MEMOTONG (CUTTING), MENJAHIT (SEWING), PENYELESAIAN (FINISHING)
MEMOTONG (CUTTING), MENJAHIT (SEWING), PENYELESAIAN (FINISHING) |
cara menyiasati salah potong pola baju - BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ilmu tata busana adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara memilih, mengatur dan memperbaiki, dalam hal ini adalah busana sehingga diperoleh busana yang lebih serasi dan indah. Diharapkan pengetahuan ini dapat membantu kita atau semua pihak yang terlibat pada bidang busana untuk lebih memahami ilmu busana secara umum.
Dewasa ini, banyak sekali pendatang baru dalam dunia tata busana, yang khususnya untuk mengetahui bagaimana cara membuat pakaian, baik dari usaha perseorangan sampai yang merambah langsung ke produksi massal atau industry besar.
Makalah dengan pemilihan materi ini sengaja saya buat agar dapat menjadi pedoman dalam proses produksi pakaian, baik perseorangan dan produksi massal.
B. Rumusan masalah
Dalam pemilihan materi ini, akan dibahas masalah:
a. Persiapan tempat kerja yang baik untuk melakukan proses pemotongan, pengguntingan, dan penyelesaian,
b. Persiapan rancangan bahan. Mulai dari analisis desain, sampai pemilihan bahan busana tersebut,
c. Cara peletakan pola diatas bahan, baik di dalam perencanaan bahan maupun di atas bahan asli,
d. Pemotongan bahan sesuai pola,
e. Pemindahan tanda-tanda pola di atas bahan,
f. Proses menjahit. Mulai dari persiapan sebelum menjahit, dan beberapa teknik dalam menjahit, dan
g. Penyelesaian setelah proses menjahit
C. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran dari materi ini yaitu, agar dapat:
1. Mengidentifikasi persiapan ruang kerja,
2. Menentukan desain dan analisisnya,
3. Memilih, memeriksa, dan mempertimbangkan bahan,
4. Menganalisis cara membuat rancangan bahan dan harga,
5. Menggolongkan peralatan untuk menjahit,
6. Membedakan alat potong yang digunakan dalam menggunting,
7. Mengidentifikasi tempat dan alat yang akan digunakan dalam proses pengerjaan busana,
8. Membedakan tanda-tanda pola setelah bahan digunting,
9. Menjelaskan dan memahami cara penggunaan alat pemberi tanda serta cara pemindahan tanda-tanda pola, dan
10. Melakukan proses penyelesaian busana yang telah digunting, sesuai dengan desain.
BAB 2
ISI
MEMOTONG (CUTTING), MENJAHIT (SEWING), PENYELESAIAN (FINISHING)
A. Menyiapkan Tempat Kerja
Tempat kerja merupakan bagian yang penting dalam suatu usaha, secara tidak langsung tempat kerja akan berpengaruh pada kesenangan, kenyamanan dan keselamatan dari para siswa/pekerja. Keadaan atau suasana yang menyenangkan (comfortable) dan aman (safe) akan menimbulkan gairah produktivitas kerja.
Menyiapkan tempat kerja untuk memotong bahan berbeda dengan tempat kerja menjahit dengan tangan ataupun dengan mesin. Suatu tempat kerja yang diatur teliti dengan mengingat tertib kerja dan rasa keindahan, akan menyebabkan siswa/pekerja yang sedang melakukan kegiatan memotong bahan akan bekerja dengan perasaan senang. Tempat kerja yang dimaksud adalah yang ergonomik dengan kata lain tempat kerja yang sesuai dengan kebutuhan. Alat seperti meja potong, bahan/kain yang akan dipotong dan alat-alat potong lainnya yang diperlukan disusun sesuai dengan urutan proses kerja dalam menyelesaikan suatu potongan.
Fasilitas yang harus disediakan adalah :
1. Ruang kerja untuk memotong bahan,
2. Almari tempat bahan dan tempat alat potong,
3. Tempat khusus untuk menyimpan bahan yang telah dipotong, dan
4. Tempat sampah/tempat sisa-sisa potongan.
Memotong bahan dengan menggunakan mesin potong membutuhkan tempat kerja yang berbeda dengan memotong bahan menggunakan gunting biasa yang dilakukan secara manual. Memotong bahan dengan gunting biasa tempat yang dibutuhkan cukup dengan menggunakan meja potong yang sederhana. Sedangkan untuk memotong bahan dengan mesin potong tempatnya disesuaikan dengan jenis dan besarnya mesin potong yang dipakai.
Biasanya meja yang digunakan untuk memotong bahan pada produksi massal adalah:
1. Meja dengan ukuran yang lebih besar. Lebarnya minimal 1,5 m dan panjangya minimal 3 m sesuai dengan besar kecilnya kapasitas produksi, dan
2. Gunting khusus untuk konveksi (round knife, band knife, double knife, straight knife).
Round knife band knife double knife straight knife
Tempat potong untuk perorangan lebih sederhana dari pada untuk memotong secara massal. Meja potong untuk perorangan cukup dengan meja berukuran 2 m x 0,8 m. Di sekolah/workshop tempat bekerja untuk memotong bahan, lay outnya disesuaikan dengan jumlah siswa dan besar ruangan.
Jumlah siswa setiap kelas praktek berkisar antara 16 s.d 20 orang. Ukuran yang ideal untuk setiap siswa membutuhkan tempat seluas 4 s.d 5 meter bujur sangkar, karena setiap siswa membutuhkan satu meja dan satu mesin jahit serta satu loker untuk menyimpan alat-alat jahit dan alat lainnya. Semua alat haruslah tertata dengan rapi dan efisien begitu pula dengan alat-alat kecil harus tersedia dalam sebuah kotak.
Ruang kerja yang perlu diperhatikan adalah ruang kerja yang sesuai dengan kebutuhan, rapi dan menyenangkan sehingga tidak menimbulkan kebosanan. Untuk sebuah perusahaan konveksi yang mempunyai karyawan dalam jumlah banyak sangat diajurkan agar disediakan tempat istirahat atau tempat olahraga ringan di ruangan kerja tersebut. Tempat berbaring disebuah ruangan terpisah untuk pekerja yang ingin melemaskan otot punggung, selain dari itu juga kamar kecil dan kamar ganti atau kamar rias sekedarnya harus pula disediakan.Perlu juga disediakan sebuah kantin, mushala, dan tempat berobat.Dan yang sangat penting diperhatikan adalah kebersihan seluruh tempat kerja dan juga tempat lainnya sehingga karyawan merasa betah dan nyaman dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penerapan tempat kerja yang sesuai dengan konsep budaya kerja, diantaranya:
1. Tempat kerja menjadi lebih teratur dan efisien, sehingga bila ingin melakukan diversifikasi produk lebih mudah,
2. Tempat kerja, mesin-mesin dan peralatan yang teratur dan bersih siswa/pekerja akan termotivasi untuk datang ketempat kerja, sehingga ketidak hadiran dapat dikurangi,
3. Tempat kerja yang terorganisir dan bersih akan lebih meningkatkan semangat kerja siswa untuk menghasilkan produk yang baik, dan
4. Tempat kerja yang teratur secara rapih dan bersih akan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan di tempat kerja, dapat menghasilkan proses pemotongan bahan yang tepat waktu.
B. Menyiapkan Bahan
1. Memilih bahan
Bahan atau tekstil mempunyai aneka ragam jenis dan sifatnya. Akibat proses pembuatan yang berlainan dan bahan mentah (asal bahan) serta zat pelarutnya yang berbeda, menyebabkan ciri-ciri dan sifat bahan bebeda pula, ada yang kaku, ada yang melansai, yang lembut, lemas, berat, ringan, tebal, tipis, transparan dan sebagainya. Untuk itu pembelian bahan atau tekstil harus dilakukan oleh seorang yang ahli dibidang tekstil. Pembelian kain yang sesuai dengan kebutuhan akan menghindarkan dari kelambatan dalam pemotongan. Pada waktu pembelian kain, spesifikasi mutu kain harus dinyatakan dengan jelas.
Spesifikasi mutu kain tersebut antara lain adalah :
a. Dimensi, meliputi ukuran panjang, lebar, berat dan mungkin tebal kain, termasuk toleransinya,
b. Jumlah dan jenis cacat yang diperbolehkan tiap unit, termasuk cara penilaiannya dan lembaga penilai yang ditunjuk jika terjadi perbedaan pendapat, dan
c. Rincian konstruksi dan sifat kain yang diminta, didasarkan pada laporan uji.
Di samping hal di atas, keserasian antara bahan dengan desain busana sangat perlu diperhatikan.Siluet pakaian menjadi pertimbangan sebelum kita memilih bahan, apakah sesuai untuk desain pakaian berkerut, berlipit atau mengembang. Caranya, bahan digantungkan memanjang dengan dilipit-lipit untuk memperhatikan jatuhnya, begitu pula untuk memperhatikan kasar halusnya kita raba dan beratnya kita timang apakah syarat-syarat pada desain telah terpenuhi.
Permukaan bahan (tekstur) ada empat karakter:
a. Bila dilihat dari efek pantulan cahaya dari bahan misalnya berkilau atau kusam,
b. Jika diraba terasa kasar atau halus,
c. Kalau dipegang terasa berat, ringan, tipis dan kaku, dan
d. Kesan pada penglihatan adalah mewah atau sederhana.
Setiap tekstur mempunyai pengaruh terhadap penampilan suatu busana dan bentuk badan sipemakai, bahan yang berat atau tebal akan menambah bentuk. Bahan yang berkilau akan menambah besar dari pada bahan tenunan yang permukaan kusam, seperti bahan satin akan memperbesar bentuk badan dari pada bahan Cape. Maka dari itu kita perlu memilih bahan yang tepat.
Jika suatu desain memerlukan efek mengembang, pilihlah bahan busana yang dapat membentuk gelembung dengan wajar.Sebaliknya bila suatu desain memperlihatkan kelembutan perhatikanlah jangan memakai bahan yang kaku. Bahan tekstil yang bercorak atau bermotif juga akan ikut berperan membentuk kesan tertentu pada busana atau sipemakainya. Penyesuaian karakter motif seperti garis-garis atau kotak–kotak akan memberikan kesan kaku. Maka dari itu desain mengarah kepada kesan sportif, begitu pula dengan bulatan maka lebih mengarah pada lengkung. Untuk itu dalam menyiapkan bahan perlu disesuaikan dengan desain, bentuk tubuh, usia, jenis pakaian serta kesempatan sipemakai.
2. Memeriksa bahan
Memeriksa bahan sebelum dibeli sangat perlu dilakukan.Biasanya untuk memastikan sifat kain perlu dilakukan pengujian. Uji- uji yang dilakukan disesuaikan dengan tujuan pemakainya, beberapa pengujian kain yang umum dan biasa dilakukan antara lain adalah :
a. Warna, kesesuaian warna dan tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, gosokan, sinar matahari, terhadap penyetrikaan, gas tertentu dan air laut,
b. Kestabilan dimensi kain dalam pencucian,
c. Ketahanan kusut dan sifat langsai (drape) termasuk sifat kain yang tidak memerlukan penyetrikaan setelah pencucian (sifat durable press),
d. Kekuatan tarik, sobek dan jebol,
e. Tahan gesekan dan pilling, terutama untuk serat sintetik,
f. Sifat nyala api, sebelum atau sesudah beberapa kali pencucian,
g. Lengkungan dan kemiringan benang pada kain, dan
h. Penyerapan atau tolak air kain sesuai penggunaan.
Disamping memeriksa bahan sebelum membeli, juga diperlukan memeriksa bahan sebelum dipotong , terlebih terhadap kain yang dibeli dalam bentuk kayu/gulung. Disamping itu juga sangat diperlukan memeriksa bahan dengan mempertimbangkan segi ekonomis dan psikologisnya, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
a. Kesesuaian bahan dengan desain,
b. Berapa ukuran bahan agar bisa dibuat rancangan bahan atau marker, sesuai dengan ukuran bahan,
c. Pemeriksaan cacat kain, baik cacat bahan, cacat warna atau pun cacat printing, maka yang cacat supaya ditandai dan dihindari waktu menyusun pola perseorangan,
d. Apakah bahannya menyusut, kalau menyusut direndam terlebih dahulu agar nanti setelah dipakai dan dicuci ukuran tidak berubah atau bajunya tidak sempit,
e. Apakah bahan yang ada sesuai dengan kesempatan sipemakai, sesuai dengan usia, jenis kelamin, bentuk tubuh, warna kulit dan lain sebagainya,
f. Produksi massal supaya ditandai atau bila perlu dipotong agar tidak masuk kedalam penggelaran bahan, dan
g. Penggelaran bahan–bahan dilakukan panjangnya berdasarkan marker.
Pernyataan di atas mengingatkan kepada kita semua bahwa, sebelum membuat busana terlebih dahulu kita hendaklah membuat perencanan, dengan perencanaan yang baik diharapkan hasil akan baik. Perencanaan busana dituangkan dalam bentuk desain atau model busana.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain busana adalah:
a. Bentuk tubuh si pemakai, seperti langsing, gemuk pendek, tinggi langsing dan sebagainya. Dalam mendesain busana untuk model dengan tipe tersebut hendaklah dapat mengatasi masalah-masalah tubuh, seperti bagian yang kurang sesuai dapat disembunyikan sehingga tertutupi kelemahannya, dan
b. Kesempatan. Kesempatan yang dimaksud disini adalah busana untuk kesempatan kerja, busana pesta, busana sehari-hari, dan sebagainya. Mendesain busana untuk pesta hendaklah desainnya kelihatan memberi kesan lebih mewah dan untuk busana kerja diharapkan dapat memberi kesan resmi dan nyaman.
a. Desain Busana
Kalau akan membuat busana terlebih dahulu tentukanlah desain busana itu sendiri. Desain dapat dirancang sendiri ataupun dengan mengambil/memilih desain dari majalah.Sebagai seorang penata atau pengelola busana harus dapat memahami atau membaca desain busana itu sendiri, untuk itu diperlukan pengetahuan dasar dan latihan-latihan menyimak model dan mengkonstruksi pola sesuai dengan desain.
Masalah yang sering terjadi dilapangan adalah tidak tepatnya hasil pakaian dengan desain yang diharapkan. Ini disebabkan tidak benarnya cara merubah pola dasar sesuai dengan desain. Kesalahan teknis mengubah pola akan mengakibatkan pakaian tidak sesuai dengan desain, hasilnya bisa lebih buruk dan juga bisa lebih baik, tetapi yang jelas sudah tidak sesuai dengan yang diminta, inilah yang sering membuat konsumen merasa kecewa. Untuk itu marilah dipahami terlebih dahulu analisa desain dan konstruksi pola serta dapat mengenal ciri-ciri desain.
b. Analisa Desain
Dalam menganalisa desain kita bisa mengamati dari gejala-gejala atau ciri-ciri dari desain itu sendiri seperti :
1. Gejala perspektif
Desain apakah berupa sketsa atau foto, ada yang lurus kedepan, sikap dengan gaya menyamping ataupun sikap membelakangi lensa, dengan gaya tersebut satu desain pakaian ada kala dapat dilihat dengan jelas dan ada kalanya meragukan terutama pada saat menoleh ke kiri atau ke kanan, jika desain seperti ini, maka bagian kiri atau kanannya tidak sama, bagian yang dekat dengan mata lebih besar dari pada yang letaknya agak jauh, semakin jauh jarak semakin kecil letaknya. Hal ini disebabkan gejala perspektif dalam pandangan mata, sedangkan bila dilihat lurus kedepan bagian kiri dan kanan sama. Jadi dalam menganalisa model hal-hal tersebut di atas perlu diperhatikan agar tidak salah dalam memahami desain.
2. Siluet
Dengan melihat dan mengamati siluet dari busana kita dapat menaksir dan menentukan wujud bahan dari busana itu sendiri. Siluet yang tegang dan mengembang dengan garis sisi yang lurus, menandakan bahannya tebal dan kaku, bila sisinya lengkung atau bawah baju/rok agak bergelombang maka bahan yang digunakan adalah lembut. Siluet yang melangsai kebawah selain menandakan bahannya lembut juga dapat dilihat arah benangnya yang memanjang kebawah dan bila lebih bergelombang pinggirnya berarti arah benang diagonal dan sebagainya.
3. Teknik penyelesaian busana
Teknik penyelesaian suatu busana sangat menentukan kualitas dari busana itu sendiri, kesalahan dalam menganalisa desain akan menjadi kesalahan dalam teknik penyelesaiannya. Seperti ada desain dengan kantong klep, kemudian dibuat dengan klep palsu (tanpa kantong), dilihat dari bentuk sama tapi kualitas dari busana itu sendiri akan turun dari yang semestinya.
4. Warna dan corak bahan
Gambar desain pada majalah mode tidak selalu memakai warna sehingga penyimak mode perlu menaksir warna dan corak untuk suatu desain. Sebaiknya kita mencari suatu desain yang cocok untuk bahan yang telah kita beli. Misalnya desain busana yang ramai kita kombinasikan dengan warna yang lembut sehingga lebih serasi dengan corak dan warna yang menyolok.
5. Ciri-ciri desain
Ciri-ciri khusus pada busana dapat kita amati untuk menentukan desain yang benar karena terlihat sama atau serupa tapi sebenarnya konstruksinya berbeda, seperti desain dari :
a. Kerah setali dengan kerah river, perbedaannya terletak pada garis sambungan pada kerah bagian muka dan kalau dilihat dari belakang yaitu pada kerah tengah belakang mempunyai sambungan untuk kerah setali, sedangkan kerah river tidak mempunyai sambungan, dan
b. Ciri-ciri blus yang mempunyai kampuh pinggang dan yang tidak berkampuh pinggang. Ciri–ciri blus yang berkampuh pinggang dibawah ikat pinggang terdapat lipit kup atau kerutan, diatasnya polos. Untuk yang tidak memakai kampuh pinggang di atas ataupun dibawah ikat pinggang sama, pakai kerutan atau tanpa kerutan dan pakai lipit atau tidak pakai lipit.
6. Analisa desain dan konstruksi
Merubah pola dasar menjadi pola busana sesuai dengan desain tertentu terdapat pada cara memindahkan lipit pantas (lipit kup) pola dasar wanita dewasa, karena lipit pantas ini merupakan aset dalam pecah pola atau merobah pola. Begitu pula mengkonstruksi pola pakaian sesuai dengan desain dapat dengan memindahkan lipit pantas sehingga menjadi desain yang baru atau menjadi garis hias seperti garis princes, garis empire serta garis hias lainnya. Memecah lipit pantas pada rok dan mengembangkannya menjadi rok model A. Begitu pula dengan bentuk kerah, bentuk lengan dan sebagainya.
7. Analisa desain
Gaun yang mempunyai garis pas empire, lipit kup dijadikan kerutan dibawah buste (buah dada). Konstruksinya, lebih kurang 9 cm dari garis pinggang (½ panjang sisi) untuk pas pinggang kupnya dihilangkan. Memakai lengan kop, konstruksinya adalah; puncak lengan dipecah (digunting) dan dikembangkan. Kerah sanghai (kerah board). Rok model A, konstruksinya; lipit kup (lipit pantas) dilipatkan dan pada ujung kup digunting dan secara otomatis akan menjadi kembang ( terbuka ) setelah lipit kup ditutup.
c. Pola Busana
Pola busana adalah pola yang telah dirubah berdasarkan desain dari busana tersebut. Untuk membuat pola busana dapat dengan pengembangan, pecah pola, ataupun mengkostruksi pola berdasarkan model dan analisis model seperti pola blus yang terdiri dari pola blus muka, belakang, lengan, kerah dan perlengkapan lainnya seperti saku kalau ada sesuai dengan model, semua sudah lengkap dengan tanda-tanda pola seperti tanda arah benang, tanda lipatan, tanda kampuh dan sebagainya. Contoh lain pola celana yaitu: pola celana bagian muka, pola celana bagian belakang, saku, pola ban pinggang dan sebagainya. Begitu juga dengan model-model busana lainnya.
C. Meletakkan Pola Di Atas Bahan
1. Rancangan bahan
Merancang bahan adalah memperkirakan banyaknya bahan yang dibutuhkan pada proses pemotongan. Rancangan bahan diperlukan sebagai pedoman ketika memotong bahan.
Cara membuat rancangan bahan yaitu:
a. Buat semua bagian-bagian pola yang telah dirobah menurut desain serta bagian-bagian yang digunakan sebagai lapisan dalam ukuran tertentu seperti ukuran skala 1:4,
b. Sediakan kertas yang lebarnya sama dengan lebar kain yang akan digunakan dalam pembuatan pakaian tersebut dalam ukuran skala yang sama dengan skala pola yaitu 1:4,
c. Kertas pengganti kain dilipat dua menurut arah panjang kain dan bagian-bagian pola disusun di atas kertas tersebut. Terlebih dahulu susunlah bagian-bagian pola yang besar baru kemudian pola-pola yang kecil agar lebih efektif dan efisien, dan
d. Hitung berapa banyak kain yang terpakai setelah pola diberi tanda-tanda pola dan kampuh.
Rancangan bahan diperlukan sebagai pedoman ketika memotong bahan. Bila rancangan bahan berbentuk marker yang dipakai untuk memotong bahan dalam jumlah banyak, maka sebelum diletakkan di atas bahan, panjang marker dijadikan ukuran untuk menggelar bahan sebanyak jumlah yang akan diproduksi, atau disesuaikan dengan kemampuan alat potong yang digunakan.
Metoda didalam perencanaan marker ini dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Menggunakan pola dengan ukuran sebenarnya langsung diatas marker dengan jalan mengatur letak pola-pola agar didapat efisiensi marker yang terbaik,
b. Menggunakan pola yang diperkecil. Untuk memperkecil pola ini, digunakan peralatan antara lain, pantograph, meja skala dan kamera, dan
c. Menggunakan computer yang terintegrasi, yang terdiri dari:
1. Digitizer, keyboard, mouse sebagai pemasok data,
2. CPU sebagai pengolah data dan media penyimpanan,
3. Monitor sebagai media pemantau, dan
4. Printer, plotter sebagai media pencetak.
Metoda dalam penggambaran dan penggandaan marker dibedakan menjadi:
a. Digambar dengan tangan, mengikuti pola pada kertas. Pembuat marker meletakkan pola di atas kertas, lalu menggambar dengan mengitari pola untuk setiap pola dan masing-masing ukuran diberi kode,
b. Dengan perantara komputer. Pembuat marker tinggal memberi instruksi ke komputer untuk menggambarkan marker keatas kertas.Perintah ini diteruskan sampai marker digambar oleh plotter. Proses penggambaran dan penggandaan membutuhkan sedikit perhatian dari pembuat marker, dan
c. Digambar langsung ke kain/bahan, caranya dengan mengitari pola dan dengan spray marking.
a. Merancang Bahan dan Harga
Merancang bahan dan harga artinya memperkirakan banyaknya keperluan bahan serta biaya yang dibutuhkan untuk selembar pakaian. Merancang bahan dan harga ada dua cara :
1. Dengan menghitung jumlah bahan secara global, kita dapat memperkirakan jumlah bahan yang terpakai atau yang akan digunakan untuk satu desain pakaian. Caranya dapat dilakukan dengan mengukur panjang bagian-bagian pola pakaian seperti , panjang blus/gaun, panjang lengan, panjang rok atau panjang celana dan ditambah kampuh setiap bagian pakaian. Disamping itu kita juga mempertimbangkan lebar kain yang digunakan dan membandingkannya dengan bagian pola yang terlebar dan letak masing-masing pola. Namun perhitungan secara global ini dapat diaplikasikan untuk desain pakaian yang tidak terlalu rumit seperti rok, celana atau blus dengan desain yang sederhana.
2. Membuat rancangan bahan dengan ukuran skala yaitu pola pakaian dibuat dengan ukuran skala, apakah skala 1;4, 1:2, 1:6 atau 1:8 atau dengan pola ukuran asli/ukuran sebenarnya dan kertas juga dipakai ukuran sebenarnya. Sesuaikan lebar bahan yang akan dipotong dengan lebar kertas yang dijadikan untuk rancangan bahan/kertas pengganti kain. Susun pola pakaian di atas kertas pengganti kain seefektif dan seefisien mungkin.
2. Tujuan membuat rancangan bahan dan harga
a. Untuk mengetahui banyak bahan yang dibutuhkan sesuai desain busana yang akan dibuat,
b. Untuk menghindari kekurangan dan kelebihan bahan,
c. Sebagai pedoman waktu menggunting agar tidak terjadi kesalahan, dan
d. Untuk mengetahui jumlah biaya yang diperlukan.
3. Cara membuat rancangan bahan dan harga
a. Buatlah semua bagian–bagian pola yang telah dirobah menurut desain dalam ukuran tertentu seperti ukuran skala 1:4. Setiap pola dilengkapi dengan tanda–tanda pola yaitu arah serat, tanda lipatan bahan, kampuh dan sebagai nya, dan juga siapkan bagian-bagian pola yang kecil seperti kerah, lapisan–lapisan pakaian termasuk depun atau serip dan sebagainya,
b. Sediakan kertas yang lebarnya sama dengan lebar kain yang akan digunakan dalam pembuatan pakaian tersebut seperti : kain dengan lebar 90 cm, 115 cm, atau kain dengan lebar 150 cm dalam ukuran skala yang sama dengan skala pola,
c. Kertas pengganti kain dilipat dua menurut arah panjang serat, susun dan tempelkan pola-pola tersebut di atas kertas pengganti kain sesuai dengan tanda–tanda pola seperti tanda arah benang, tanda lipatan kain dan sebagainya, selain itu yang juga perlu diingat yaitu susunlah pola yang ukurannya paling besar, setelah itu baru menyusun bagian–bagian pola yang lebih kecil dan terakhir menyusun pola yang kecil–kecil, cara ini bisa membuat kita bekerja lebih efisien dan lebih efektif. Jika pola yang disusun belum memakai kampuh, ketika menyusun pola harus dipertimbangkan jarak antara masing-masing pola lalu diberi tanda kampuh pada setiap bagian pola tersebut,
d. Jika semua pola telah diletakkan dan telah diberi tanda, ukurlah panjang bahan yang terpakai, sehingga dapat ukuran kain yang dibutuhkan/berapa banyak kain yang terpakai,
e. Hitung juga pelengkap yang dibutuhkan, seperti kain furing, ritsleting, pita/renda, benang, kancing baju, kancing hak dan lain sebagainya (sesuai desain), dan
f. Hitunglah berapa banyak uang yang diperlukan untuk membeli bahan dan perlengkapan lainnya dalam pembuatan pakaian tersebut.
Untuk produksi massal bahan tidak dilipat dua tetapi dikembangkan, polanya juga dibuat lengkap (utuh) bukan sebelah, pola tersebut itulah yang disusun untuk membuat marker, dan marker ini selain untuk menghitung jumlah bahan, juga dipakai sebagai pedoman untuk ukuran penggelaran bahan (spreading). Setelah siap marker ditempelkan diatas spreading yang akan digunting.
Persyaratan proses spreading yang baik adalah:
a. Kerataan sisi tumpukan kain,
b. Penanggulangan cacat kain,
c. Arah lapisan kain,
d. Tegangan lapisan kain,
e. Kemudahan dalam memisahkan antar lapisan hasil pemotongan,
f. Penghindari distorsikain pada saat penggelaran, dan
g. Penghindaran pelelahan pada saat pemotongan.
Metoda penggelaran kain yang digunakan di industri pakaian jadi dapat dibagi dalam :
a. Penggelaran kain dengan tangan diatas meja datar,
b. Penggelaran kain dengan tangan dengan bantuan jarum kait,
c. Penggelaran kain dengan menggunakan mesin penggelar.
D. Memotong Bahan Sesuai Pola Pakaian
1. Memotong (cutting)
Memotong (cutting) bahan yang akan dijahit akan memberi pengaruh yang besar kepada pembuatan busana, jika salah potong akan menimbulkan kerugian baik dari segi biaya maupun waktu. Resiko ini berlaku untuk memotong busana perorangan atau pun untuk produksi massal.
Bagian pemotongan mempunyai pengaruh yang besar pada biaya pembuatan garmen, karena di bagian pemotongan ini apabila terjadi kesalahan potong akan mengakibatkan potongan kain tersebut tidak bisa diperbaiki. Pada dasarnya, semua perusahaan garmen mempunyai alur proses produksi yang sama dalam menghasilkan potongan kain yang siap jahit, baik perusahaan kecil atau besar, hanya tingkat operasi teknologi saja yang berbeda.
Tujuan pemotongan kain adalah untuk memisahkan bagian- bagian lapisan kain sesuai dengan pola pada rancangan bahan/marker.Hasil potongan kain yang baik adalah yang hasil potongannya bersih, pinggiran kain hasil potongan tidak saling menempel, tetapi terputus satu dengan yang lainnya.
Proses dalam memotong (cutting) adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan tempat dan alat-alat yang diperlukan
Alat-alat yang diperlukan yaitu berupa meja potong dengan ukuruan sekitar 2m x 0,8m; gunting / alat potong; alat untuk memberi tanda seperti kapur jahit, rader, karbon jahit, pensil merah biru; dan alat bantu jarum pentul.
b. Menyiapkan bahan
1. Memilih bahan Keserasian antara bahan dengan desain perlu diperhatikan sebelum memilih bahan serta perlu diuji daya lansainya, apakah sesuai untuk model pakaian berkerut, lipit atau mengembang. Caranya, bahan digantungkan memanjang dengan dilipit-lipit untuk memperhatikan jatuhnya bahan, serta untuk memperhatikan kasar halusnya bahan bisa dengan diraba apakah syarat-syarat pada desain terpenuhi.Jika desain memerlukan efek mengembang sebaiknya pilih bahan yang dapat membentuk gelembung dengan wajar.Sebaliknya jika desain memperlihatkan tekstur lembut maka jangan memakai bahan yang kaku.
2. Memeriksa bahan Sebelum bahan dipotong atau digunting perlu dilakukan pemeriksaan bahan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Kesesuaian bahan dengan desain,
b. Ukuran lebar kain agar bisa dibuat rancangan bahan,
c. Pemeriksaan cacat kain seperti cacat bahan, cacat warna, ataupun cacat printing sehingga bisa ditandai dan dihindari saat menyusun pola, dan
d. Apakah bahannya menyusut. Jika menyusut sebaiknya bahan direndam agar setelah dipakai dan dicuci ukuran baju tidak mengalami perubahan.
3. Teknik menggunting
a. Bahan dilipat dua di atas meja potong,
b. Pola-pola disusun dengan pedoman rancangan bahan dengan bantuan jarum pentul,
c. Menggunting bahan. Jika menggunting dengan tangan kanan maka tangan kiri diletakkan di atas kain yang akan digunting,
d. Bahan tidak boleh diangkat pada saat menggunting. Pola yang terlebih dahulu digunting adalah pola-pola yang besar seperti pola badan dan pola lengan.Setelah itu baru menggunting pola-pola yang kecil seperti kerah dan lapisan leher,
e. Sebelum pola dilepaskan dari bahan, beri tanda-tanda pola dan batas-batas kampuh terlebih dahulu. Caranya dengan menggunakan kapur jahit, rader dan karbon jahit, pensil kapur dan sebagainya. Cara pemakaian rader yaitu jika bahan baik keluar maka karbon dilipat dua dan bagian yang memberikan efek bekas dibagian luar diletakkan diantara dua bahan atau bagian buruk bahan. Lalu dirader pada batas kampuh atau garis kupnat.Setelah itu baru pola dilepaskan dari kain.
Alat potong yang digunakan ada beberapa jenis yaitu :
a. Pisau potong lurus (straight knife),
b. Mesin potong pisau bundar (round knife), dan
c. Menggunakan gunting biasa.
Hasil pemotongan yang baik, adalah pemotongan yang tepat pada tanda-tanda pola dan tidak terjadi perobahan bentuk. Hal ini akan memudahkan dalam menjahit dan menghasilkan jahitan yang sesuai dengan kebutuhan/ukuran. Alat potong/gunting yang digunakan adalah gunting yang tajam dan jangan dipakai gunting yang tumpul. Jangan dibiasakan menggunakan gunting kain untuk menggunting kertas atau pun yang lainnya, juga perlu dijaga gunting jangan sampai jatuh karena akan mengakibatkan pergeseran mata gunting sehingga terasa tumpul atau tidak dapat berfungsi lagi.
Alat potong untuk produksi massal, ada beberapa jenis yaitu:
a. Pisau potong lurus (straight knife) yang mempunyai 2 mata pisau, ukuran panjang mata pisau berfariasi 10 s.d 33 cm dengan gerakan naik dan turunnya 2,5 s.d 4,5 cm, makin besar gerakan pisau pemotong maka semakin cepat proses pemotongan dan lebih memudahkan operator dalam mendorong pisau tersebut dan bisa memotong kain lebih banyak. Pisau ini banyak digunakan oleh industri pakaian jadi,
b. Mesin potong pisau bundar (round knife) pisau ini hanya bisa memotong dalam jumlah sedikit/terbatas dan untuk pemotongan yang lurus. Bila digunakan untuk memotong jumlah yang banyak dan bentuk lengkungan akan menghasilkan potongan yang tidak sama dengan bentuk pola, dengan kata lain hasil potongan kain lapisan bawah berbeda ukuran dengan kain lapisan atas, diameter pisau bervariasi mulai dari 6 cm sampai dengan 30 cm,
c. Mesin potong pita (Band Knife), hasil potong pisau ini sangat akurat, terutama dipakai untuk pemotongan pola-pola kecil atau yang berbentuk aneh. Caranya: lapisan kain digerakkan kearah pisau yang berputar, sedangkan pisau sendiri diam. Berikut ini dapat dilihat contoh mesin potong tersebut:
d. Alat potong cetak (Dil Cutting), bentuk alatnya sama dengan pola dan bila tumpul tidak bisa dipakai lagi. Pemakaian bahan agak boros dan biasanya untuk memotong kerah, kaos, manset dan sebagainya,
e. Alat pemotong yang dikendalikan dengan komputer. Cara ini lebih akurat dan cepat. Disini tidak perlu marker karena susunan pola telah tertata di dalam komputer. Ketika proses pemotongan diperlukan alat bantu seperti alat untuk memberi tanda seperti tanda kampuh. Jika kampuh pakaian yang dipotong sudah standar sesuai dengan produk yang akan dibuat, hal ini sudah diketahui operator penjahitan sehingga tidak memerlukan tanda, dan kalau ada tanda-tanda yang khusus seperti kupnat hanya dengan memberi titik pada ujung atau sudutnya dengan lubang halus dan tanda lainnya yang sudah dipahami bersama.
Teknik/strategi memotong juga perlu diperhatikan, misalnya sebelum memotong sudah disiapkan semua pola sampai pada komponen–komponen yang kecil-kecil. Bahan sudah diperiksa dan bila tidak lurus diluruskan bila susah meluruskannya dapat dengan cara menarik satu benang kemudian dipotong pada bekas tarikan benang tersebut. Jika bahannya tidak rata maka ditarik dua sudut dengan arah diagonal sehingga hasilnya rata dengan sudut 900 langkahnya sebagai berikut:
a. Bahan dilipat dua di atas meja potong dengan posisi bagian baik bahan keluar atau sebaliknya,
b. Pola–pola disusun dengan pedoman rancangan bahan dengan bantuan jarum pentul,
c. Setelah semua diletakkan baru dipotong, jika memotong dengan tangan/menggunakan gunting biasa, gunting dipegang dengan tangan kanan dan tangan kiri diletakkan rata di atas kain dekat bahan yang digunting atau sebaliknya,
d. Bahan tidak boleh diangkat pada saat menggunting karena hal ini akan menyebabkan hasil guntingan tidak sesuai dengan bentuk pola. Guntinglah bagian–bagian yang besar terlebih dahulu seperti pola bagian muka dan pola bagian belakang, pola lengan, setelah itu bagian yang kecil–kecil, seperti kerah, lapisan leher dan sebagainya.Hasil guntingan harus rata dan rapi.Sisa–sisa guntingan atau perca disisihkan sehingga meja dan ruangan tetap bersih.Usahakan pola atau perca tidak berantakan/berserakan baik di atas meja maupun di bawah meja, dan
e. Sebelum pola di lepaskan tanda–tanda pola dan batas–batas kampuh dipindahkan, cara memindahkannya bermacam– macam antara lain menggunakan kapur jahit, rader dan karbon jahit, pensil kapur dan sebagainya.
Kalau memotong bahan untuk produksi massal seperti konveksi, caranya adalah:
a. Bahan digelar tak perlu dilipat sesuai ukuran panjang marker dan ditumpuk sesuai dengan rencana jumlah produksi. Yang perlu diperhatikan sewaktu penggelaran bahan adalah : sisi tumpukan kain harus rata ketegangan lapisan kain sama, dan bahan–bahan bersih dari yang cacat. Penggelaran dapat dilakuklan secara manual dan dapat juga dengan mesin penggelaran. Bila sudah cocok jumlahnya lalu marker diletakkan diatas bahan, digunting dengan gunting listrik bila jumlahnya tidak terlalu banyak cukup dengan gunting listrik atau pisau bundar, dan
b. Pada saat pemotongan, bahan pembantu (pelapis) juga ikut dipotong. Hasil pemotongan harus rapi dan bersih, pinggir kain potongan tidak saling menempel. Pemotongan harus konsisten setelah selesai pemotongan dibundel dan di beri nomor kode sesuai dengan desain, ukuran dan warna juga disesuaikan dengan urutan proses penjahitan sehingga pekerjaan lebih cepat dan lancar.
2. Mengemas Pola dan Potongan Bagian-Bagian Busana (Bundeling)
Bundeling yaitu pemisahan dan penggulungan bagian-bagian pola yang sudah diberi tiket yang kemudian jumlah penggulungan disesuaikan dengan jumlah yang tertera pada tiket tersebut. Pekerjaan bundeling bisa juga :
a. Menghitung bahan yang sudah dipotong (bagian-bagiannya),
b. Menulis order,
c. Pemberian tiket,
d. Jumlah,
e. Size/ukuran,
f. Stamfing
Komponen-komponen busana yang sudah dipotong di bundle, maksudnya komponen disiapkan berdasarkan ukuran, warna dan jumlahnya sesuai dengan komposisi yang diperlukan di bagian penjahitan/sewing. Mengemas pola dan mengemas potongan-potongan bagian busana sangat penting dalam persiapan penjahitan. Membuat bundle serta mempersiapkannya sesuai dengan kebutuhan dibagian penjahitan. Bundle adalah komponen yang sudah dipotong, disiapkan berdasarkan ukuran, warna dan jumlah yang dibutuhkan sesuai dengan komposisi yang diperlukan dibagian sewing.
Penjahitan merupakan bagian yang paling penting dalam membuat busana, tanpa penjahitan maka bagian-bagian pakaian yang sudah dipotong tidak akan ada artinya sama sekali. Pada perusahaan pakaian jadi/garmen, bagian mengemas pola dan bagian-bagian busana (bundeling) dipimpin oleh seorang menager (menager bundeling). Maneger bundeling bertanggung jawab kepada operator devisi terhadap bahan-bahan dan perlengkapannya. Ketepatan mengemas bagian-bagian busana (bundeling) dapat memperlancar proses produksi, dan sebaliknya kelalaian/kesalahan mengemas bagian-bagian busana (bundeling) menyebabkan proses penjahitan menjadi terganggu, lambat dan tidak tepat waktu.
Manager bundeling juga bertugas :
a. Membagi bundle bahan-bahan dan perlengkapannya kepada operator dan mengambil bahan-bahan yang yang telah selesai dikerjakan, selanjutnya memberi tanda periksa pada tiap-tiap operasi,
b. Bekerja sama dengan section chief/assistant chief mecari penambahan material dari line lain untuk dikerjakan oleh operator yang kekurangan material,
c. Bekerja sama dengan supervisor bila terdapat ketidak lengkapan, kerusakan bundle untuk mendapat penyelesaian, agar bundle tersebut dapat segera diproduksi, dan
d. Membuat bon permohonan pengambilan material untuk penambahan atau penggantian dan melengkapi kekurangan dengan persetujuan assistant production maneger.
Jika suatu pekerjaan tidak bisa diselesaikan tepat waktu, maka biaya produksi akan menjadi besar. Setiap jenis busana yang diproduksi dijahit pada devisi masing-masing. Setiap devisi membutuhkan proses bundeling, setiap bundeling terdiri dari bagian-bagian busana, hal ini sangat tergantung dari desain busana yang sedang diproduksi. Untuk membundel busana perorangan, juga berpedoman kepada desain yang dibuat. Pastikan ketika menggunting bahwa bagian- bagian busana telah sesuai dengan desain. Pada proses bundeling baik untuk perorangan ataupun untuk produksi masal disamping membundel bagian-bagian busana juga disertai dengan bagian yang lain, misalnya lapisan garis leher, tengah muka, kantong dan lain sebagainya.
E. Memindahkan Tanda-Tanda Pola
Setelah bahan digunting, bentuk pola dipindahkan pada bahan dan tanda-tanda pola yang lainnya kadang-kadang juga perlu dipindahkan. Berikut ini adalah tanda-tanda pola yang akan dipindahkan pada bahan adalah:
1. Garis pinggir (tepi) pola,
2. Garis bahu muka dan belakang,
3. Garis sisi badan muka dan belakang,
4. Garis lingkar kerung lengan,
5. Garis lipit pantas (kupnat),
6. Garis tengah muka dan tengah belakang,
7. Garis lipatan bawah baju/blus, bawah rok, ujung lengan,
8. Tanda puncak lengan,
9. Batas pinggang, garis empire, garis princes kalau ada,
10. Batas kerutan kalau ada,
11. Dan tanda-tanda khusus lainnya sesuai desain
Alat-alat yang digunakan untuk memberi tanda pada bahan adalah rader, karbon jahit, pensil kapur, Rader biasanya digunakan berpasangan dengan karbon jahit, rader ada yang memakai gigi dan ada yang licin. Waktu pemakaian rader rodanya dapat dipergunakan dengan lancar dan tidak oleng dan hasilnya dapat memberikan bekas yang rapi, karbon jahit yang dipakai yaitu karbon jahit yang khusus untuk kain. Warna karbon bermacam-macam ada berwarna putih, kuning, hijau, merah. Jangan memakai karbon mesin tik karena karbon mesin tik tidak dapat hilang walaupun sudah dicuci. Kapur jahit, berbentuk segitiga dengan warna putih, merah, kuning, biru, pensil jahit juga mempunyai isi kapur yang mempunyai warna yang beraneka ragam memilih warna kapur atau pensil kapur yang berbeda dengan warna kain.
Pemilihan alat pemberi tanda ini disesuaikan dengan jenis bahan yang akan diberi tanda (dipotong) seperti tenunan berat, tebal, tenunan tipis ataupun ringan serta tembus pandang dan sebagainya.
Berikut ini akan dijelaskan penggunaan dari masing-masing alat pemberi tanda serta cara pemindahan tanda-tanda pola :
1. Memindahkan tanda dengan rader dan karbon jahit.
Rader bergigi digunakan untuk kain yang berat dan tebal serta sedang dan rader yang licin (tanpa gigi) untuk bahan dengan tenunan tipis (ringan) sampai sedang. Sebaiknya sewaktu penggunaan rader meja kerja dialas dengan karton agar meja tidak rusak oleh tekanan rader.
Pemakaian rader dikombinasikan dengan karbon jahit yang mana cara pemakaiannya adalah, bila bahan bagian baik keluar, karbon dilipat dua bagian yang memberi efek bekasnya diluar diletakkan diantara dua bahan atau bagian buruk bahan, dan jika bagian baik kedalam karbon dilipat kedalam kemudian diapitkan pada bahan, lalu dirader pada batas kampuh atau garis kupnat dan sebagainya, jangan ditekan terlalu keras, cukup asal memberi bekas, bila sudah selesai dirader barulah pola dilepas dari kain. Bagian buruk bahan berhadapan dan karbon jahit diletakkan diantaranya, sehingga setelah ditekan dengan rader akan meninggalkan bekas rader pada kedua bagian buruk bahan. Jika melipat bahan yang bagian buruk di dalam atau bagian baik bahan berhadapan, maka karbon diletakkan masing-masing pada bagian buruk bahan (karban dilipatkan). Warna karbon dipilih yang dekat atau bertingkat dengan warna bahan agar tidak memberi bekas yang tajam.
Janganlah memakai karbon tik, karena tidak hilang bila dicuci, tetapi gunakanlah karbon khusus untuk memberi tanda bahan pakaian(karbon jahit) Kalau dengan rader yang dipakai adalah karbon jahit.
2. Menggunakan kapur jahit dan pensil kapur
Penggunaan kapur jahit sebagai pemindahan tanda-tanda pola apabila tidak dapat diberi tanda dengan karbon, misalnya bahan tebal seperti wool, atau bila pembuatan pola langsung di atas bahan. Pemakaian pensil kapur sama dengan kapur jahit dan hasilnya penggunaan pensil kapur garisnya lebih halus dan lebih rapi, bekas kapur jahit atau pun pensil kapur dapat hilang bila dicuci.
3. Memakai lilin jahit
Memberi tanda-tanda dengan lilin pada bagian dalam bahan pakaian, lilin jahit tidak hilang waktu dicuci dan atau diseterika, jadi usahakanlah dipakai bila perlu saja, lilin jahit dapat diganti dengan sisa sabun mandi. Lilin jahit juga ada yang putih dan ada juga berwarna.
4. Memakai tusuk jelujur.
Tusuk jelujur digunakan untuk memberi tanda pada bahan yang halus, seperti sutra. Hal ini dilakukan agan bahan tetap bersih. Caranya adalah, pada garis pola dijahit dengan teknik jelujur, ketika menjahit dengan mesin, jahit jelujur inilah yang dipedomani.
Dari semua cara di atas yang banyak dipakai untuk memberi tanda adalah menggunakan rader dengan karbon jahit dan kapur jahit, karena ini lebih praktis dan tidak terlalu banyak noda asal sesuai dengan cara pemakaian yang benar. Jika menggunakan kapur jahit terlalu kuat atau kasar, apalagi warnanya kontras dengan warna bahan pakaian hasilnya akan mengecewakan. Untuk itu berhati-hatilah didalam memberi tanda, supaya hasilnya lebih rapi.
F. Menjahit (sewing)
Menjahit merupakan proses dalam menyatukan bagian-bagian kain yang telah digunting berdasarkan pola. Teknik jahit yang digunakan harus sesuai dengan desain dan bahan karena jika tekniknya tidak tepat maka hasil yang diperoleh pun tidak akan berkualitas.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses menjahit adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat-alat jahit yang diperlukan
Seperti mesin jahit yang siap pakai yang telah diatur jarak setikannya, jarum tangan, jarum pentul, pendedel, seterika dan sebagainya, serta bahan yang telah dipotong beserta bahan penunjang/pelengkap yang sesuai dengan desain,
2. Pelaksanaan menjahit
Dalam pelaksanaan menjahit untuk mendapatkan hasil yang berkualitas hendaklah mengikuti prosedur kerja yang benar dan tepat disesuaikan dengan desain.
Secara umum langkah–langkah pelaksanaan menjahit sebagai berikut:
a. Menyambungkan bagian bahu yaitu bagian muka dan belakang, untuk busana wanita dijahit dengan teknik kampuh terbuka sedangkan untuk busana anak-anak dijahit dengan teknik kampuh balik. Kemudian dilanjutkan dengan menjahit bagian sisi muka dan belakang,
b. Memasang kerung lengan. Saat memasang lengan harus diperhatikan bahwa titik puncak lengan harus tepat agar jatuhnya lengan bagus,
c. Penyelesaian belahan sesuai dengan jenis belahannya,
d. Penyelesaian leher harus sesuai dengan desain, apakah memakai kerah atau lapisan leher, dan
e. Penyelesaian kelim dengan cara sum atau dengan setikan mesin, disesuaikan dengan desain busana itu sendiri. Kalau untuk busana wanita setelah pas pertama atau fitting setelah itu baru dijahit dengan mesin.
Penjahitan merupakan proses yang sangat penting dalam suatu usaha busana. Menjahit yaitu menyatukan bagian–bagian kain yang telah dipotong berdasarkan pola dan sesuai dengan desain. Tujuan penjahitan adalah untuk membentuk sambungan jahitan (seam) dengan mengkombinasikan antara penampilan yang memenuhi standar proses produksi yang ekonomis.
Teknik jahit yang dipakai hendaklah disesuaikan dengan desain serta bahan busana itu sendiri. Suatu seam dikatakan memenuhi standar apabila hasil sambungan rapi dan halus tanpa cacat, baik hasil jahitan ataupun kenampakan kain yang telah dijahit terlihat rapi. Ada kalanya kita menemukan kain yang telah dijahit tidak rapi, hal ini dapat disebabkan karena jarum mesin yang digunakan tidak tajam. Bagaimanapun baiknya pola, bila teknik jahit tidak tepat tentunya kualitas busana tidak akan baik. Maka dari itu kita harus dapat menguasai dan memilih teknik jahit/jenis seam (kampuh) yang digunakan. Pemilihan jenis seam ini juga berdasarkan estetika, kekuatan, ketahanan, kenyamanan, ketersediaan mesin dan biaya.
Tempat duduk untuk menjahit pilihlah kursi dengan sandaran yang lurus dan tanpa tangan agar siswa dapat duduk dengan sempurna dan tidak cepat lelah. Ruangan ini juga dilengkapi dengan alat untuk mempres atau memampat dan juga tersedia ruang pas/fiting.
Untuk kelancaran proses manjahit terlebih dahulu dilakukan persiapan yang matang antara lain adalah : Siapkan alat jahit yang diperlukan seperti :
a. Mesin jahit lengkap dengan komponen–komponen siap pakai, sudah diberi minyak mesin dan dibersihkan dengan lap agar tidak menumpuk minyaknya,
b. Periksa jarak antara setikan sudah sesuai dengan yang diinginkan,
c. Alat–alat jahit tangan dan alat penunjang seperti: jarum tangan, jarum pentul, pendedel, setrika dan sebagainya, dan
d. Bahan yang sudah dipotong beserta bahan pelengkap sesuai dengan desain/sesuai dengan kebutuhan.
Menjahit busana untuk produksi massal, proses menjahit sebaiknya dilakukan dengan ban berjalan, maksudnya untuk selembar pakaian dikerjakan oleh sederet operator menjahit.Setiap bagian menggunakan mesin jahit yang khusus, sesuai dengan teknik jahitnya, dan operatornya disesuaikan dengan keahliannya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalam menjahit untuk produksi masal antara lain :
a. Persiapan penjahitan, tujuannya adalah untuk memberi tanda, membuat bundle serta mempersiapkannya sesuai dengan kebutuhan dibagian penjahitan,
b. Shade marking, proses ini memastikan komponen-komponen yang dipotong tidak tercampur pada waktu penggabungan, terutama untuk warna yang sama,
c. Ticketing, setiap komponen untuk satu garment, diberi nomor spesifik, biasanya memakai kertas kecil, dan
d. Bundle, bundle komponen yang sudah dipotong, disiapkan berdasarkan ukuran, warna dan jumlahnya sesuai dengan komposisi yang diperlukan dibagian sewing.
Berdasarkan British Standard BS 3870: Part 2: 1983, jenis seam dibedakan dalam 8 kelas menurut type dan jumlah komponen pembentukannya. Komponen pembentuk dapat berupa bahan utamanya atau bahan tambahan yang mempunyai lebar terbatas maupun tidak terbatas. Dikatakan komponen terbatas pada satu sisinya, maka sisi tersebut merupakan sisi guntingan yang akan dijadikan seam. Komponen yang terbatas pada kedua sisinya seperti renda, pita atau elastic yang lebarnya kecil. Sedangkan komponen dikatakan tidak terbatas pada satu sisinya, maka sisi tersebut merupakan sisi yang berlawanan dengan sisi terbatas.
Adapun 8 kelas dari seam adalah sebagai berikut:
a. Kelas 1 (superimposed seams), seam ini dibentuk oleh minimum dua buah komponen, yang mana letak sisi terbatasnya sama.
b. Kelas 2 (lapped seam) seam ini dibrentuk oleh minimum dua buah komponen, yang mana letak sisi terbatasnya berlawanan dan saling menumpang.
c. Kelas 3 (bound seam), seam ini dibentuk minimum oleh dua buah komponen, komponen pertama terbatas pada salah satu sisinya sedangkan komponen kedua terbatas pada kedua sisinya dan letaknya membungkus ujung terbatas pada komponen pertama.
d. Kelas 4 (flat seam), seam ini dibentuk oleh hinimum dua buah komponen, yang mana letak sisi terbatasnya berlawanan dan kedudukannya sejajar.
e. Kelas 5 (decorative stitching), seam ini dibentuk oleh minimum satu buah komponen yang tidak terbatas pada kedua sisinya.
f. Kelas 6 (edge neatening), seam ini hanya dibentuk oleh sebuah komponen yang terbatas pada salah satu sisinya.
g. Kelas 7 (shirt buttonhole band), seam ini dibentuk oleh minimum dua buah komponen, yang mana komponen pertamanya terbatas pada salah satu sisinya dan komponen yang lain terbatas pada kedua sisinya.
h. Kelas 8, seam ini hanya dibentuk oleh satu komponen yang terbatas pada kedua sisinya.
1. Alat-alat untuk menjahit
Pengetahuan tentang macam-macam alat menjahit serta menggunakannya dengan terampil, dimulai dengan alat pokok yaitu mesin jahit biasa. Yang dimaksud dengan mesin jahit biasa ialah mesin yang jalannya sederhana, yaitu hanya dapat menjahit lurus saja. Bentuk mesin dapat berupa mesin duduk, standar, atau kabinet. Mesin duduk sudah jarang di pakai baik oleh ibu rumah tangga apalagi di tempat usaha, yang ada hanya mesin dengan injakan kaki, atau mesin yang dioperasikan dengan tenaga listrik (dynamo).
Latihan menjahit untuk melatih keterampilan dapat dengan membuat macam-macam contoh jahitan, berupa sebuah lap jahitan atau fragmen-fragmen, dengan bermacam-macam jahitan seperti jahitan garis lurus, jahitan melengkung (lingkaran), dan jahitan empat persegi.
Secara umum alat jahit terbagi atas dua bagian yaitu alat menjahit pokok dan alat menjahit tambahan. Alat menjahit pokok terdiri dari: mesin jahit ditambah alat-alat jahit lain yang dipergunakan untuk menjahit sederhana, sedangkan alat menjahit tambahan adalah alat yang dipergunakan untuk mempermudah dan mempercepat pekerjaan. Jadi penyediaan alat ini selain dari mesin jahit tergantung dari kebutuhan apakah untuk siswa disekolah atau untuk pengusaha disebuah usaha busana, dan juga disesuaikan dengan kemampuan dalam hal keuangan untuk memenuhi kebutuhan alat-alat tersebut, serta keterampilan siswa/karyawan dan besar kecilnya usaha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat perbedaan alat jahit pokok dengan alat jahit tambahan pada keterangan berikut:
a. Alat menjahit pokok
Dalam membuat pakaian perlu dipersiapkan paling sedikit alat dan perlengkapan menjahit seperti mesin jahit, meja kerja, cermin, strika, papan strika, kotak jahit yang diisi dengan pita ukuran (cm) tali pengikat, gunting, rader, karbon jahit, jarum jahit, jarum pentul alat-alat tulis, karbon jahit dan lain sebagainya.
b. Alat-alat menjahit tambahan
Alat-alat menjahit tambahan yang kita perlukan tergantung pada macam dan banyaknya jahitan yang akan dikerjakan. Alat tambahan ini selain dapat menghemat waktu juga dapat memberikan hasil yang lebih baik seperti: alat tambahan untuk hiasan-hiasan pakaian dengan mesin serbaguna. Kita dapat menggunakan alat tersebut untuk menghiasi pakaian luar maupun pakaian dalam, pakaian anak dan pakaian bayi maupun lenan rumah tangga.
Alat menjahit tambahan yang terkelompok kepada mesin, alat potong dan alat mengukur, sepatu-sepatu mesin dan alat lain yang dapat dimasukkan sebagai alat menjahit tambahan adalah sebagai berikut:
1. Macam-macam mesin jahit: yaitu mesin jahit khusus dan mesin jahit serba guna, mesin jahit lurus dan zig zag,
2. Macam-macam gunting seperti gunting rumah kancing, gunting bordir, gunting zig-zag, gunting tiras, gunting listrik, gunting jelujur dan gunting benang,
3. Macam-macam pengukur yaitu: pengukur lebar klim, pengukur panjang rokMacam-macam mistar atau rol, mistar lengkung pendek, lengkung panjang, siku-siku,
4. Macam-macam sepatu mesin: sepatu pengelim, sepatu tutup tarik, sepatu kancing dsb,
5. Macam-macam alat pres dan :alat pembuat gesper dan kancing bungkus,
6. Cemin diperlukan untuk dapat melihat pakaian yang sedang di pas tingginya hendaklah setinggi dari ujung kepala sampai ujung kaki dan lebarnya minimal 50 cm.
G. Penyelesaian (Finishing)
Finishing adalah kegiatan penyelesaian akhir yang meliputi pemeriksaan (inspection), pembersihan (triming), penyetrikaan (pressing) serta melipat dan mengemas. Tujuannya adalah agar pakaian yang dibuat terlihat rapi dan bersih. Kegiatan ini dilakukan setelah proses menjahit dengan mesin.
Pemeriksaan atau inpection merupakan kegiatan yang menentukan kualitas dari hasil jahitan. Pada kegiatan pemeriksaan ini dilakukan pembuangan sisa-sisa benang dan pemeriksaan bagian-bagian busana apakah terdapat kesalahan dalam menjahit atau ketidakrapian dari hasil jahitan seperti ada bagian yang berkerut, ada bagian yang tidak terjahit atau ada bagian-bagian busana yang tidak rapi. Setelah dilakukan pemeriksaan ini, dilakukan pemisahan pakaian yang hasilnya baik dan yang tidak baik. Kualitas pakaian yang tidak baik biasanya dikembalikan ke bagian produksi untuk diperbaiki.
Langkah selanjutnya adalah pembersihan (trimming). Kegiatan ini dilakukan khusus di bagian quality control yang mana sisa-sisa benang dibuang dan pelengkap pakaian seperti kancing dan perlengkapan lainnya dipasangkan. Pakaian yang sudah dibersihkan dilanjutkan ke bagian penyetrikaan (pressing). Penyetrikaan yang dimaksud merupakan penyetrikaan akhir sebelum pakaian dipasang label dan dikemas. Pressing ini bertujuan untuk menghilangkan kerutan-kerutan dan menghaluskan bekas-bekas lipatan yang tidak diinginkan, membuat lipatan-lipatan yang diinginkan, menambah kerapian dan keindahan pada pakaian serta untuk memberikan finis akhir pada pakaian setelah proses pembuatan. Penyetrikaan ini ada yang menggunakan setrika uap dan ada juga yang menggunakan mesin khusus pressing. Menyetrika merupakan pekerjaan yang harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena beresiko tinggi.Untuk itu, suhu perlu diatur sesuai dengan jenis bahan seperti linen, katun, wol, sutera, dan lain-lain. Disaat melakukan pressing perlu dilakukan pengontrolan seperti tingkat kerataan bahan dan lapisan serta hasil pressing jangan sampai berkerut atau tidak rata. Pakaian yang sudah selesai di press barulah dipasang label dan dikemas.
Pekerjaan lain dalam penyelesaian atau finishing yaitu memasang kancing; membersihkan sisa benang; memeriksa jahitan, apakah sudah tepat pada garis pola, jahitan tidak berkerut, serta jarak setikan sudah tepat; pemeriksaan cacat, apakah kotor atau ternoda minyak mesin, atau mengalami kerusakan selama proses menjahit. Setelah itu dilakukan pengemasan busana sebelum diserahkan kepada konsumen atau pemesan.
Penyempurnaan pakaian setelah pengepresan sangat diperlukan untuk mendapatkan kualitas yang diinginkan adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Membersihkan sisa-sisa benang, sisa benang dan dibersihkan (dipotong), bekas jelujuran dibuka dan diperiksa apakah masih ada tiras-tiras yang tidak dirapikan atau diobras dan belum rapi,
2. Memeriksa jahitan apakah jahitannya sudah tepat pada garisnya, sudah datar, tidak berkerut atau jarak setikan sudah sesuai dan apakah setiap ujung jahitan sudah dimatikan. Bila ada yang belum memenuhi standar perlu diperbaiki,
3. Pemeriksaan cacat apakah ada kotor atau ternoda minyak mesin, kalau ada perlukah diadakan pencucian dan kalau dicuci dengan apa dicuci apakah cukup dengan sabun atau perlu dengan obat-obat pembersih. Bila ternoda oleh minyak mesin dapat dihilangkan dengan menaburkan bedak pouder tepat pada noda dan dibiarkan beberapa jam, nanti minyak akan diserap oleh bedak, untuk menghilangkan noda bedak perlu dicuci. Apakah dicuci dengan sabun saja atau memakai obat. Jika memakai obat perlu disesuaikan dengan asal bahan seperti katun putih dapat dipakai pemutih dan bila katun bewarna atau batik dilarang memakai pemutih karena akan mengakibatkan warnanya tidak rata lagi.
BAB 3
PENUTUP
a. Kesimpulan
Tempat kerja masing-masing siswa hendaklah selalu tertata dengan teratur, mengingat tempat ini selalu digunakan setiap harinya dalam melaksanakan proses suatu pekerjaan. Pada prinsipnya perencanaan marker ini ditujukan untuk mendapatkan efisiensi marker yang besar. Rumus efisiensi marker adalah, jumlah luas seluruh pola pada marker dibagi dengan luas keseluruhan marker dikalikan 100 %.
Tujuan pemotongan kain adalah untuk memisahkan bagian-bagian busana sesuai dengan desain busana yang dibuat. Hasil pemotongan yang baik, adalah pemotongan yang tepat dan tidak terjadi perubahan bentuk (hasil pemotongan sesuai dengan bentuk pola). Proses pemotongan kain menjadi bagian-bagian busana yang sesuai dengan bentuk pola, adalah hasil dari pemotongan dengan menggunakan alat potong yang tajam dan alat yang digunakan disesuaikan dengan ketebalan bahan. Ketebalan tumpukan kain yang akan dipotong disesuaikan dengan kapasitas mesin potong. Setelah bahan dipotong lalu diberi tanda. Alat memberi tanda yang digunakan disesuaikan dengan jenis bahan. Lalu dilakukan penjahitan, alat jahit yang digunakan adalah alat yang baik dan siap pakai. Jika menggunakan alat jahit yang tidak baik, maka hasilnya juga mengecewakan.
Finishing adalah kegiatan penyelesaian akhir yang meliputi pemeriksaan (inspection), pembersihan (triming), penyetrikaan (pressing) serta melipat dan mengemas. Tujuannya adalah agar pakaian yang dibuat terlihat rapi dan bersih. Kegiatan ini dilakukan setelah proses menjahit dengan mesin.
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati, dkk (2008). Tata Busana untuk SMK Jilid 3. Bab IX “Memotong, menjahit, penyelesaian (cutting, sewing, finishing)”. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional: 2008.
Dengan adanya informasi yang kami sajikan tentang cara menyiasati salah potong pola baju
, harapan kami semoga anda dapat terbantu dan menjadi sebuah rujukan anda. Atau juga anda bisa melihat referensi lain kami juga yang lain dimana tidak kalah bagusnya tentang CARA MENGAMBIL UKURAN
. Sekian dan kami ucapkan terima kasih atas kunjungannya.
buka mesin jahit : https://www.academia.edu/9384512/Makalah_tata_busana_memotong_menjahit_dan_penyelesaian_
0 komentar:
Post a Comment