BAB II RAGAM HIAS SUKU DAYAK BAHAU
BAB II RAGAM HIAS SUKU DAYAK BAHAU |
gambar ragam hias flora - 2.1. Pengertian Ragam Hias
“Ragam hias seperti apapun bentuknya, merupakan salah satu tayang kepuasan rohani manusia yang tidak bisa ditawar-tawar lagi” (Dedi Suardi, 2000). Secara garis besar ragam hias mempunyai pengertian “berbagai macam ornamen yang dibuat kedalam benda-benda” (Dedi Suardi, 2000). Sementara pengertian ornamen dalam kamus standar Bahasa Indonesia adalah hiasan yang dibuat pada candi gereja / bangunan dengan cara digambar atau dipahat.
Beraneka macam jenis ragam hias dimiliki oleh setiap suku di Indonesia sebagai simbol ciri khas sukunya, karena ragam hias merupakan salah satu unsur kebudayaan bagi masyarakat tradisional Indonesia. Kepercayaan akan roh-roh penguasa alam mereka wujudkan kedalam suatu bentuk simbol yang berisi konsep estetika dan mempunyai makna luhur.
Ragam hias merupakan interprestasi dalam kehidupan spiritual mayarakat tradisional Indonesia, dibuat dan diciptakan sebagai perwujudan rasa cinta dan hormat pada leluhur. Dipakai dalam ritual-ritual dan upacara adat menurut kebudayaan dan kepercayaan mereka. Ragam hias ini memiliki banyak corak dan warna, serta bentuk yang membangun ragam hias ini pun beragam ada yang menyerupai manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya.
2.2. Ragam Hias Suku Dayak Bahau
Ragam hias yang dimiliki suku Dayak Bahau membedakan suku ini dengan suku Dayak lainnya, dengan coraknya yang mudah sekali dikenali. Suku Dayak Bahau menganut sistem bahan tunggal, mereka menolak sistem tempel dan sambung. Dengan demikian ukiran yang dihasilkan akan lebih kuat dan tidak mudah patah. Sesuai dengan peralatan yang dipergunakan biasanya ukiran dibuat tidak terlalu tinggi, bahkan kadang hanya berupa garis saja (bass relief). Namun bukan berarti mereka tidak menggunakan penampilan relief tembus maupun tinggi. Beberapa teknik dalam ukiran berusaha memberi kesan dimensional pada ornamennya, mereka melakukan suatu bentuk penyederhanaan dengan meniadakan bagian tertentu. Hal tersebut memberi kita kesempatan untuk menafsirkan sendiri bagian yang ditiadakan tersebut.
contoh ragam hias flora yang mudah digambar
2.2.1. Jenis-Jenis Ragam Hias Suku Dayak Bahau
Ragam hias suku Dayak Bahau ini ada beberapa macam jenis, seperti :
Ragam hias Geometris
Ragam hias Hewan dan Manusia.
Dan beberapa bentuk yang diterapkan pada berbagai macam benda, baik pada ornamen bangunan, peralatan rumah tangga, peralatan perang, dan barang-barang seni lainnya.
Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum tentang jenis-jenis ragam hias yang terdapat di Kalimantan, khususnya suku Dayak Kalimantan Timur, serta nama dan maknanya yang terkandung didalamnya.
a. Ragam Hias Geometris.
Ragam hias geometris mengacu pada bentuk-bentuk ilmu ukur sebagai kerangka pola ulang atau rincian bentuk (motif), hal ini menurut Hasanudin dalam batik Pesisiran (2001 : 147). Peran kepercayaan pada penguasa alam dan para leluhur melandasi penciptaan ragam hias geometris yang merupakan media penghubung manusia dengan roh. Dengan adanya bukti-bukti dari yang ditemukan melalui peninggalan-peninggalan masa silam, seperti peralatan rumah tangga, peralatan perang, alat-alat untuk berburu, berbagai peralatan dari batu, jambangan, dan ukiran-ukiran yang terdapat pada bangunan adat tradisional yang memiliki makna religius tersendiri bagi suku tersebut, memperkuat pendapat bahwa ragam hias geometris adalah ragam hias yang cukup tua usianya (Soegeng Toekio, 1987 : 39). Ragam hias yang memiliki nilai religius diciptakan sebagai suatu karya yang berlatar belakang pada kebudayaan yang berakar pada nilai-nilai spiritual dengan landasan imajinasi yang begitu mengesankan.
Unsur garis dan tekstur pada ragam hias geometris menjadi satu kesatuan yang membangun terlaksananya bentuk dan ukiran. Kita dapat melihat bagaimana setiap goresan mempunyai peran tersendiri dan kita lihat garis baik yang lurus dan melengkung serta goresan-goresan yang tajam dan keras dengan torehan ringan dan tiis ergumul dalam satu kesatuan yang membentuk kaitan yang indah.
Ada beberapa ciri ragam hias geometris Indonesia yang diterapkan pada benda pakai antar lain :
Ragam hias geometris dipakai untuk menghias bagian tepi atau pinggiran dari suatu benda.
Ragam hias geometris yang diterapkan pada pengisian permukaan bidang benda pakai.
Ragam hias geometris sebagai inti atau bagian yang berdiri sendiri, dan merupakan bentuk estetik dalam ornamen arsitektural.
Berbagai jenis ragam hias yang digunakan sebagai pinggiran dari suatu benda seperti: zigzag, relung atau alun, pilin, meander, garis-garis silang dan beberapa jenis lainnya. Bentuk demikian sama dengan ragam hias diplylon dari Athena atau juga bentuk-bentuk oedenbrug Hungaria yang banyak menjadi sumber ragam hias di benua Eropa (Soegeng Toekio, 1987 : 39). Di Indonesia sendiri ragam hias pinggiran ini banyak digunakan sebagai ragam hias yang diterapkan pada benda pakai dan bahkan pada bangunan tradisional. Bentuk-bentuk zigzag, spiral, garis silang, empat persegi serta gabungan-gabungan beberapa bentuk banyak dipergunakan sebagai ragam hias yang diterapkan pada tepian benda pakai dalam kombinasi yang bermacam-macam.
Ragam hias geometris lebih banyak mengungkapkan unsur utamanya, dalam hal ini bentuk pola yang utama ragam hias geometris terbagi menjadi 4 (empat) kelompok besar yaitu:
Kaki silang, berupa bentuk persilangan garis yang bertumpu pada satu titik; bentuk ini dapat berupa: silang dua, silang tiga dan silang empat, dapat berupa garis yang tegak maupun lengkungan.
Pilin (spiral); berupa relung-relung yang saling bertumpuk atau bertumpang seolah-olah membentuk ulir yang berupa huruf S atau kebalikannya. Bentuk ulir ini dapat diperkaya dengan pengulangan pilin ganda atau kombinasi yang dibuat dengan ukiran yang berbeda.
Kincir, bertolak dari mata angin yang mempunyai gerak ke kiri atau ke kanan. Pada garisnya membentuk putaran yang berakhir dalam susunan melingkar dengan putaran (spill).
Bidang, pada kelompok ini terdiri atas bidang segitiga, bundar, empat persegi, dan gumpalan (blob) yang tak beraturan.
Keempat kelompok dasar ini dalam ragam hias geometris berbentuk dalam berbagai macam variasi, baik itu bentuk tunggal maupun kombinasi. Bahkan dari segi ketebalan garis atau ukuran garis serta pengulangan dalam tata letaknya akan memberi kesan yang beda. Penampilan yang semu dengan adanya pemotongan atau pemberian tambahan unsur akan menampilkan kesan yang dinamis dan berbeda dengan bentuk tunggalnya.
Dalam ragam hias suku Dayak Bahau, bentuk yang paling sering dijumpai dalam ragam hias geometrisnya adalah bentuk dasar pilin (spiral), yang kemudian ditambahkan dengan unsur lain sehingga tampak berbeda. Dari bentuk lengkung, berupa garis melingkar dan alur, yang berupa garis patah-patah melahirkan bentuk yang beraneka ragam. Menggambarkan dengan jelas ciri khas ornamen Dayak.
Bentuk lain dari kelompok ragam hias geometris yang dapat dilihat adalah bentuk dasar yang berupa kincir dan bidang. Bentuk kincir dan bidang ini banyak dibuat dengan bentuk yang seolah-olah berdiri sendiri. Hal ini disebabkan karena bagian-bagian yang digambarkan terlihat lebih kuat. Sementara bentuk dengan pola dasar bidang atau gumpalan sebenarnya merupakan bagian dari himpunan suatu ragam hias geometris. Tetapi tidak jarang dibuat menjadi bagian sendiri secara tunggal. Bentuk-bentuknya antara lain terbagi dalam 2 (dua) bagian:
Bentuk bidang beraturan, berupa segitiga, lingkaran, persegi empat atau segi enam.
Bentuk bidang tidak beraturan, berupa gumpalan dengan bentuk mengarah pada bulatan atau lengkungan, bentuk tajam seperti bintang dan sejenisnya.
Hal tersebut di atas menarik kesimpulan bahwa ragam hias geometris cenderung memiliki sifat yang luwes, dengan pengertian dapat diterapkan pada berbagai benda dengan berbagai bentuknya.
Pada bangunan tradisional adat Dayak Bahau ragam hias geometris terdapat dibeberapa bagian bangunan, seperti di les dinding bagian bawah atau les plank (pinggiran atap).
b. Ragam Hias Makhluk Hidup (Fauna dan Manusia)
Pada ragam hias jenis ini visualisasi manusia dan hewan mendominasi ruang dan bidang ukiran. Pada masa lampau kedua subjek ini telah dilukiskan dalam perjalanan kehidupan, hal tersebut dapat dilihat pada kehidupan manusia prasejarah,
Perjalanan kehidupan manusia pada masa prasejarah dilukiskan beserta alam kehidupannnya pada dinding-dinding gua tempat tinggal mereka. Kaitan kehidupan manusia dengan alam sekitarnya digambarkan dalam adegan perburuan binatang, sebuah pesta adat, bercocok tanam dan sebagainya. Karya-karya ini terlahir atas dasar ungkapan manusia terhadap lingkungan hidupnya, bagaimana manusia menghargai dan menghormati alam yang telah memberinya kehidupan. Lambat laun kemudian ungkapan perasaan bertambah bukan hanya kepada alam, ungkapan manusia ini mengarah pada penghormatan dan penghargaan manusia terhadap sesuatu yang lebih dari dirinya, bahkan menjadikan suatu hubungan yang mengandung makna atau nilai yang sakral. Manusia sendiri digambarkan sebagai figure dari nenek moyang yang menjadi panduan atas apa yang telah dilakukannya pada lukisan yang telah dibuat. Penggambaran manusia sebagai nenek moyang dilakukan terus menerus secara turun temurun. Berbagai ungkapan perasaan yang terlukiskan ini berlangsung terus, tetapi bukan lagi di dinding-dinding gua, melainkan pada benda-benda yang dengan sengaja diciptakan dengan membubuhkan gambaran tentang ungkapan perasaan atau bahkan ritual kepercayaan. Seiring perubahan waktu dan semakin berkembangnya pola pikir serta pengetahuan manusia gambaran tentang perjalanan kehidupan nenek moyang ini pun telah menjadi bentuk ragam hias, yang memperkaya khazanah kebudayaan dari suku-suku yang ada di Indonesia.
Adanya penggambaran nenek moyang dan kehidupannya dalam rangkaian bentuk ragam hias hampir terdapat di setiap suku yang ada di kepulauan Nusantara. Seperti pada suku Dayak yang ada di Kalimantan khususnya suku Dayak Bahau di Kaimantan Timur, terdapat ragam hias dengan bentuk manusia dalam bentuk yang disederhanakan. Atau hanya bagian-bagian dari tubuh manusia yang digambarkan dalam bentuk yang berbeda dari kenyataannya, seperti Deing Wung Loh (hantu orang mati).
Deing Wung Loh
Beberapa contoh bentuk ragam hias daerah lain di Indonesia seperti di Nusa Tenggara disebut Uis Neno, Uis Afu Neno, Keda; di Sulawesi disebut Sio Walian, Patung Sape, Angke Bulawe; di Irian disebut Totem Mbitoro, Kowar; dan masih banyak lagi yang lainnya.
Selain ragam hias yang menggunakan gambaran manusia, ada juga ragam hias yang menggunakan bentuk fauna. Baik manusia maupun fauna keduanya merupkan kelompok dari makhluk hidup yang memberikan banyak inspirasi penciptaan ragam hias.
Begitu banyaknya jenis fauna yang hidup di bumi ini, karena banyaknya jenis fauna kita dapat memebagi kedalam 4 (empat) kelompok jenis secara garis besar, menurut cara hidupnya, yaitu:
Fauna yang hidup di darat
Fauna yang hidup di air
Fauna yang hidup di udara atau bersayap
Fauna yang hidup di dua alam (darat dan air)
Dari jenis-jenis fauna yang ada, sangat banyak bentuk-bentuk yang dapat kita peroleh sebagai gambaran corak ragam hias yang berlainan. Unsur kepercayaan dan adat istiadat juga berperan dalam terciptanya bentuk ragam hias ini. Hal-hal magis juga lahir dari terciptanya bentuk ragam hias, contoh yang paling sering dijumpai adalah bahwa ragam hias ini digunakan sebagai penangkal atau tolak bala. Seperti di Sumatra binatang yang dipercaya sebagai penangkal adalah cecak dalam ragam hiasnya disebut Beraspati, di Toraja binatang kerbau dalam ragam hiasnya disebut Kabong’ngo, dan daerah-daerah lain seperti di Jawa ada binatang burung garuda, ular, ikan dan udang, serta masih banyak lagi jenis ragam hias yang bersumber dari binatang yang ada dilingkungan kehidupan masyarakat kita.
Suku Dayak Bahau tidak jauh berbeda dengan suku lainnya di Indonesia, yang menggunakan bentuk manusia dan fauna dalam ragam hiasnya. Ragam hias suku Dayak Bahau banyak terdapat di berbagai benda, dan tempat tinggalnya atau di rumah lamin, yang jelas memiliki makna tersendiri bagi suku Dayak Bahau. Beberapa contoh visualisasi ragam hias suku Dayak Bahau, seperti di bawah ini :
Naga asoq
Bentuk tunggal ragam hias di atas adalah Naga Asoq, yaitu suatu perpaduan dari bentuk naga dan anjing, pada bagian kepala berupa gambaran bentuk naga, sementara di bagian badannya berupa bentuk badan anjing, suku Dayak Bahau lazimnya menyebut anjing dengan sebutan Asoq.
Patung Pen Lih
Gambar di atas adalah gambar patung Pen Lih (hantu Petir), yang dipercaya sebagai raja dari roh-roh jahat. Sebagai simbol tolak bala, dan memiliki nilai kontradiktif (nilai yang bertentangan), yaitu apabila orang takut malah akan ditakuti, sebaliknya apabila orang berani maka Pen Lih sendiri akan takut dan tunduk. Patung Pen Lih diletakan di jalan masuk batas kampung, dimaksudkan untuk menolak semua roh jahat yang dibawa oleh orang luar kampung yang akan masuk kedalam perkampungan suku Dayak Bahau.
2.2.2. Cara Ungkap dan Tujuan Ungkap Ragam Hias
Menurut Dr. Hasanudin M.Sn. dalam bukunya Batik Pesisiran (2001:148) ada beberapa cara ungkap dan tujuan ungkap dalam ragam hias batik, meskipun demikan ada beberapa kesamaan prinsip dan dasar dalam pengungkapan ragam hias yang penulis bahas dalam skripsi ini . Antara lain :
Dekoratif
Pengungkapan dekoratif ditujukan hanya untuk menonjolkan aspek hias atau aspek keindahan saja. ada bagian yang diseleksi atau dihilangkan untuk tidak diungkapkan apa adanya. Ada kecenderungan untuk mengungkapkan ragam hias atau gambar secara datar, mempertimbangkan unsur keseimbangan bentuk-komposisi-irama, dan menonjolkan sisi kekhasan dan hubungan pengulangan.
Tujuan utama cara ungkap dekoratif adalah menonjolkan semua unsur ragam hias seacar seimbang dan indah. Karena itu kesan yang kuat dari bentuk ekoratif ini adalaha pengaturan unsur bentuk secara datar. Semua unsur ditampilakn dalam kedudukan yang sama dan dengan jarak yang sama.
Ragam hias dekoratif kemudian banayk dipakai sebagai hiasan pada candi di masa kejayaan kerajaan Hindu-Budha di Indonesia. Ragam hias dekoratif pada masa islam dipakai sebagai ragam hias ukiran pada masjid, makam, keraton, dan rumah orang islam dengan objek gambar flora dan geometris.
Begitu pula pada ragam hias suku Dayak bahau, misalnya dapat kita temui pada pinggiran bawah dinding dan pinggiran bawah atap yang biasa disebut les. Ada yang hanya tediri dari pengulangan ragam hias geometris, juga ada yang berupa bentuk pengulangan Naga Asoq dan Pen Lih.
Stilasi
Pengungkapan stilasi adalah bentuk yang menekankan pada gaya atau langgam bentuk. Yang diutamakan dalam stilasi adalah gaya yang berpangkal dari imajinasi seseorang setelah mengamati bentuk. Ketepatan bentuk dan persesuaian bentuk denagn objek aslinya bukan tujuan utama. Yang terpenting adalah penampilan yang menyandarkan imajinasi sehingga menghasilkan bentuk yang imajinatif yang bisa diasosiasikan dengan dengan inti kehidupan, misalnya gerak, pertumbuhan dan energi.
Ragam hias stilasi banyak dijumpai pada ragam hias pinggiran candi, pintu candi dan keraton, serta bagian tertentu dari bangunan rumah, seperti tiang dan sebagainya.
Pada ragam hias suku Dayak Bahau kita dapat menemukan cara ungkap stilasi yang terdapat dihiasan pintu, kayu Aran Naga Asoq dan sebagainya yang akan dibahas pada uraian berikutnya.
2.2.3. Naga Asoq Ditinjau secara visual
Jika dilihat lebih teliti, simbol visual Naga Asoq terdiri dari beberapa unsur grafis, yaitu :
Garis
Bentuk atau Form
Tekstur
Keseimbangan
Proporsi
Warna
a. Garis
Garis secara umum terdiri dari unsur-unsur titik yang juga mempunyai peran tersendiri, unsur titik juga bisa ikut mendukung keindahan.11 Pada bentuk Naga Asoq kita akan melihat garis lengkung yang terdapat hampir diseluruh bagian Naga Asoq, dari bagian kepala hingga ekor.
Naga Asoq
Garis Lengkung
Garis lurus yang ditekuk atau dibengkokan sehingga tercipta suatu lengkungan yang disebut garis lengkung, garis ini mampu menimbulkan kesan yang berbeda-beda, ada yang menimbulkan kesan kuat, lemah, sensitive, dinamis dan ekspresif. Garis lengkung dapat dikelompokkan dalam: segmen lingkaran, setengah lingkaran, lingkaran penuh, bentuk huruf ‘S’ bentuk bergelombang, dan spiral.
Garis lengkung setengah lingkaran yang dianggap sebagai bentuk bulan sabit tegak atau huruf ‘C’, motif ini berkesan lunak-me lunakkan atau lemah melemahkan. Garis yang berbentuk lingkaran penuh adalah bentuk yang sempurna, banyak ditemui dan sangat diperlukan dalam rangkaian bentuk yang lain.
Apabila dua segmen dalam lingkaran digabungkan, akan terbentuk huruf ‘S’ yang mendatar, menimbulkan kesan dinamis, mengalir, enerjik, dan penuh aktifitas yang pada abad ke-18 dianggap sebagai ‘garis yang indah’.
Garis spiral adalah garis yang seolah-olah menggambarkan proses pertumbuhan yang terjadi di alam, seperti pusara air yang berpusat dari intinya kemudian mengembang secara bertahap.
Kombinasi garis lengkung dan garis lurus banyak sekali dijumpai disekitar kita, seperti contohnya dialam, terutama pada tanaman dan pohon. Sejak jaman Yunani orang menggabungkan garis lurus dan garis lengkung menjadi kesatuan agar tidak berkesan monoton dan menjemukan.
b. Bentuk Atau Form
Suatu bangun atau shape yang tampak dari suatu benda dinyatakan sebagai istilah bentuk atau form. Bentuk atau form adalah suatu massa yang berisi garis-garis. Sementara garis adalah bagian tepi atau pinggiran dari suatu benda atau biasa disebut ‘kontur benda’. Kontur itu sendiri memperlihatkan bangun atau gerakan dari bentuk itu sendiri.
Bentuk Naga Asoq terlihat dengan jelas dari garis yang membangunnya, ada bentuk Naga pada bagian kepala dan anjing pada bagian tubuhnya, sementara kakinya yang berjumlah dua pasang seperti layaknya anjing biasa, tetapi bentuknya menyerupai bentuk kaki naga.
- gambar ragam hias flora yang mudah digambar
Naga Asoq
Bentuk dari Naga Asoq merupakan suatu bidang, baik yang diaplikasikan pada bidang datar maupun bidang ruang. Pada bidang datar biasanya berupa ukiran yang timbul, sementara pada bidang ruang biasanya berbentuk tiga dimensi. Bidang ruang disini contohnya didalam ukiran patung halaman. Yang memiliki panjang, tinggi dan berdiameter.
c. Tekstur
Tekstur adalah sifat fisik permukaan dari suatu bahan, seperti : kasar, halus, mengkilap, kusam atau pudar, yang dapat diaplikasikan secara kontras, serasi atau berupa pengulangan untuk suatu bentuk. Tekstur bisa berasal dari bahan-bahan alami yang berserat maupun bahan yang diolah oleh manusia. Tekstur berkaitan erat dengan indera peraba dan indera penglihat tekstur akan lebih jelas terasa bila kita meraba permukaannya serta terlihat jelas tergantung pada cahaya serta bayangannya atau hanya disebabkan oleh ilusi optis.
Bahan materiil utama Naga Asoq adalah kayu, yang kemudian diukir sesuai dengan kebutuhan. Kita dapat membuktikannya dengan meraba permukaannya, serta melihat serat yang ada pada bentuk ragam hias Naga Asoq. Karena ukiran pada ragam hias yang ada di ornamen bangunan ini merupakan ukiran yang timbul, kita juga dapat merasakan bentuk dari ragam hias yang diukir ketika kita merabanya. Seolah-olah ada kesan ruang di dalamnya.
d. Keseimbangan
Prinsip dasar dari komposisi adalah keseimbangan yang paling mudah dikenali atau dilihat. Keseimbangan bisa terjadi secara fisik maupun secara visual. Untuk menghayatinya diperlukan suatu titik atau sumbu khayal, guna menentukan letak objek yang akan disusun menurut prinsip keseimbangan. Bentuk keseimbangan yang paling sederhana yaitu keseimbangan simetris yang berkesan resmi atau formal. Sedangkan keseimbangan asimetris berkesan tidak resmi atau informal, tetapi bentuk ini tampak lebih dinamis.
Pada ragam hias suku Dayak Bahau sulit sekali ditemukan keseimbangan simetris, terutama pada bentuk Naga Asoq, meskipun diaplikasikan pada beberapa tempat dengan visualisasi yang lebih sederhana. Hal ini lebih dikarenakan oleh bentuk dasar Naga Asoq yang bukan merupakan gambar geometris.
e. Proporsi
Proporsi merupakan perbandingan antara satu bagian dari suatu objek atau komposisi terhadap bagian yang lain atau terhadap keseluruhan objek atau komposisi. Pada beberapa aplikasi Naga Asoq, salah satunya adalah les, proporsinya lebih seimbang antara satu bagian dengan bagian laninnya. Tetapi pada bentuk lain seperti ukiran pada daun pintu lebih tidak teratur, hanya memenuhi bidang ukir yang ada di daun pintu tesebut.
f. Warna
Menurut Sulasmi Darma Prawira, dalam “Warna sebagai salah satu unsur Seni dan Desain” (1989:5), pengertian warna yang diambil dari bahasa sansekerta mempunyai makna yang lebih luas lagi, artinya : tabet, perangai, kasta, bunyi, huruf, suku kata, perkataan. Perkataan warna berarti corak atau rupa berasal dari urat kata “wri” yang artinya tutup.Warna adalah salah satu elemen dalam seni dan desain sebagai unsur keindahan dalam penciptaan seni dan desain.
Di Negara Indonesia yang terdiri dari berbagai ragam suku, warna mempunyai nilai simbolik yang diungkapkan di dalam brbagai kegiatan seni dan kepercayaan.
Begitu juga bagi suku Dayak Bahau, warna mempunyai makna yang mendalam dalam kehidupan tradisionalnya. Baik itu menyangkut keyakinan juga seni. Berbagai ragam hias yang digunaan pada ornamen bangunannya suku Dayak Bahau hanya menggunakan empat warna utama ; merah, putih, hitam, dan kuning. Warna merah yang melambangkan darah diambil dari batu / getah malau, warna putih yang melambangkan air yang bergemuruh yang memberi getaran jiwa dan perasaan diambil dari kapur, warna hitam yang melambangkan kegelapan diambil dari arang kayu damar, warna kuning perpaduan matahari dan bulan yang melambangkan senja diambil dari akar. Keempat warna tersebut dipercaya sebagai warna yang mampu memberikan kesan getaran magis di jiwa.
2.3. Pengertian Ragam Hias Naga Asoq
Seperti yang telah dibahas di atas, ada beberapa bentuk ragam hias yang digunakan oleh suku Dayak Bahau dalam mengidentitaskan dirinya. Salah satu bentuk ragam hias yang paling sering digunakan oleh suku Dayak Bahau dalam mengidentitaskan dirinya adalah bentuk ragam hias Naga Asoq.
Bentuk tunggal ragam hias Naga Asoq, yaitu suatu perpaduan dari bentuk naga dan anjing, pada bagian kepala berupa gambaran bentuk naga, sementara di bagian badannya berupa bentuk badan anjing, suku Dayak Bahau lazimnya menyebut anjing dengan sebutan Asoq. Kenapa suku ini lebih menonjolkan bentuk Naga dan Asoq, hal tersebut lebih dikarenakan oleh suatau kepercayaan yang mereka anut. Pada ragam hias Naga Asoq ini, bila kita mengkajinya lebih jauh akan terlihat suatu bentuk Naga dan Asoq yang seolah-olah sedang berenang,. Perpaduan dalam bentuk tersebut adalah simbol atau suatu lambang yang dipercaya memiliki kekuatan untuk menolak kejahatan. Sedangkan arti dari ragam hias tersebut konon dipercaya bahwa Naga Asoq ini merupakan juru penyelamat dan petunjuk jalan menuju alam setelah kematian. Dan mengapa aplikasi dari bentuk Naga dan Asoq ini seolah-olah berenang, hal tersebut juga terjadi karena lebih kepada penghormatan mereka pada sungai, yang mereka anggap telah memberikan jalan kehidupan bagi suku Dayak Bahau.
2.4. Aplikasi Ragam Hias Naga Asoq
Ragam hias suku Dayak Bahau telah diaplikasikan pada banyak benda dan tempat sesuai dengan makna dan fungsinya. Ragam hias sendiri merupakan simbol identitas diri, selain untuk menambah keindahan juga merupakan wujud dari tujuan ritual dan kepercayaan masyarakat tradisional Dayak yang tertuang dalam berbagai kegiatan dan aktifitas kehidupan masyarakat Dayak.
Kita melihat bahwa suku Dayak Bahau menggunakan bentuk Naga Asoq hampir disetiap benda jadinya, dan merupakan ornamen bagi benda jadi itu sendiri. Ada berbagai macam cara dalam penerapan bentuk Naga Asoq dalam berbagai benda dan tempat, hal ini disesuaikan dengan bidang terapan Naga Asoq. Teknik penerapan Naga Asoq ini ada yang dikombinasikan dengan beberapa bentuk lain yang menghasilkan bentuk lain dari bentuk tunggal Naga Asoq.
Berikut ini adalah beberapa contoh aplikasi dari ragam hias Naga Asoq yang penulis ambil dari buku “Album Ragam Hias Suku Modang” yang disusun oleh Risyahibban, antara lain seperti bawah ini.
- gambar ragam hias figuratif
Gbr. Wajah Pen Lih
Bentuk ragam hias diatas terdiri dari dua bentuk ragam hias, yaitu wajah Pen Lih (hantu petir) dan dua pasang Naga Asoq yang ada di bagian atas dan bawah wajah Pen Lih yang seolah-olah melingkupi wajah Pen Lih. Sepasang Naga Asoq di bgian atas seolah-olah memebentuk alis Pen Lih, sedangkan sepasang Naga Asoq yang ada dibagian bawah seolah-olah menyangga wajah Pen Lih. Gambaran wajah Pen Lih ini terlukis pada daun pintu lamin kepala suku, dan kalangan keturunan raja dimaksudkan sebagai penangkal atau tolak bala dari segala ancaman roh jahat dan orang yang bermaksud tidak baik pada keluarga kepala suku, hal ini terwujud atas penghormatan seluruh warga pada kepala suku mereka dan juga kepada keturunan raja.
- gambar ragam hias fauna yang mudah digambar
Kayu Aran Naga Asoq
Gambar di atas adalah patung Naga Asoq yang disebut Kayu Aran Naga Asoq, yang didirikan didepan rumah (lamin) kepala adat suku. Maksudnya untuk memberi kekuatan pada keluarga kepala adat suku sehubungan dengan kebijakan yang diambilnya dalam memerintah dan mengatur warganya agar tidak menyebabkan adanya bencana bagi kampung tempatnya tinggal.
Kayu Aran ini terdiri dari dua bentuk Naga Asoq. Pada Naga Asoq yang berada di bagian bawah sedang mengeluarkan Naga Asoq dari mulutnya, makna dari bentuk ini adalah diharapkan bahwa kepala desa yang telahj dipilih oleh rakyatnya dapat melahirkan kebijakan baru untuk memajukan kampung yang dipimpinnya, sementara Naga Asoq yang berada di atas menghadap kebawah ke Naga Asoq yang mengelurkannya dari mulut, memakai hiasan dikepala menyerupai mahkota, maksudnya adalah bahwa meskipun kepala desa tersebut telah terpilih menjadi pemimpin, diharapakan tidak menjadi sombong dan angkuh, dapat melihat ke bawah (rakyatnya) agar lebih memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.
- ragam hias fauna kupu-kupu
les
Gambar diatas adalah dua macam jenis les yang biasa digunakan di bangunan adat Dayak Bahau. Penempatan les ini biasanya di dinding bagian bawah atau di pinggiran bawah atap. Makna dari ragam hias ini adalah sebagai simbol identitas diri, menambah keindahan, serta lambang kesuburan.
Pada gambar les bagian atas ada bentuk Naga Asoq dan wajah Pen Lih. Pada pinggirannya terdapat ragam hias geometris berupa rangkaian huruf ‘S’yang mendatar.
- contoh ragam hias flora beserta asalnya
Alat musik
Gambar di atas adalah gambar alat musik khas suku Dayak Bahau, karena ada ciri khas pada ragam hias yang digunakannya. Seperti pada gambar yang pertama (atas) adalah sebuah gambar standar gong dengan motif anjing yang sedang kawin, penggambaran badan anjing yang utuh lengkap dengan simbol hubungan kelamin beserta pembuahan sel telur. Pada bagian kepala tampak gambar Dug Gelong yang seolah-olah sedang berenang. Makna dari simbol ini adalah suatu pengharapan bahwa kelak kesenian suku Dayak Bahau dapat terus berkembang dan melhirkan karya seni yang dapat memperkaya khazanah kebudayaan suku Dayak Bahau.
Alat musik pada gambar yang kedua dan ketiga (bawah) adalah jenis alat musik tiup atau keruding, terbuat dari bamboo dan terdapat bentuk gambar naga asoq yang disederhanakan bentuknya, sehingga terkesan dinamis. Adanya bentuk Naga asoq disini dimaksudkan untuk memberi semangat kepada yang menggunakan alat musik keruding ini. Kedua alat musik ini digunakan pada upacara adat atau pesta perayaan.
- ragam hias fauna (animal)
Delae Keung Kek Heliu
Gambar di atas adalah Delae Keung kek Heliu, yang artinya Naga Gunung Sulau. Sulau dalam bahasa Dayak sama dengan kulit lokan, yang dahulu sama artinya dengan mata uang. Ragam hias ini terletak diujung pinggiran atap, sebagai lambang penolak bala, kesuburan dan lambang kekayaan serta menarik kejayaan bagi pemilik rumah.
Bila diperhatikan gambar tersebut dengan lebih seksama, kita dapat melihat letak susunan giginya tidak terletak pada satu sudut mulut, tetapi lebih mirip dengan mulut ular yang rahangnya dapat terbuka lebar dan ditarik kebelakang, ada bentuk yang menyerupai lengan yang sedang menyangga rahang bagian bawah dari Delae Keung Kek Heliu.
- gambar ragam hias yang mudah
Hulu Mandau
Gambar di atas adalah gambar tiga buah hulu mandau (lebeun) yang terbuat dari kayu. Gambar hulu mandau yang disebelah kiri diberi simpai dari ijuk sejenis aren Iman dengan hiasan mata uang Belanda ½ cent.
Ada sebuah mitos yang berkaitan dengan Mandau ini. Konon menurut kepercayaan suku Dayak Bahau, apabila sebuah mandau telah menyentuh darah manusia (dalam hal ini berkaitan dengan perburuan kepala yang dahulu dilakukan untuk memeperebutkan kekuasaan) akan terus menerus meminta kembali darah manusia, sampai pemilik mandau ini melepaskan mandaunya (dibuang dengan cara dibakar) atau pemilik mandau ini wafat.
Dengan adanya informasi yang kami sajikan tentang gambar ragam hias flora
, harapan kami semoga anda dapat terbantu dan menjadi sebuah rujukan anda. Atau juga anda bisa melihat referensi lain kami juga yang lain dimana tidak kalah bagusnya tentang RAGAM KREASI KAIN BLACU
. Sekian dan kami ucapkan terima kasih atas kunjungannya.
buka mesin jahit : http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=3801
0 komentar:
Post a Comment