko retail yang tumbuh di kota-kota mendekati tempat produksi dan penduduk.
Ketika itu terdapat dua jenis toko retail, yaitu: the specialty store dan the department store. Kerajinan tradisional biasanya ditawarkan dalam the specialty store, sedangkan barang-barang yang lebih umum dan bervariasi banyak ditawarkan dalam the department store.
2. Department Store Pertama
Tahun 1826, Samuel Lord dan George Washington Taylor bekerja sama untuk membuka toko pertama di New York, Lord and Taylor. Jordan Marsh and Co membuka di Boston dengan promosi dapat menjual, memotong, menjahit, menghias pakaian dalam setengah hari.Harrrod‟s of London didirikan oleh Henry Harrod tahun 1849 dari toko yang kecil. Namun, pada tahun 1880 Harrrod‟s of London menjadi toko terbesar di Eropa dengan 100 karyawan. Liberty of London dibuka pada tahun 1875 dan mulai berproduksi pakaian sendiri pada awal tahun 1878. Di Perancis terdapat Bon Marche, Samaritaine, dan Printemps yang dibuka pada abad 19. Pada abad 19 ini juga mulai adanya faham layanan pada konsumen, yang sangat mempengaruhi perdagangan di Amerika. Karenanya dikenal adanya istilah ”the customer is always right”.
EFEK PERANG DUNIA I PADA STATUS WANITA DAN BUSANA
World War I put women in the work force and gave them new right and practical clothing.1. Wanita dalam Dunia Kerja.
Sebelum tahun 1900, sangat sedikit wanita yang bekerja diluar rumah. Tanpa tempat usaha yang bisa memuliakannya, maka wanita tidak mempunyai wewenang dan hak. Seiring dengan waktu, wanita mulai bekerja di pabrik, kantor, dan toko retail. Tahun 1914, Perang Dunia (PD) I mulai di Eropa dan di Amerika tahun 1917. PD I berperan sangat besardalam mempromosikan hak-hak wanita karena wanita Amerika dan Eropa dapat menggantikan laki-laki pada pekerjaan yang sebelumnya dikerjakan oleh kaum pria. Peranan wanita dalam pekerjaan ini sangat mempengaruhi tren busana, baik pada pola, dekoratif, maupun yang lainnya. Perubahan ini memerlukan konstruksi yang simpel karena faktor peningkatan biaya tenaga kerja dan hasil demokratisasi dalam busana. Akhirnya, pada tahun 1920, busana benar-benar mencerminkan pertumbuhan kebebasan wanita.
Pentingnya Desainer sebagai Trensetter
Ketika produksi massal tumbuh di industri busana Amerika, Perancis tetap memfokuskan pada busana kepemimpinan serta kemakmuran. Paris tetap menjadi tempat pertemuan antara desainer, artis, dan penulis. Mereka bertukar ide dan kreasi untuk menghasilkan busana yang inovatif.
Sering satu atau sedikit desainer menjadi trensetter. Mereka mendominasi karena mampu menangkap spirit dan momen serta mampu menerjemahkan menjadi sebuah busana dengan daya terima yang sangat tinggi. Sementara itu, pedagang Amerika sering membeli busana Perancis untuk konsumen kelas atasnya dan juga sering bekerja sama dengan pabrik membuat kopian atau turunan untuk pasarnya.
Paul Poiret (pwah-ray) adalah desainer pertama Perancis yang menjadi trensetter pada abad 19. Gabrielle Chanel (sha-nelle) juga dikenal dengan Coco. Ia adalah desainer terdepan Perancis pasca PD I. Dia mempopulerkan the Garcon atau style boyish dengan sweaters dan jersey dresses. Coco juga merupakan desainer pertama yang membuat adibusana untuk wanita.
Industri pakaian siap pakai (ready-to-wear) mulai berkembang ketika para desainer seperti Poiret, Vionnet, dan Chanel membuat desain dengan gaya dan konstruksi yang simpel. Adibusana kemudian diturunkan dalam produksi massal dengan harga yang bervariasi.
Tahun 1920, desainer seperti Lucien Lelong di Perancis dan Hattie Carnegie di Amerika menambahkan line produksi pakaian siap pakai pada busana yang diproduksi berdasarkan pesanan (made-to-order). Pada tahun 1920-an industri pakaian siap pakai semakin berkembang.
0 komentar:
Post a Comment